Muhammadun AS
http://www.riaupos.co.id/
Baru saja kita bersorak-ria merayakan kemenangan. Walaupun Idul Fitri diselenggarakan berbeda, tetapi kemenangan umat Islam tidak akan dibatasi oleh berbeda perayaaan.
Kemenangan diraih dengan berjabat tangan dan saling memaafkan untuk menggapai kembali sebuah harapan yang terpendar di benak kehidupan. Mencoba merakit gerak masa depan yang bisa menghadirkan kemenangan demi kemenangan bagi semua insan.
Kemenangan yang tidak hanya dinikmati segelintir orang, tetapi kemenangan yang bisa melejitkan gerak potensi manusia yang mau menjemput masa depan.
Setelah merayakan kemenangan, bangsa Indonesia masih disuguhi krisis finansial global yang mericuhkan kondisi perekonomian nasional. Demikian juga krisis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyesakkan dada ihwal rusaknya moralitas bangsa. Para pelaku bisnis kelas atas bergetar dengan berbagai spekulasi buram.
Sementara para koruptor akan semakin bebas dan leluasa merampok harta negara. Situasi krisis yang akan semakin membuat kebingungan bangsa menatap masa depan yang sedang dibalut ketidakpastian.
Para pendiri bangsa (founding fathers) telah memberikan gerak optimisme dalam menatap masa depan. Di tengah krisis yang paling akut pun, pendiri bangsa Indonesia telah memberikan gerak daya keyakinan untuk selalu berani menjalani segala kemungkinan yang akan terjadi dalam laju kehidupan.
Keyakinan dan optimisme yang diwariskan terbaca dalam jejak perjuangan yang bisa kita refleksikan dalam setiap artefak sejarah di sekeliling kita.
Indonesia dilahirkan bukan ruang hampa, atau dari kejanggalan dan ketidakpastian. Indonesia lahir dengan optimisme yang penuh daya. Manusia Indonesia bukanlah sosok yang mandul dan pasif.
Manusia Indonesia telah teruji melewati garis penjajahan yang dijalankan secara eksploitatif. Tetapi manusia Indonesia tetap tegar, tidak kendor semangat perjuangan melepaskan diri dari terali besi penjajahan.
Dan akhirnya para pendiri bangsa Indonesia merayakan sebuah kemenangan dengan gembira dan gegap gempita.
Artinya, sejak awal berdirinya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdaya. Mempunyai daya kekuatan untuk menangkal berbagai kekalahan yang diskenariokan penjajah.
Bangsa yang berdaya berarti berani melakukan segala hal-ihwal untuk menyelamatkan bangsa seutuhnya. Berdaya dalam menggerakkan gerak kebudayaan dan peradaban. Berdaya dalam mengelola potensi bangsa agar semakin maju dan berkembang serta bermanfaat bagi kesejahteraan warga.
Lihat saja yang dilakukan para sesepuh bangsa. Walaupun kondisi Indonesia sedang terjajah, mereka tetap bergejolak melakukan perubahan semaksimal mungkin. Berbagai organisasi sosial (politik) demi kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat didirikan dengan penuh bangga.
Kaum muda bangsa bergerak di berbagai pos strategis untuk merebut kedaulatan.
Kini, Indonesia terkena imbas krisis finansial global. Apapun bentuk imbas dari krisis tersebut, Indonesia harus tetap tegak berdiri dan berdaya. Sangat ironis, kalau bekal menjadi bangsa yang berdaya justru tidak dioperasionalkan dengan baik.
Karena dengan menjadi berdaya, bangsa Indonesia dapat memanfaatkan potensi alam dengan sumber daya manusia yang ada di Indonesia.
Menjadi bangsa yang berdaya bisa dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, memiliki komitmen kemandirian yang sejati. Kemandirian (independensi) yang sejati merupakan modal dasar bangsa Indonesia bisa sejajar dengan bangsa lain.
Dengan kemandirian, bangsa Indonesia bisa berdiri tanpa campur tangan bangsa lain. Bangsa yang bebas dan sengaja menentukan nasib bangsa. Tidak terikat kepentingan dan rekayasa bangsa lain.
Kemandirian mengelola rekayasa sosial atas bangsa sendiri akan membuat bangsa Indonesia semakin bertambah dewasa untuk bekerja keras dalam memajukan dan mensejahterakan rakyat.
Kedua, mengakui dan meningkatkan prestasi warga. Bangsa yang berdaya besar selalu menghargai prestasi yang diraih warganya. Bahkan prestasi warganya selalu ditingkatkan untuk menciptakan tata kemajuan yang berkeadaban.
Prestasi warga akan menjadi pijakan tingkat peradaban yang diraih bangsa. Makanya, Indonesia jangan sampai mengecilkan prestasi warganya sendiri. Meningkatkan prestasi warga bisa dilakukan dengan memberikan kelonggaran beasiswa melanjutkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Dengan pendidikan yang semakin meningkat, kemungkinan besar bangsa Indonesia akan semakin mampu merespon berbagai perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat.
Makanya, beasiswa pendidikan jangan hanya diraih oleh kelompok elite tertentu saja. Beasiswa tersebut seharusnya diprioritaskan kepada mereka yang masih terbelakang. Diberikan kepada warga marginal yang selama ini hak-hak sosial-politiknya tidak diapresiasi dengan baik.
Ketiga, saatnya menguasai akses informasi global. Di tengah kompetisi global sekarang, Indonesia harus bersaing dalam memperebutkan akses informasi dalam tataran global.
Akses informasi meliputi beragam wahana kehidupan. Kalau kita merujuk tesis Alfin Toffler, maka akses informasi menjadi harga mati dalam menggerakkan peradaban suatu bangsa.
Tanpa informasi, lanjut Toffler, suatu bangsa akan ditinggalkan peradaban modern yang terus melaju kencang. Indonesia harus berpacu keras dalam merebut akses informasi global.
Semakin berdaya, Indonesia seharusnya semakin kokoh berdiri. Terpaan badai yang terus membentang harus direspon dengan kritis, progresif, dan optimis. Harapan kemajuan dan kesejahteraan harus terus dipajang dalam benak ke-Indonesia-an.
Indonesia harus selalu ditempatkan dalam imajinasi kemajuan. Jangan mundur, melangkahlah Indonesia dengan keyakinan dan kesungguhan.***
Muhammadun AS, Periset, Penekun Kajian Historiografi Indonesia Kontemporer. /5 September 2011
http://www.riaupos.co.id/
Baru saja kita bersorak-ria merayakan kemenangan. Walaupun Idul Fitri diselenggarakan berbeda, tetapi kemenangan umat Islam tidak akan dibatasi oleh berbeda perayaaan.
Kemenangan diraih dengan berjabat tangan dan saling memaafkan untuk menggapai kembali sebuah harapan yang terpendar di benak kehidupan. Mencoba merakit gerak masa depan yang bisa menghadirkan kemenangan demi kemenangan bagi semua insan.
Kemenangan yang tidak hanya dinikmati segelintir orang, tetapi kemenangan yang bisa melejitkan gerak potensi manusia yang mau menjemput masa depan.
Setelah merayakan kemenangan, bangsa Indonesia masih disuguhi krisis finansial global yang mericuhkan kondisi perekonomian nasional. Demikian juga krisis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyesakkan dada ihwal rusaknya moralitas bangsa. Para pelaku bisnis kelas atas bergetar dengan berbagai spekulasi buram.
Sementara para koruptor akan semakin bebas dan leluasa merampok harta negara. Situasi krisis yang akan semakin membuat kebingungan bangsa menatap masa depan yang sedang dibalut ketidakpastian.
Para pendiri bangsa (founding fathers) telah memberikan gerak optimisme dalam menatap masa depan. Di tengah krisis yang paling akut pun, pendiri bangsa Indonesia telah memberikan gerak daya keyakinan untuk selalu berani menjalani segala kemungkinan yang akan terjadi dalam laju kehidupan.
Keyakinan dan optimisme yang diwariskan terbaca dalam jejak perjuangan yang bisa kita refleksikan dalam setiap artefak sejarah di sekeliling kita.
Indonesia dilahirkan bukan ruang hampa, atau dari kejanggalan dan ketidakpastian. Indonesia lahir dengan optimisme yang penuh daya. Manusia Indonesia bukanlah sosok yang mandul dan pasif.
Manusia Indonesia telah teruji melewati garis penjajahan yang dijalankan secara eksploitatif. Tetapi manusia Indonesia tetap tegar, tidak kendor semangat perjuangan melepaskan diri dari terali besi penjajahan.
Dan akhirnya para pendiri bangsa Indonesia merayakan sebuah kemenangan dengan gembira dan gegap gempita.
Artinya, sejak awal berdirinya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdaya. Mempunyai daya kekuatan untuk menangkal berbagai kekalahan yang diskenariokan penjajah.
Bangsa yang berdaya berarti berani melakukan segala hal-ihwal untuk menyelamatkan bangsa seutuhnya. Berdaya dalam menggerakkan gerak kebudayaan dan peradaban. Berdaya dalam mengelola potensi bangsa agar semakin maju dan berkembang serta bermanfaat bagi kesejahteraan warga.
Lihat saja yang dilakukan para sesepuh bangsa. Walaupun kondisi Indonesia sedang terjajah, mereka tetap bergejolak melakukan perubahan semaksimal mungkin. Berbagai organisasi sosial (politik) demi kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat didirikan dengan penuh bangga.
Kaum muda bangsa bergerak di berbagai pos strategis untuk merebut kedaulatan.
Kini, Indonesia terkena imbas krisis finansial global. Apapun bentuk imbas dari krisis tersebut, Indonesia harus tetap tegak berdiri dan berdaya. Sangat ironis, kalau bekal menjadi bangsa yang berdaya justru tidak dioperasionalkan dengan baik.
Karena dengan menjadi berdaya, bangsa Indonesia dapat memanfaatkan potensi alam dengan sumber daya manusia yang ada di Indonesia.
Menjadi bangsa yang berdaya bisa dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, memiliki komitmen kemandirian yang sejati. Kemandirian (independensi) yang sejati merupakan modal dasar bangsa Indonesia bisa sejajar dengan bangsa lain.
Dengan kemandirian, bangsa Indonesia bisa berdiri tanpa campur tangan bangsa lain. Bangsa yang bebas dan sengaja menentukan nasib bangsa. Tidak terikat kepentingan dan rekayasa bangsa lain.
Kemandirian mengelola rekayasa sosial atas bangsa sendiri akan membuat bangsa Indonesia semakin bertambah dewasa untuk bekerja keras dalam memajukan dan mensejahterakan rakyat.
Kedua, mengakui dan meningkatkan prestasi warga. Bangsa yang berdaya besar selalu menghargai prestasi yang diraih warganya. Bahkan prestasi warganya selalu ditingkatkan untuk menciptakan tata kemajuan yang berkeadaban.
Prestasi warga akan menjadi pijakan tingkat peradaban yang diraih bangsa. Makanya, Indonesia jangan sampai mengecilkan prestasi warganya sendiri. Meningkatkan prestasi warga bisa dilakukan dengan memberikan kelonggaran beasiswa melanjutkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Dengan pendidikan yang semakin meningkat, kemungkinan besar bangsa Indonesia akan semakin mampu merespon berbagai perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat.
Makanya, beasiswa pendidikan jangan hanya diraih oleh kelompok elite tertentu saja. Beasiswa tersebut seharusnya diprioritaskan kepada mereka yang masih terbelakang. Diberikan kepada warga marginal yang selama ini hak-hak sosial-politiknya tidak diapresiasi dengan baik.
Ketiga, saatnya menguasai akses informasi global. Di tengah kompetisi global sekarang, Indonesia harus bersaing dalam memperebutkan akses informasi dalam tataran global.
Akses informasi meliputi beragam wahana kehidupan. Kalau kita merujuk tesis Alfin Toffler, maka akses informasi menjadi harga mati dalam menggerakkan peradaban suatu bangsa.
Tanpa informasi, lanjut Toffler, suatu bangsa akan ditinggalkan peradaban modern yang terus melaju kencang. Indonesia harus berpacu keras dalam merebut akses informasi global.
Semakin berdaya, Indonesia seharusnya semakin kokoh berdiri. Terpaan badai yang terus membentang harus direspon dengan kritis, progresif, dan optimis. Harapan kemajuan dan kesejahteraan harus terus dipajang dalam benak ke-Indonesia-an.
Indonesia harus selalu ditempatkan dalam imajinasi kemajuan. Jangan mundur, melangkahlah Indonesia dengan keyakinan dan kesungguhan.***
Muhammadun AS, Periset, Penekun Kajian Historiografi Indonesia Kontemporer. /5 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar