Nurel Javissyarqi
Totalitas ampuh menggerakkan seluruh tubuh dan jiwa, memancarkan sorot tajam ke segenap penjuru panca indra para insan. Laksana tersedot magnetik, partikel-partikel berbaur mencipta gugusan kesadaran, melampaui hari-hari bangkitkan aura terang, kian sumringah di mana pun sampainya.
Menggempur batu-batu kemalasan, membasmi keminderan, menghardik kepicikan melalui membaca, menyimak ladang kemungkinan. Merangsek kendali fikir menancapi tiang-tiang pancang fitroh diugemi berkeseluruhan hidup bergema. Kumandang lakon-lakon dimainkan, di kedalaman ceruk kehidupan.
Rodli TL, teaterawan jebolan UNEJ, kukira sangat berjasa di dunia teater dewasa ini di Lamongan. Yang lain dilingkup kota Mbah Lamong hanya mengaku-aku senior, tetapi jarang berkesenian, perannya sehangat kucing membina komunitas, kembang-kempis mengikuti musim-musim.
Sedangkan ia merambah sampai masyarakat awam teater di desanya yang berbau kental ajaran Islam, lewat pelbagai pendekatan sejarah kesusastraan dimasa Rasulullah SAW misalnya. Ia salah satu penggerak, sehingga komunitas-komunitas teater makin semarak, sedari sejarah perteateran.
Dosen UNISDA itu, setiap hari disibukkan mendidik anak-anak melalui kursus bahasa Inggris, disamping membina teater anak Sang Bala. Ia juga seorang novelis, novelnya “Dazedlove,” Reportoar Mahasiswi Demonstran, terbit tahun 2006, tidak luput menulis naskah-naskah drama, cerpen &ll.
Awal kehadirannya kuragukan, tapi semenjak mendirikan rumah dibentuk panggung teater, tiada keraguan sekali pun padanya. Ini kukira menjawab kekurangan pemerintahan Lamongan, yang dulu berjanji mendirikan Gedung Kesenian, tapi masih dalam angan sampai sekarang.
Pada acara International Teacher Art Award 2008, diselenggarakan Pusat Pembinaan Pengembangan Pendidik Tenaga Kependidikan Seni Budaya Yogyakarta. SDN Canditunggal mengusung pertunjukan “Past Game” karya Rodli TL, menyabet double winner, terbaik internasional tingkat SD, SLTP, dan mendapat penghargaan Guru Berprestasi dari Mendiknas.
Prestasinya terulang di Festival Seni Internasional III, karya terbaik I kategori guru Seni Budaya tingkat Sekolah Dasar. Kala mementaskan “Kaum Klepto” dihadapan ratusan penonton di auditorium pertunjukan PPPPTK-SB, 3 Agustus 2010. Menyisikan komunitas teater dari USA, Perancis, Belanda, Jepang, Tailand, Inggris, Gambia, Malaysia dan negara-negara lain. Namun sayang pemerintahan Lamongan, belum menaruh perhatian pada komunitas teater Sang Bala.
Sebab semangatnya murni dari kalbu terdalam, terus menggeliati waktu perubahan. Dan jejak langkahnya menggiurkan para teaterawan, menambah matang sikapnya di dalam dunia teater. Mendirikan rumah panggung teater, demi mengukuhkan mentalitas komunitas teater yang ada di Lamongan, Gersik, dan kota sekitarnya.
Ia pantas dijadikan cermin terbaik atas keterbatasan mengelilinginya. Tak memiliki laboratorium memadai, menjelma pemicu membaktikan seluruh jiwa raganya. Totalitas tersebut, tidak lebih pantulan proses kreatif semasa jadi mahasiswa di kota Jember, dan beberapa lawatannya.
Aku teringat menaiki motor berdua ke Jember, diriku diperkenalkan teaterawan sekaligus sutradara muda; Tomtom. Selanjutnya mementaskan naskahku bertitel “Zaitun; Cahaya di atas Cahaya” di kampus UNEJ dan IAIN Surabaya, garapan “Teater Tiang” di bulan Juli 2007.
Ingatanku memusat di alun-alun kota Lamongan, awal tahun 2006. Di sana letak kami biasa berkumpul; Haris del Hakim, AS Sumbawi, Anis CH, Rodli TL, Imamuddin SA, Syaiful Anam Assyaibani. Setidaknya dari situ, pernah membuahkan sesuatu meski tidak bertahan lama;
Majalah “Gerbang Massa,” “Jurnal Sastra Timur Jauh,” terakhir “Jurnal Kebudayaan The Sandour,” semua tebal digerus watak percepatan dunia penulisan di bawah kaki-kaki kami masih belia. Selain mengadakan kegiatan sastra ke pesantren, sekolahan; ajang bedah buku, lomba karya cipta, yang sempat berjalan “Van Der Wijck Award.”
Sebelum hengkang demi mentafakkuri nasib masing-masing diri, kami sempat membuat blog beralamat http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/ dan perpisahan atau jarak tersebut, lebih mengukuhkan badan-badan pribadi menuju takdir yang menempa;
Anis CH hijrah ke Gersik mengajar, AS Sumbawi merantau, meneruskan pendidikan di kota Malang, Haris del Hakim ke kota pahlawan Surabaya. Hanya sesekali bersapa di dunia maya, ataupun bertemu di acara sastra pula menghadiri pementasan teater;
Imamuddin SA, Syaiful Anam Assyaibani atau Javed, disibukkan mengajar, sehingga perjumpaan guyub di atas melempem. Tetapi jiwa kami terus menyala, mematangkan diri meski tak kerap bertatap muka. Demikian keakrapan kami bersama teaterawan kita, lantas kini kufokuskan kepadanya:
Kepiawaian Rodli TL berolah tubuh dan menebarkan kata-kata di panggung, tidak kuragukan sejak awal. Raganya mampu dijelmakan seair menggemai decak ombak, lewati ritme tertentu melalui jari-jemarinya. Kadang seangin lentur, tarian disusupi keindahan musik jiwanya, keseluruhan sampai walau sedikit menggeser kakinya.
Itulah pantulan dirinya mengerami ketabahan bermeditasi di dalam ruangan jiwa, membentengi kesemangatan berkesabaran purna. Sehingga tak lewar, dan hampir gerak-geriknya dihitung, reflek sekalipun terpampang mawah, sedari terbitkan matahari ketekunan. Serupa tiap persendian kata, sedang kalimah membahana, mengarungi sampan kehendak terdalam, dari lakon yang dicanangkan.
Sedikit sekali aku temukan orang sekualitas dirinya. Hanya khusyukkan profesi, ringan berkorban demi pengetahuan masa depan, diberkahi keajaiban. Bayangan ini mengingatkan aku pada sosok teaterawan kota Lampung, Iswadi Pratama; pengalaman melimpahi hidup, menaburi benih berharga teruntuk sesamanya menjadi berkah.
Aku dengar pemerintahan JaTim mulai melirik prestasinya, ialah pantas. Setidaknya Gedung Pertunjukan Teater “Sang Bala” didirikannya, membuktikan keseriusannya berkesenian, yang kerap dibuat ajang pentas para teaterawan, seperti di Hari Teater Sedunia, 27 Maret 2011 lalu.
Berjubel orang datang menyaksikan para teaterawan menampilkan karya-karyanya, lebih menggetarkan warga kampung turut menikmati, meski disambut rintikan gerimis. Kembang perjuangan ini, bebuah gerilyanya memasyarakatkan teater di desa Candi Tunggal, Kalitengah.
Malam sakral tersebut, komunitas-komunitas teater sekitar Lamongan memeriahkan panggung Sang Bala, yang letaknya jauh dari kota. Di pelosok desa dengan jalan aspal rusak parah, tetap antusias mengunjungi dan saling berbagi pengetahuan.
Acaranya: “Teater Anak Sang Bala” dengan lakon “Kaum Klepto,” Sutradara Rodli TL, “Teater Kotak Hitam” mementaskan naskah bertitel “Membunuh Hayalan” Pimpinan kelompok ini Ubaidilah. Teater “Lata” memanggungkan “Segitiga Setan,” Sutradara Welly KS, “Teater 99” memainkan karyanya “Keris 7 Lengkok” Sutradara Sarkadek.
“Teater Pembuat Sejarah” menyuguhkan “Nasihat Abah,” atas Sutradara Godek, “Teater Nafas Kata,” menampilkan “Anak Angin,” sedang “Teater Roda” membawakan “Suatu Waktu Hidup Seorang Aktor.” “Komunitas Teater Almazr” naskah lakon “Lam Yasyhur,” Sutradara Roki, terakhir “Pantomim Psikopat” oleh Arif STKW. Maka semoga perteateran di Lamongan kian dahsyat, atas jiwa-jiwa muda memerdekakan bangsa, amin.
Totalitas ampuh menggerakkan seluruh tubuh dan jiwa, memancarkan sorot tajam ke segenap penjuru panca indra para insan. Laksana tersedot magnetik, partikel-partikel berbaur mencipta gugusan kesadaran, melampaui hari-hari bangkitkan aura terang, kian sumringah di mana pun sampainya.
Menggempur batu-batu kemalasan, membasmi keminderan, menghardik kepicikan melalui membaca, menyimak ladang kemungkinan. Merangsek kendali fikir menancapi tiang-tiang pancang fitroh diugemi berkeseluruhan hidup bergema. Kumandang lakon-lakon dimainkan, di kedalaman ceruk kehidupan.
Rodli TL, teaterawan jebolan UNEJ, kukira sangat berjasa di dunia teater dewasa ini di Lamongan. Yang lain dilingkup kota Mbah Lamong hanya mengaku-aku senior, tetapi jarang berkesenian, perannya sehangat kucing membina komunitas, kembang-kempis mengikuti musim-musim.
Sedangkan ia merambah sampai masyarakat awam teater di desanya yang berbau kental ajaran Islam, lewat pelbagai pendekatan sejarah kesusastraan dimasa Rasulullah SAW misalnya. Ia salah satu penggerak, sehingga komunitas-komunitas teater makin semarak, sedari sejarah perteateran.
Dosen UNISDA itu, setiap hari disibukkan mendidik anak-anak melalui kursus bahasa Inggris, disamping membina teater anak Sang Bala. Ia juga seorang novelis, novelnya “Dazedlove,” Reportoar Mahasiswi Demonstran, terbit tahun 2006, tidak luput menulis naskah-naskah drama, cerpen &ll.
Awal kehadirannya kuragukan, tapi semenjak mendirikan rumah dibentuk panggung teater, tiada keraguan sekali pun padanya. Ini kukira menjawab kekurangan pemerintahan Lamongan, yang dulu berjanji mendirikan Gedung Kesenian, tapi masih dalam angan sampai sekarang.
Pada acara International Teacher Art Award 2008, diselenggarakan Pusat Pembinaan Pengembangan Pendidik Tenaga Kependidikan Seni Budaya Yogyakarta. SDN Canditunggal mengusung pertunjukan “Past Game” karya Rodli TL, menyabet double winner, terbaik internasional tingkat SD, SLTP, dan mendapat penghargaan Guru Berprestasi dari Mendiknas.
Prestasinya terulang di Festival Seni Internasional III, karya terbaik I kategori guru Seni Budaya tingkat Sekolah Dasar. Kala mementaskan “Kaum Klepto” dihadapan ratusan penonton di auditorium pertunjukan PPPPTK-SB, 3 Agustus 2010. Menyisikan komunitas teater dari USA, Perancis, Belanda, Jepang, Tailand, Inggris, Gambia, Malaysia dan negara-negara lain. Namun sayang pemerintahan Lamongan, belum menaruh perhatian pada komunitas teater Sang Bala.
Sebab semangatnya murni dari kalbu terdalam, terus menggeliati waktu perubahan. Dan jejak langkahnya menggiurkan para teaterawan, menambah matang sikapnya di dalam dunia teater. Mendirikan rumah panggung teater, demi mengukuhkan mentalitas komunitas teater yang ada di Lamongan, Gersik, dan kota sekitarnya.
Ia pantas dijadikan cermin terbaik atas keterbatasan mengelilinginya. Tak memiliki laboratorium memadai, menjelma pemicu membaktikan seluruh jiwa raganya. Totalitas tersebut, tidak lebih pantulan proses kreatif semasa jadi mahasiswa di kota Jember, dan beberapa lawatannya.
Aku teringat menaiki motor berdua ke Jember, diriku diperkenalkan teaterawan sekaligus sutradara muda; Tomtom. Selanjutnya mementaskan naskahku bertitel “Zaitun; Cahaya di atas Cahaya” di kampus UNEJ dan IAIN Surabaya, garapan “Teater Tiang” di bulan Juli 2007.
Ingatanku memusat di alun-alun kota Lamongan, awal tahun 2006. Di sana letak kami biasa berkumpul; Haris del Hakim, AS Sumbawi, Anis CH, Rodli TL, Imamuddin SA, Syaiful Anam Assyaibani. Setidaknya dari situ, pernah membuahkan sesuatu meski tidak bertahan lama;
Majalah “Gerbang Massa,” “Jurnal Sastra Timur Jauh,” terakhir “Jurnal Kebudayaan The Sandour,” semua tebal digerus watak percepatan dunia penulisan di bawah kaki-kaki kami masih belia. Selain mengadakan kegiatan sastra ke pesantren, sekolahan; ajang bedah buku, lomba karya cipta, yang sempat berjalan “Van Der Wijck Award.”
Sebelum hengkang demi mentafakkuri nasib masing-masing diri, kami sempat membuat blog beralamat http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/ dan perpisahan atau jarak tersebut, lebih mengukuhkan badan-badan pribadi menuju takdir yang menempa;
Anis CH hijrah ke Gersik mengajar, AS Sumbawi merantau, meneruskan pendidikan di kota Malang, Haris del Hakim ke kota pahlawan Surabaya. Hanya sesekali bersapa di dunia maya, ataupun bertemu di acara sastra pula menghadiri pementasan teater;
Imamuddin SA, Syaiful Anam Assyaibani atau Javed, disibukkan mengajar, sehingga perjumpaan guyub di atas melempem. Tetapi jiwa kami terus menyala, mematangkan diri meski tak kerap bertatap muka. Demikian keakrapan kami bersama teaterawan kita, lantas kini kufokuskan kepadanya:
Kepiawaian Rodli TL berolah tubuh dan menebarkan kata-kata di panggung, tidak kuragukan sejak awal. Raganya mampu dijelmakan seair menggemai decak ombak, lewati ritme tertentu melalui jari-jemarinya. Kadang seangin lentur, tarian disusupi keindahan musik jiwanya, keseluruhan sampai walau sedikit menggeser kakinya.
Itulah pantulan dirinya mengerami ketabahan bermeditasi di dalam ruangan jiwa, membentengi kesemangatan berkesabaran purna. Sehingga tak lewar, dan hampir gerak-geriknya dihitung, reflek sekalipun terpampang mawah, sedari terbitkan matahari ketekunan. Serupa tiap persendian kata, sedang kalimah membahana, mengarungi sampan kehendak terdalam, dari lakon yang dicanangkan.
Sedikit sekali aku temukan orang sekualitas dirinya. Hanya khusyukkan profesi, ringan berkorban demi pengetahuan masa depan, diberkahi keajaiban. Bayangan ini mengingatkan aku pada sosok teaterawan kota Lampung, Iswadi Pratama; pengalaman melimpahi hidup, menaburi benih berharga teruntuk sesamanya menjadi berkah.
Aku dengar pemerintahan JaTim mulai melirik prestasinya, ialah pantas. Setidaknya Gedung Pertunjukan Teater “Sang Bala” didirikannya, membuktikan keseriusannya berkesenian, yang kerap dibuat ajang pentas para teaterawan, seperti di Hari Teater Sedunia, 27 Maret 2011 lalu.
Berjubel orang datang menyaksikan para teaterawan menampilkan karya-karyanya, lebih menggetarkan warga kampung turut menikmati, meski disambut rintikan gerimis. Kembang perjuangan ini, bebuah gerilyanya memasyarakatkan teater di desa Candi Tunggal, Kalitengah.
Malam sakral tersebut, komunitas-komunitas teater sekitar Lamongan memeriahkan panggung Sang Bala, yang letaknya jauh dari kota. Di pelosok desa dengan jalan aspal rusak parah, tetap antusias mengunjungi dan saling berbagi pengetahuan.
Acaranya: “Teater Anak Sang Bala” dengan lakon “Kaum Klepto,” Sutradara Rodli TL, “Teater Kotak Hitam” mementaskan naskah bertitel “Membunuh Hayalan” Pimpinan kelompok ini Ubaidilah. Teater “Lata” memanggungkan “Segitiga Setan,” Sutradara Welly KS, “Teater 99” memainkan karyanya “Keris 7 Lengkok” Sutradara Sarkadek.
“Teater Pembuat Sejarah” menyuguhkan “Nasihat Abah,” atas Sutradara Godek, “Teater Nafas Kata,” menampilkan “Anak Angin,” sedang “Teater Roda” membawakan “Suatu Waktu Hidup Seorang Aktor.” “Komunitas Teater Almazr” naskah lakon “Lam Yasyhur,” Sutradara Roki, terakhir “Pantomim Psikopat” oleh Arif STKW. Maka semoga perteateran di Lamongan kian dahsyat, atas jiwa-jiwa muda memerdekakan bangsa, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar