Muhammad Ainun Nadjib
__Buletin Maiyah Jatim
‘Perahu Retak’ aslinya adalah judul sebuah lakon teater di awal 1980an yang berkisah tentang sejarah Nusantara pada awal abad 15. Inti kandungannya adalah kegagalan Bangsa (yang pernah sangat besar) Nusantara untuk menemukan kepribadian sosialnya sesudah punahnya kekuasaan besar Kerajaan Majapahit.
Kepribadian sosial bisa direntang ke hamparan konteks yang lebih luas. Misalnya, ideologi sosial, suatu landasan filosofis yang menentukan bagaimana sebuah bangsa mengambil keputusan di dalam membangun Kerajaan atau (sekarang) Negara, dengan segala perangkatnya, dari konstitusi, hukum, persambungan sosial-budaya, strategi sejarah, sistem perekonomian, hingga karakter kemanusiaan di dalam membangun atau memelihara kebudayaan, serta yang lebih besar: peradaban.
Mungkin lebih jelas kalau cara pandangnya kita tujukan langsung pada keadaan bangsa Indonesaia saat ini, yang kehilangan segala-galanya, kehilangan ukuran hampir di segala hal yang besar maupun yang kecil. Kehilangan dari kepribadian kebangsaan yang besar, kehilangan pengetahuan tentang diri sendiri sebagai bangsa, masyarakat maupun manusia. Kehilangan ilmu untuk mengolah sejarahnya, kehilangan pengetahuan untuk mengelola sosialitasnya, tidak mengerti kedaulatan rakyat, tidak memahami kepemimpinan, dan boleh dikatakan tidak apapun saja kecuali bernafsu mengejar materi dan harta benda, itupun salah berat konsepnya tentang materi dan harta benda.
Embrio kemusnahan kepribadian sosial Bangsa Nusantara itu dimulai secara substansial di akhir era Majapahit. Mulai retaknya kepribadian Bangsa Nusantara itu yang disebut ‘Perahu Retak’, di mana lakon teater ini berkisah tentang upaya ‘Seorang Pengelana’ untuk menghindarkan kemusnahan yang lebih total. Pengelana itu hadir di bumi sebagai Syekh Jangkung (ketika itu diperankan oleh Joko Kamto, yang juga memerankan Smarabhumi di ‘Tikungan Iblis’ dan Ruwat Sengkolo di ‘Nabi Darurat’).
***
Majapahit tidak hanya pernah membuat rakyatnya mencapai kesejahteraan, tapi juga kebesaran. Tak hanya kenyang, tapi juga bermartabat. Dan pangkal pencapaian ini terletak di tangan Mahapatih Gadjah Mada.
Kebesaran Gadjah Mada tidak bisa diregenerasi. Tidak bisa diulangi atau ditiru, kecuali secara parsial, dan itu sangat tidak memadai untuk memelihara martabat sejarah. Pertanian tulang punggung perekonomian Majapahit runtuh oleh semburan dan rambahan lumpur dari perut bumi di wilayah Canggu. Kenyataan itu membuat Majapahit pasti akan hancur meskipun tidak ada manusia lain di luar Majapahit.
Tanpa semburan lumpurpun kebesaran Gadjah Mada akan meretakkan psikologi rakyat Majapahit di era-era sesudahnya, karena semakin lama semakin mengalami degradasi oleh tiadanya tokoh sekaliber Gadjah Mada. Memelihara apa yang pernah diperjuangan dan kemudian dipanggul oleh Gadjah Mada sajapun tak mampu. Raja Majapahit terakhir, Nyoo Lay Wa (lebih tepat disebut Gubernur salah satu wilayah Kerajaan Demak) dibunuh oleh rakyatnya sendiri karena dianggap tidak mampu membangkitkan kembali kebesaran Majapahit.
Sampai beberapa era, kebesaran Gadjah Mada masih merupakan kebanggaan bagi rakyat Majapahit. Tetapi sesudah Majapahit benar-benar mengalami “Sirno Ilang Kertaning Bumi”, kebesaran Gadjah Mada berubah menjadi trauma. Itulah salah satu retakan terpenting psikologi sejarah Bangsa Nusantara.
Hari ini, retakan itu sudah tidak bisa direkatkan kembali. Bangsa Indonesia bukan hanya tidak sanggup membangkitkan dirinya menjadi sebesar yang pernah mereka capai. Bahkan ummat manusia Republik Indonesia sekarang ini tidak percaya bahwa nenek moyang mereka pernah mencapai kebesaran sejarah di muka bumi. Anak-anak muda, bahkan banyak kalangan kaum intelektual, terutama cara berpikir Penguasa dan Media Massa, malah mengejek setiap ucapan yang menyebut kebesaran kita di masa silam.
Hari ini bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bangsa yang hidup tenteram dengan ketenangan untuk mengejek dirinya sendiri, bahkan penuh kebanggaan untuk menghina dan merendahkan dirinya sendiri.
***
Sunan Ampel dan seluruh Dewan Wali Sembilan sepakat mempercayakan kepada Kiai Kanjeng Sunan Kalijaga untuk berjuang merekatkan kembali retakan-retakan yang terjadi pada Bangsa Nusantara.
Disain Kalijagan sangat dahsyat. Ia melakukan konsientisasi dan persiapan kebangkitan langsung ke diri Prabu Brawijaya V sendiri beserta keluarganya. Kemudian lapisan berikutnya: Angkatan Bersenjata Majapahit dan para Dewan Sesepuh Kerajaan. Kanjeng Sunan Kalijaga dengan tandas dan effektif serta dalam waktu yang relative singkat mengeksekusi transformasi Kerajaan Majapahit menuju Kesultanan Demak. Melakukan reformulasi kenegaraan dari Kerajaan Kesatuan ke Persemakmuran Perdikan-Perdikan. Dengan langsung menyebar kader-kader utamanya, yakni sebagian besar dari 117 putra Prabu Brawijaya V untuk menjadi Kepala-Kepala Tanah Perdikan di seantero Nusantara.
Sebagai contoh Harya Dewa Ketuk dijadikan Kepala Tanah Perdikan di Bali, Harya Lembu Peteng di Madura, Harya Kuwik di Kalimantan, Retna Bintara di Nusabarong, Jaka Prabangkara di Dataran Negeri Cina, serta berpuluh-puluh lain di berbagai ‘Negara Bagian’ dan rata-rata menjadi legenda di tempat masing-masing: Syekh Belabelu, Betoro Katong, Ki Ageng Mangir, dlsb. Puncak dari semua adalah putra Brawijaya V ke-13 Raden Jaka Praba atau Raden Patah diangkat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga menjadi penerus Bapaknya dalam transformasi di Kasultanan Demak Bintoro.
Akan tetapi itu semua justru menunjukkan jenis retakan lain pada kejiwaan Bangsa Nusantara. Kanjeng Sunan Kalijaga tidak pernah menyangka hal itu, padahal beliau dianugerahi hidup dengan usia sangat panjang, melalui empat zaman di mana beliau berperan langsung sebagai Pemangku Sejarah.
***
Bangsa Nusantara tidak sanggup menanggung sekaligus empat tantangan di dalam jiwa dan alam berpikirnya.
Tantangan pertama, trauma kebesaran Gadjah Mada.
Kedua, tantangan yang berupa datangnya bangsa Portugis yang membayang-bayangi kedaulatan mereka, yang berkeliaran di lautan-lautan Nusantara tanpa mereka memiliki kepemimpinan, kesatuan dan peralatan sebagai di masa lalu tatkala Gadjah Mada memimpin.
Ketiga, datangnya alam pikiran baru, spiritualitas Bumi Langit baru yang berupa Agama Islam.
Keempat, ketidak-siapan mereka untuk mandiri dan otonom, untuk hidup dalam semacam Persemakmuran Kemandirian, dan bukan hidup menjadi satu kesatuan tidak di bawah Raja Besar sebagaimana di jaman kejayaan Majapahit.
Sirnanya kebesaran Majapahit membuat rakyatnya uring-uringan sendiri dan bertengkar sehingga bermunculan faksi-faksi sosial atau pengelompokan-pengelompokan yang bermacam-macam dengan tujuan untuk menyelamatkan dirinya masing-masing.
Datangnya kekuatan dari Eropa juga bukan mempersatukan mereka, melainkan menambah koloni-koloni untuk menyelamatkan diri masing-masing berdasarkan satuan-satuan sosial seketemunya saat itu. ‘Kelemahan’ sejarah mereka antara lain adalah karena jenis ekspansi kolonialisme yang dilakukan oleh Gadjah Mada bukan murni imperialism dan penjajahan kekuasaan, melainkan bersemangat pemersatuan dengan watak memangku semua wilayah yang dipersatukan. Sebab memang demikian filosofi dasar Bangsa Jawa sejak ribuan tahun sebelumnya. ‘Seharusnya’mereka lebih kejam, sehingga terlatih juga untuk mempertahankan diri terhadap kekejaman yang datang.
Datangnya Islam juga menimbulkan pemecahan sosial dalam satuan yang berbeda. Kekuatan dan kebijaksanaan yang diselenggarakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga sangat mencukupi muatan nilai-nilainya untuk mempersiapkan Bangsa Nusantara menjalankan transformasi, tetapi yang tak bisa ditaklukkan oleh Kalijaga adalah hakekat waktu. Bahwa Bangsa Nusantara memerlukan waktu yang panjang untuk menjadi Kaum Muslimin yang matang dan berpengalaman mengantisipasi tantangan-tantangan.
Pada saat yang sama Raden Patah memimpin mereka tidak dengan metoda dan kekuatan seperti Bapak dan kakek-kakeknya, karena beliau adalah salah satu murid utama Sunan Kalijaga yang mendidiknya berfikir secara ‘rahmatan lil’alamin’. Raden Patah menawarkan rintisan Demokrasi, otonomi daerah, peralihan cara berpikir dari ‘kawulo’ ke ‘khalifatullah’, persemakmuran yang saling berangkai, dan seterusnya. Dan ‘mantan’ rakyat Majapahit tidak siap.
***
Empat retakan atau berbagai ketidak-siapan itu melahirkan beragam-ragam perpecahan dan konflik. Ada konflik atas dasar hak kekuasaan, itu berlangsung di kalangan keluarga Kerajaan yang cabang-cabang pohon nasabnya sudah sangat besar dan lebar.
Ada konflik karena kepentingan tanah dan harta benda, yang membuat berbagai wilayah bekas Majapahit memisahkan diri: semangatnya bukan kemandirian dalam persemakmuran bersama, melainkan egosentrisme kekuasaan di lokal-lokal.
Ada juga yang sangat parah adalah konflik di wilayah tafsir Agama. Antara yang menolak Islam dengan yang menerima Islam. Antara yang menerima Islam sebagai suatu entitas menyeluruh dengan yang mengambil Islam untuk disinkretisasikan dengan ajaran-ajaran sebelumnya. Antara yang puritan menerima Islam tanpa kearifan budaya dengan yang merancukan Islam dengan tradisi budaya. Antara individu atau kelompok masyarakat yang kadar penerimaannya terhadap Islam berbeda-beda, bertingkat-tingkat.
Berbagai-bagai tema perpecahan merebak ke segala penjuru, menciptakan polaritas-polaritas baru yang bersaling-silang. Kiai Kanjeng Sunan Kalijaga merupakan semacam “padatan Muhammad kecil” bekerja dan berjuang sangat keras dalam skema sosial yang penuh retakan-retakan semacam itu.
Meskipun beliau merambah ke delapan penjuru angin, memasuki bilik-bilik Kraton hingga mengurusi kaum tani di pelosok dan para gelandangan, ‘hanya’ berhasil menanam infrastruktur nilai-nilai sejarah baru yang sangat Islami dan dahsyat, namun memerlukan kontinyuasi dan akselerasi perjuangan pada para pelaku di zaman berikutnya.
Perjuangan Sunan Kalijaga itu bahkan ‘terganggu’ sangat serius oleh keras dan meluasnya konflik-konflik pada Masyarakat Nusantara yang semakin kehilangan kepribadian sosialnya. Beliau mengawal berdirinya Kesultanan Demak sampai beberapa Sultan, dengan keadaan di mana kepemimpinan Demak belum cukup matang untuk mensosialisasikan nilai-nilai Islam Kalijagan, dan pada saat yang sama rakyat Demak juga kurang terdidik untuk menjadi pelaku yang sadar dan aktif dari reformulasi Kalijagan.
Kiai Kanjeng Sunan juga kemudian mengawal kesultanan Pajang yang semakin mengalami degradasi nilai-nilai. Dan ketika kemudian Mas Karebet, Sultan Hadiwijaya, Raja terakhir Pajang, menyerahkan kontinyuasi kepemimpinannya kepada anak angkatnya, Sutawijaya, dengan mendirikan Kerajaan (bukan Kesultanan) Mataram, maka saat itulah lahir Indonesia….
***
Syekh Jangkung (nama aslinya Saridin, sari-nya ad-Din), Pengelana yang dikisahkan dalam “Perahu Retak” adalah cucu murid Kanjeng Sunan Kalijaga melalui Sunan Kudus muridnya.
Ia memohon diperkenankan mengakselerasi perjuangan Sunan Kalijaga yang saat itu sudah sangat sepuh. Syekh Jangkung mencoba melakukan recovery dan rekonstruksi kepribadian Islam Nusantara melalui Raden Mas Kalong (kalong: pengelana), putra sulung Pangeran Benowo, seorang yang seharusnya memegang kuasa untuk mengembalikan etos Demak di ujung Pajang.
Pangeran Benowo pergi menyingkir dari Kesultanan karena tidak tahan hati menyaksikan multi-konflik yang terus berlangsung dan makin parah. Sehingga kekuasaan kemudian dipegang oleh tokoh yang tidak berada pada garis nasab Majapahit (dan sempalan inilah yang kemudian menjadi Kraton Pakubuwanan dan Hamengkubuwanan yang masih ada sampai hari ini).
Syekh Jangkung mengajak Kalong berkeliling membangun Masyarakat Nusantara Baru, berusaha menyelesaikan berbagai konflik dengan metoda sebagaimana yang diajarkan secara sangat mendalam namun bijak oleh Kiai Kanjeng Sunan Kalijaga. Jangkung dan Kalong berusaha “memaiyahkan” Masyarakat Nusantara, namun jatah waktu kehidupan beliau tidak mencukupi, sebagaimana Sunan Kalijaga sendiri “seharusnya” berusia tiga kali lipat dari 126 tahun….
Mataram adalah Indonesia kecil yang “meresmikan” retakan-retakan mental dan cara berpikir Bangsa Nusantara. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Mataram besar yang memuncaki keretakan itu, sampai pada tahap bagaikan tiada lagi Nusantara ini, dari berbagai sudut pandang, cara pandang maupun jarak pandang.
Hari ini dan seterusnya, Anda semua para Jamaah Maiyah adalah Jangkung-Jangkung Kalong-Kalong yang sedang ditantang oleh sejarah…..
Muhammad Ainun Nadjib
Yogya 6 Mei 2012.
Dijumput dari: http://www.facebook.com/notes/buletin-maiyah-jatim/empat-retakan-jiwa-bangsa-nusantara-pengantar-man-untuk-bangbangwetan-mei-2012/10151649869435580
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Alexander
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Dahana
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.C. Andre Tanama
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A’an Jindan AS
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Lathif
Abdul Malik
Abdul Rauf Singkil
Abdul Walid
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adhitia Armitrianto
Adhy Rical
Adi Faridh
Adian Husaini
Adin
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adrizas
Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI
AF. Tuasikal
Afri Meldam
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agit Yogi Subandi
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Rakasiwi
Agus Sulton
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Aguslia Hidayah
AH J Khuzaini
Ah. Atok Illah
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Anshori
Ahmad Damanik
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Hasan MS
Ahmad Jauhari
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fiah
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Siddiq
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al-Fairish
Al-Ma'ruf I
Al-Ma'ruf II
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Ali Mahmudi Ch
Alia Swastika
Alvi Puspita
Alvin
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aming Aminoedhin
Ana Mustamin
Anam Rahus
Anas AG
Andhi Setyo Wibowo
Andi Gunawan
Andry Deblenk
Angela
Anggie Melianna
Anindita S. Thayf
Anis Ceha
Anitya Wahdini
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Nuris
Aprillia Ika
Arida Fadrus
Aridus
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Ariel Heryanto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Arwan
Aryo Wisanggeni
Aryo Wisanggeni Gentong
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Ashadi Ik
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Asro Kamal Rokan
Astrid Reza
Asvi Warman Adam
Atafras
Atok Witono
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azwar Nazir
Baca Puisi
Badrus Siroj
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bambang kempling
Bambang Riyanto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Bernarda Rurit
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bre Redana
Brunel University
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Jay Utomo
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Budi Setyarso
Budi Sp. Indrajati
Budiman S. Hartoyo
Budiman Sudjatmiko
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Choirul Rikzqa
Christian Heru Cahyo Saputro
Cover Buku
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dadang Widjanarko
Damiri Mahmud
Dani Fuadhillah
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Dati Wahyuni
Dawet Jabung Ponorogo
Dedykalee
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desa Glogok Karanggeneng Lamongan
Deshinta Arofah Dewi
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan
Dewi Anggraeni
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Didik Kusbiantoro
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Djulianto Susantio
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Dorothea Rosa Herliany
Dr Andi Irawan
Dr Siti Muti’ah Setiawati
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Drs. Solihin
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo Maksum
Dyah Ayu Fitriana
Eddi Koben
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy Apriyanto Sudiyono
Edy Firmansyah
Edy Susanto
Efri Ritonga
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hartono
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
El Sahra Mahendra
Elita Sitorini
Elly Trisnawati
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Em. Syuhada'
Emha Ainun Nadjib
Encep Abdullah
Eni Sulistiyawati
Eny Rose
Esai
Ester Lince Napitupulu
Etik Widya
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathan Mubarak
Fathul Qodir
Fathul Qorib
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Seni Surabaya 2011
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fikri. MS
Fiqih Arfani
Firman Daeva
Forum Lingkar Pena Lamongan
Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L)
Forum Santri Nasional
Forum Santri Nasional (FSN)
Free Hearty
Galuh Tulus Utama
Gandis Uka
Ganug Nugroho Adi
Gedung Sabudga UNISDA Lamongan
Gendut Riyanto
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Pratama
Glenn Fredly
Goenawan Mohamad
Golput
Gombloh
Gombloh (1948 – 1988)
Grathia Pitaloka
Gugun el-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hafis Azhari
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamid Dabashi
Han Gagas
Hardi Hamzah
Hari Prasetyo
Haris Del Hakim
Haris Saputra
Hary B Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Hendro Situmorang
Henri Nurcahyo
Henry H Loupias
Hera Khaerani
Heri CS
Heri Kris
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Kuntoyo
Heru Kurniawan
Hikmat Darmawan
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humaidi
Humam S Chudori
I Made Asdhiana
I Nyoman Suaka
I. B. Putera Manuaba
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ichwan Prasetyo
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ilham Safutra
Ilham Wancoko
Imam Munadjat
Imam Nawawi
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Herdiana
Imron Arlado
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indigo Art Space Madiun
Indra Tjahyadi
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Iqmal Tahir
Is Faridatul Arifah
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Isra’ Mi’raj
Iswadi Pratama
Iswara N Raditya
Iva Titin Shovia
Iwan Awaluddin Yusuf
Iwan Gunadi
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Jansen Sinamo
Janu Jolang
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jemie Simatupang
Jenny Ang
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jl Simo
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Joko Budhiarto
Joko Sadewo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jones Gultom
Joni Ariadinata
Joresan Mlarak Ponorogo
Joseph E. Stiglitz
Jual Buku Paket Hemat
Junus Satrio
Jurnalisme Sastra
K. Hirzuddin Hasbullah
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma’ruf Amin
K.H. Masrikhan Asy'ari
K.H. Mudzakir Ma'ruf
Kadjie MM
Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad
Kang Daniel
Karanggeneng
Kartika Foundation
Kasanwikrama
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kekal Hamdani
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Kesenian
KH. M. Najib Muhammad
KH. Ma'ruf Amin
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Anwar
Khoirul Inayah
Khoirul Naim
Khoirul Rosyadi
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Koko Sudarsono
Komaruddin Hidayat
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA)
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kopuisi
Korban Gempa di Lombok
Kospela
KPRI IKMAL Lamongan
Kris Razianto Mada
Kritik Sastra
Kurnia Sari Aziza
Kurniawan
Kusni Kasdut
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
Lagu
Laili Rahmawati
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lan Fang
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Latif Fianto
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Listiyono Santoso
Liya Izzatul Iffah
Liza Wahyuninto
Lucky Aditya Ramadhan
Ludruk Jawa Timur
Lukisan
Lukman Alm
Lukman Santoso Az
Luqman Almishr
Lustantini Septiningsih
Lutfi S. Mendut
Lynglieastrid Isabellita
M Ismail
M Zainuddin
M. Afif Hasbullah
M. Faizi
M. Iqbal Dawami
M. Irfan Hidayatullah
M. Latief
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Mushthafa
M. Riza Fahlevi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Maghfur Munif
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahwi Air Tawar
Majelis Ulama Indonesia
Makalah Tinjauan Ilmiah
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Marjohan
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Hatch
Marwan Ja'far
Marwita Oktaviana
Marzuki Mustamar
Mashuri
Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar
Masuki M. Astro
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Max Arifin
Maya Handhini
Mbah Kalbakal
Medco
Media Jawa Timur
Medri Osno
Mega Vristian
Mei Anjar Wintolo
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
Mentari Meida
Mh Zaelani Tammaka
Michael Gunadi Widjaja
Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno)
Misbahul Huda
Misbahus Surur
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh Samsul Arifin
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Afifi
Mohammad Rafi Azzamy
Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ghannoe
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Rain
Muhammad Taufik
Muhammad Yasir
Muhammad Zia Ulhaq
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukhsin Amar
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Mun'im Sirry
Muntamah Cendani
Museum Bikon Blewut Ledalero
Musfarayani
Musfi Efrizal
Musyayana
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nabi Adam
Nanang Fahrudin
Nandang Darana
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Ni Luh Made Pertiwi F
Nindya Herdianti
Ninin Nurzalina Wati
Nitis Sahpeni
Nono Anwar Makarim
Noor H. Dee
Noorsam
Noval Jubbek
Novel Pekik
Novianti Setuningsih
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nur Hamzah
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nuswantoro
Nyimas
Nyoman Tingkat
Obrolan
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Opini
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Pameran Seni Rupa
Panda MT Siallagan
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Saron
Pelukis Senior Tarmuzie
Pendidikan
Penerbit SastraSewu
Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Pengajian
Pengetahuan
Perang
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pesantren Kampung Inggris
Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011
Petrik Matanasi
Pilang Tejoasri Laren Lamongan
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pilkada
Piramid Giza
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pradana Boy ZTF
Pradaningrum Mijarto
Pramoedya Ananta Toer
Prih Prawesti Febriani
Pringadi AS
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Hartanto
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Puspita Rose
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Satria Kusuma
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.Ng. Ronggowarsito
Rabdul Rohim
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sazaly
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Rengga AP
Reni Lismawati
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Riadi Ngasiran
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Rieke Diah Pitaloka
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rizka Halida
Rizky Putri Pratimi
Robin Al Kautsar
Rocky Gerung
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohmad Hadiwijoyo
Rohmah Maulidia
Rohman Abdullah
Rojiful Mamduh
Rosdiansyah
Rosi
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rumah Budaya Pantura Lamongan
Rumah Literasi
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Saifur Rohman
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Sardono W Kusumo
Sartika Sari
Sarworo Sp
Sastra Facebook
Satmoko Budi Santoso
Satrio Lintang
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Savidapius
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
SelaSAstra Boenga Ketjil
SelaSAstra Boenga Ketjil #23
SelaSAstra Boenga Ketjil #24
Seni Ambeng Ponorogo
Senirupa
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Shofiyatuz Zahroh
Shohebul Umam JR
Sholihul Huda
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Silfia Hanani
Sindu Putra
Sita Planasari Aquadini
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Hadi Purnomo
Soediro Satoto
Soegiharto
Soeprijadi Tomodihardjo
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sreismitha Wungkul
Sri Igustin
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Sriyanto Danoesiswoyo
Stefanus P. Elu
Stevani Elisabeth
STKIP PGRI Ponorogo
Student Center Kampus ISI Yogyakarta
Subagio Sastrowardoyo
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Ariyadi
Sukitman
Sumenep
Sumiati Anastasia
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungelebak
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Suyadi San
Syafrizal Sahrun
Syaifuddin Gani
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Syamsul Arifin
Syamsul Rizal
Syi'ir
Syifa Amori
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajuddin Noor Ganie
Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar
TanahmeraH ArtSpace
Tarpin A. Nasri
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teater Air
Teater Bias
Teater Biru
Teater Cepak
Teater Dua
Teater Kanjeng
Teater Lingkar Merah Putih
Teater Mikro
Teater nDrinDinG
Teater Nusa
Teater Padi
Teater Roda UNISDA Lamongan
Teater Sakalintang
Teater Tali Mama
Teater Taman
Teater Tawon
Teater Tewol
Teguh LR
Temu Karya Teater Jawa Timur XXI
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Teori Darwin
Teori Fisika Hawking
Tgk Abdullah Lam U
Tharie Rietha
The Ibrahim Hosen Institute
Theresia Purbandini
Thomas Koten
Tien Rostini
Timur Arif Riyadi
Tjahjono Widarmanto
Tjut Zakiyah Anshari
Toeti Adhitama
Tosa Poetra
Tri Andhi S
Triyanto triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tutut Herlina
Ucu Agustin
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Jember
Usman Arrumy
Ustadz Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Vassilisa Agata
Veven Sp. Wardhana
Viddy AD Daery
Video
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vita Devi Ajeng Pratiwi
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wakos R. Gautama
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Suryandoko
William Shakespeare
Wisnu Kisawa
Wiwik Widiyati
Wong Wing King
Wuri Kartiasih
Y. Wibowo
Yayasan Thoriqotul Hidayah 1
Yayat R. Cipasang
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yulianto
Yuliawati
Yunanto Sutyastomo
Yunus Supriyanto
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf AN
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Yuyuk Sugarman
Z. Mustopa
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zarra Martsella
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zen Hae
Zii
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar