BALADA JUMILAH
Jumilah telah renta raganya
tetes embun dari matanya
keriput putih kulitnya;
Jumilah janda kinang, bekas kembang desa.
Jumilah menangis merindu di beranda,
menunggu anak lanang yang ke tanah orang
ia duduk di puntu seraya menumpu wajah;
anak kan datang ditunggu di tepi lawang.
Jumilah tak makan badan keronkongan
wajah kusam Jumilah muram masam
semburat kerinduan puncak danau
kasih kemarau.
Anak semata wayang tak pulang,
hati Jumilah semakin meradang;
bayi lanang dibesarkan hilang ditelan awan
pergi jauh ke sebrang cari uang
untuk Jumilah tersayang.
Anak tersayang datang pulang,
Jumilah pulang,
memeluk tanah di berpangkuan Tuhan.
AKU HINA
Aku duduk di tepi kali
merenung berteman air, semilir angin
mengenang lambaian dedahan bambu
mengingat masa layang-layang tersaput dahan.
Berkecipak air atas sirip ikan kali
tertatih air mata, merogok sakit diri;
hanya menanti bijak masa kearifan badan
yang kini sedang tangisi nasib, tangis sesalan.
Orang-orang bersuka;
bertepuk tangan lebarkan muka
permainkan diri sebagai insan hina,
tak bertahta di mata mereka.
Bagai boneka dipermainkan manusia
hanya tangis jiwa merayu
menunggu sinar surya,
akan putaran waktu; aku tak lagi hina.
MALAM INI LEWAT RUMAHKU
Seperti malam-malam lalu
kali ini, dirimu lewat muka rumahku
dari kamar, ku dengar derap langkah kakimu
dan tapak suaranya di jalanan malam buta
membuka telinga rindu.
Telah ku kenal hatimu selalu tenang
di stasiun tua setia, tunggui diriku tiba
hingga saatnya kereta dan aku tak melajang.
Malam itu sepi terhias rintikan gerimis
hatiku teriris lampu-lampu jalanan tangis
di pintu, ku pandang kau tiada pun menepis
hanya malam gulita dampingi jiwaku terkikis.
Aku terdiam sendiri terpaku rindu menderu
menoleh kesana kemari hanya piluku berpeluh
moga kau mengerti, tangis itu mutiara bagimu;
lepas cerburu waktu, ku kan tetap menantimu
hingga kau setuju.
10 Maret 2006.
KISAH SEMALAM
Kasih semalam ada sisi nan sepi
sembunyi di kolong tempat tidurku;
usik kalbu, menyuru keluar ketuk pintumu
ajak ke taman mimpi, pandangi mawar biru;
berteman malam berkawan rembulan merindu
Sementara bola lampu antara rasa menyala
iri saksikan kita sedang bercanda berdua;
senantiasa kau belai, kau gerai rambutku
lama ku tatap wajah ayumu, dan kau
cuma tersenyum tersipu malu.
Ketika hembusan angin sembunyikan tubuhku
di pelukanmu, pasti kau tahu;
betapa bahagiku waktu itu,
dan jika semua itu
kau rekam dalam kesendirianmu.
Jumilah telah renta raganya
tetes embun dari matanya
keriput putih kulitnya;
Jumilah janda kinang, bekas kembang desa.
Jumilah menangis merindu di beranda,
menunggu anak lanang yang ke tanah orang
ia duduk di puntu seraya menumpu wajah;
anak kan datang ditunggu di tepi lawang.
Jumilah tak makan badan keronkongan
wajah kusam Jumilah muram masam
semburat kerinduan puncak danau
kasih kemarau.
Anak semata wayang tak pulang,
hati Jumilah semakin meradang;
bayi lanang dibesarkan hilang ditelan awan
pergi jauh ke sebrang cari uang
untuk Jumilah tersayang.
Anak tersayang datang pulang,
Jumilah pulang,
memeluk tanah di berpangkuan Tuhan.
AKU HINA
Aku duduk di tepi kali
merenung berteman air, semilir angin
mengenang lambaian dedahan bambu
mengingat masa layang-layang tersaput dahan.
Berkecipak air atas sirip ikan kali
tertatih air mata, merogok sakit diri;
hanya menanti bijak masa kearifan badan
yang kini sedang tangisi nasib, tangis sesalan.
Orang-orang bersuka;
bertepuk tangan lebarkan muka
permainkan diri sebagai insan hina,
tak bertahta di mata mereka.
Bagai boneka dipermainkan manusia
hanya tangis jiwa merayu
menunggu sinar surya,
akan putaran waktu; aku tak lagi hina.
MALAM INI LEWAT RUMAHKU
Seperti malam-malam lalu
kali ini, dirimu lewat muka rumahku
dari kamar, ku dengar derap langkah kakimu
dan tapak suaranya di jalanan malam buta
membuka telinga rindu.
Telah ku kenal hatimu selalu tenang
di stasiun tua setia, tunggui diriku tiba
hingga saatnya kereta dan aku tak melajang.
Malam itu sepi terhias rintikan gerimis
hatiku teriris lampu-lampu jalanan tangis
di pintu, ku pandang kau tiada pun menepis
hanya malam gulita dampingi jiwaku terkikis.
Aku terdiam sendiri terpaku rindu menderu
menoleh kesana kemari hanya piluku berpeluh
moga kau mengerti, tangis itu mutiara bagimu;
lepas cerburu waktu, ku kan tetap menantimu
hingga kau setuju.
10 Maret 2006.
KISAH SEMALAM
Kasih semalam ada sisi nan sepi
sembunyi di kolong tempat tidurku;
usik kalbu, menyuru keluar ketuk pintumu
ajak ke taman mimpi, pandangi mawar biru;
berteman malam berkawan rembulan merindu
Sementara bola lampu antara rasa menyala
iri saksikan kita sedang bercanda berdua;
senantiasa kau belai, kau gerai rambutku
lama ku tatap wajah ayumu, dan kau
cuma tersenyum tersipu malu.
Ketika hembusan angin sembunyikan tubuhku
di pelukanmu, pasti kau tahu;
betapa bahagiku waktu itu,
dan jika semua itu
kau rekam dalam kesendirianmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar