Memasyarakatkan Kembali Naskah Lakon Realis
Sumber: http://jogjanews.com/
Kelompokk Teater Gandrik membacakan naskah Lakon Senja Dengan Dua Kelelawar karya Kirdjomulyo 91957) dalam Indonesia Dramatic Reading Festival 2010 di Lembaga Indonesia Perancis (LIP), Senin (6/12).
Setelah tertunda satu bulan akibat erupsi Gunung Merapi, kegiatan Indonesia Dramatic Reading Festival (IDRD) atau Festival Pembacaan Naskah Lakon 2010 kembali digelar di Lembaga Indonesia Perancis (LIP). IDRF 2010 ini semula direncanakan dilaksanakan 3-5 November 2010.
Namun pelaksanaan hari terakhir ditunda akibat erupsi besar Gunung Merapi yang membuat hujan.
IDRF 2010 yang dilakukan senin (6/12) lalu adalah pengganti dari pelaksanaan IDRF 2010 pada Jum’at (5/11).
Senin malam itu, tampil dua kelompok teater yang sangat populer keberadaannya tidak hanya di Yogyakarta tapi juga tanah air, Teater Gandrik dan Teater Garasi.
Teater Gandrik sebagai kelompok teater lawas dengan karakter yang sangat menghibur tampil pertama dengan membacakan naskah berjudul Senja Dengan Dua Kelelawar yang diciptakan Kirdjomulyo (1957). Sementara Teater Garasi dengan karakter individual yang kuat membacakan naskah Sari Jeli Almond karya Wishing Cong (2000).
Pelaksanaan IDRF 2010 dilaksanakan di dua kota yaitu Yogyakarta dan Jakarta. Pada 3 November 2010, telah dibacakan naskah Lelakon Raden Bei Surio Retno (F Wiggers) oleh Teater Gardanalla serta naskah berjudul Keok karya Ibed Surgana Yuga.
Kemudian pada 4 November dibacakan naskah lakon Kawan Tidur (Hanna Fransisca) yang dibacakan Saturday Acting Club. Tampil pula pembacaan naskah lakon yang dilakukan Galatama Teater Jogja 2010 yang membacakan karya Andri Nur Latief berjudul Biar Kutulis Untukmu Sebuah Puisi Jelek yang Lain.
Sementara di Jakarta, IDRF 2010 diselenggarakan di Hall The Japan Foundation Jakarta dari 24-26 November 2010 dengan menampilkan enam naskah lakon dari penulis Indonesia dan luar negeri. Rabu (24/11) dibacakan naskah Lelakon Raden Bei Surio Retno (F Wiggers) oleh Teater Koma. Sementara Lab (laboratorium) Teater Sahid menbacakan naskah Loteng karya Yoji Sakate dari Jepang.
Kemudian Kamis (25/11) dibacakan dua naskah lakon yaitu Kawan Tidur ciptaan Hanna Fransisca dan naskah Sari Jeli Almond karya Wishing Chong dari Jepang. Sementara pada Jum’at (26/11) dibacakan naskah lakon Citra karya Usmar Ismail oleh Teater Tetas dan dr Resurrecion (Akan Menyembuhkan Bangsa) karya Layeta Bucoy dari Philipina oleh Teater Koma.
Penata Program IDRF Gunawan Maryanto menerangkan IDRF 2010 adalah festival pembacaan naskah lakon berbahasa Indonesia sebagai upaya mengenalkan naskah-naskah lakon terbaru kepada masyarakat yang lebih luas.
“IDRF adalah ajang bertemu, berdiskusi, dan mengenalkan naskah lakon terbarunya. IDRF juga bisa dijadikan jembatan antara penulis naskah dengan sutradara, kelompok teater dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mementaskannya,” terang Gunawan Maryanto.
Indonesia Dramatic Reading Festival 2010 mengangkat tema “Melihat Kembali Drama Realis Indonesia”. Tema ini diharapkan bisa mengingatkan masyarakat terhadap sejarah perkembangan naskah lakon realis di Indonesia.
Menurut Gunawan Maryanto, naskah lakon realis muncul di Indonesia sebagai upaya penulis drama waktu (awal abad 20) itu untuk melepaskan diri dari tradisi lisan dalam pertunjukan-pertunjukan di berbagai wilayah di Indonesia waktu itu serta tema-tema pertunjukan yang dianggap tidak membumi
Dalam booklet IDRF 2010, disampaikan keterangan penulis buku drama Kwee Tek Hoay (yang menulis buku Korbannya Kong Ek tahun 1926) menyebutkan bahwa dirinya ingin mengungkapkan peristiwa “yang sebetulnya”.
Kwee Tek Hoay, pengagum Ibsen, bapak drama realis. Kwee Tek Hoay lalu menulis Allah yang Palsu pada tahun 1919. Naskah Kwee Tek Hoay ini disebut bukan naskah lakon realis pertama di Indonesia. Lakon Lelakon Raden Bei Surio Retno yang ditulis F Wiggers yang juga mengangkat gaya realis.
“Maka melalui IDRF 2010 ini kiranya tepat untuk melihat perkembangan naskah lakon realis terkini,” kata anggota Teater Garasi ini. (Jogjanews.com/joe)
Sumber: http://jogjanews.com/
Kelompokk Teater Gandrik membacakan naskah Lakon Senja Dengan Dua Kelelawar karya Kirdjomulyo 91957) dalam Indonesia Dramatic Reading Festival 2010 di Lembaga Indonesia Perancis (LIP), Senin (6/12).
Setelah tertunda satu bulan akibat erupsi Gunung Merapi, kegiatan Indonesia Dramatic Reading Festival (IDRD) atau Festival Pembacaan Naskah Lakon 2010 kembali digelar di Lembaga Indonesia Perancis (LIP). IDRF 2010 ini semula direncanakan dilaksanakan 3-5 November 2010.
Namun pelaksanaan hari terakhir ditunda akibat erupsi besar Gunung Merapi yang membuat hujan.
IDRF 2010 yang dilakukan senin (6/12) lalu adalah pengganti dari pelaksanaan IDRF 2010 pada Jum’at (5/11).
Senin malam itu, tampil dua kelompok teater yang sangat populer keberadaannya tidak hanya di Yogyakarta tapi juga tanah air, Teater Gandrik dan Teater Garasi.
Teater Gandrik sebagai kelompok teater lawas dengan karakter yang sangat menghibur tampil pertama dengan membacakan naskah berjudul Senja Dengan Dua Kelelawar yang diciptakan Kirdjomulyo (1957). Sementara Teater Garasi dengan karakter individual yang kuat membacakan naskah Sari Jeli Almond karya Wishing Cong (2000).
Pelaksanaan IDRF 2010 dilaksanakan di dua kota yaitu Yogyakarta dan Jakarta. Pada 3 November 2010, telah dibacakan naskah Lelakon Raden Bei Surio Retno (F Wiggers) oleh Teater Gardanalla serta naskah berjudul Keok karya Ibed Surgana Yuga.
Kemudian pada 4 November dibacakan naskah lakon Kawan Tidur (Hanna Fransisca) yang dibacakan Saturday Acting Club. Tampil pula pembacaan naskah lakon yang dilakukan Galatama Teater Jogja 2010 yang membacakan karya Andri Nur Latief berjudul Biar Kutulis Untukmu Sebuah Puisi Jelek yang Lain.
Sementara di Jakarta, IDRF 2010 diselenggarakan di Hall The Japan Foundation Jakarta dari 24-26 November 2010 dengan menampilkan enam naskah lakon dari penulis Indonesia dan luar negeri. Rabu (24/11) dibacakan naskah Lelakon Raden Bei Surio Retno (F Wiggers) oleh Teater Koma. Sementara Lab (laboratorium) Teater Sahid menbacakan naskah Loteng karya Yoji Sakate dari Jepang.
Kemudian Kamis (25/11) dibacakan dua naskah lakon yaitu Kawan Tidur ciptaan Hanna Fransisca dan naskah Sari Jeli Almond karya Wishing Chong dari Jepang. Sementara pada Jum’at (26/11) dibacakan naskah lakon Citra karya Usmar Ismail oleh Teater Tetas dan dr Resurrecion (Akan Menyembuhkan Bangsa) karya Layeta Bucoy dari Philipina oleh Teater Koma.
Penata Program IDRF Gunawan Maryanto menerangkan IDRF 2010 adalah festival pembacaan naskah lakon berbahasa Indonesia sebagai upaya mengenalkan naskah-naskah lakon terbaru kepada masyarakat yang lebih luas.
“IDRF adalah ajang bertemu, berdiskusi, dan mengenalkan naskah lakon terbarunya. IDRF juga bisa dijadikan jembatan antara penulis naskah dengan sutradara, kelompok teater dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mementaskannya,” terang Gunawan Maryanto.
Indonesia Dramatic Reading Festival 2010 mengangkat tema “Melihat Kembali Drama Realis Indonesia”. Tema ini diharapkan bisa mengingatkan masyarakat terhadap sejarah perkembangan naskah lakon realis di Indonesia.
Menurut Gunawan Maryanto, naskah lakon realis muncul di Indonesia sebagai upaya penulis drama waktu (awal abad 20) itu untuk melepaskan diri dari tradisi lisan dalam pertunjukan-pertunjukan di berbagai wilayah di Indonesia waktu itu serta tema-tema pertunjukan yang dianggap tidak membumi
Dalam booklet IDRF 2010, disampaikan keterangan penulis buku drama Kwee Tek Hoay (yang menulis buku Korbannya Kong Ek tahun 1926) menyebutkan bahwa dirinya ingin mengungkapkan peristiwa “yang sebetulnya”.
Kwee Tek Hoay, pengagum Ibsen, bapak drama realis. Kwee Tek Hoay lalu menulis Allah yang Palsu pada tahun 1919. Naskah Kwee Tek Hoay ini disebut bukan naskah lakon realis pertama di Indonesia. Lakon Lelakon Raden Bei Surio Retno yang ditulis F Wiggers yang juga mengangkat gaya realis.
“Maka melalui IDRF 2010 ini kiranya tepat untuk melihat perkembangan naskah lakon realis terkini,” kata anggota Teater Garasi ini. (Jogjanews.com/joe)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar