http://www.sastra-indonesia.com/
QASIDAH KEBERADAAN
mungkin kau mengerti jalanku
akan misteri jejak pagi, belum lama kutapaki
pada tetes air mata
di kedalaman makna tangis pertama
aku masih hampa
membiarkan luka pori-pori kulitku
oleh dekap alam dengan degup jantung rawan;
hatiku pun terasing
jauh dari semburat masa depan
byar-sumebyar dalan
padang ilak-ilak wus tumandang,
asmo lan sifat kang manunggal
dadi ancer-ancere lelampahan
tak perlu kutumpahkan duka mungilku
adalah ini seberkas garis cahaya
akan kehendak yang sama;
kehendakmu,
kehendakmu
namun, tiada kesungsangan segala
kala kumelayang iba
dari kepolosan masih tersisa
berharap padamu penggenggam ketajaman mata
menghantar kekekalan
menghadap kesejatian
dengan wajah purnama bulan
Kendalkemlagi, 2009
NYANYIAN BOCAH
belum sempat kulihat kembali
tarian padi yang dulu memistik hatiku
membiarkan batin meneguk damai
dalam keindahan musim semi kemarin
aku hanya menikmati kegersangan ini
memandang ladang tanpa jejak petani;
adakah ia telah pergi
bosan kebiasaan sendiri
sejengkal lagi purnama membumi
para bocah di pematang sawah girang berlari
menyanyi
menyambut pesta panen, nyaris menyinggahi;
sungguhkah ia luka
sebab tanah terlihat hampa
kembali bersama keputusasaan jiwa
aku yang dalam riuh
mencoba mengabari
berisyarah lewat bibir-jemariku
menebar benih walau hanya sebiji
berharap esok tumbuh meski sehelai;
wahyaning wahyu
tumurun dadi pengiloning laku
madep marang kang tinuju
ananing sri sedono manggon tanah merdiko
gumebyar dadi pertondo
sandang panganing manungso
bah-obahno tangan sikilmu
ono ndarat lan segoro
kanti lelakon kang jowo
mongko ora bakal kacingkrangan
uripmu
kasebab pangayomaning gustimu
seperti kalammu
sebutir sajakku kan menjadi setangkai padi
menumbuhkan biji di setiap helai
pada ladang hati
gersang dan sepi
Kendalkemlagi, 2009
TABIR HUJAN
nalikaning ati
madep marang kang moho suci
landeping lati nukolno ukoro kang dadi sabdo
dadi cinore’e lelakone manungso;
olo tan olo
becek tan becek,
sopo kang kasebab bakal katitik
ati-ati tor ojo sembrono
nyawang gebyare busono,
ora nyongko
ora penyono
wong kuwi gandrunganing panguoso
langit, tak ubahnya kau
menutup wajahmu dengan dinding-dinding kabut
dengan hijab-hijab awan
dengan tabir-tabir hujan
akan keelokanmu dan para kekasihmu
sungguh gaibnya kau
membiarkan aku terkurung dalam kegoncangan
memaknai tanda-tanda yang kau suarakan;
ah, adakah ini batu-batu ujian untukku
atau hanya sebatas permainan waktu
menunggu usiaku
namun jangan sekali-kali kau
ikhlaskan aku berdiri di sisi kirimu
mendustai khalifahmu
ya, aku pun rindu
mengenalmu
menyapamu
rindu bernaung dalam panji kekasihmu
Kendalkemlagi, 2009
SYAHADATKU
bagaimana aku
bisa membagi-bagikan syahwatku
selain kepadamu
dan bagaimana caranya, kau
sanggup ajarkan aku
merapal syahadat cinta untukmu;
hanya namamu
dan aku
harus dengan apa aku
merayumu, agar muhammad
kau lahirkan kembali dari rahim hatiku;
shalatku
zakatku
puasaku
segalanya telah kupersembahkan untukmu
sementara kau hanya melempar senyum sinis
di wajahku
membiarkan luka rindu
menghimpit batinku
dadaku sesak
hanya untaian nafas terpenggal
dalam gerimis tangisku yang masih tersisa,
ingin rasanya kuteguk secawan demi secawan air mataku
biar tak ada lagi duka di bening telagaku
tak ada lagi kegaiban mataku
dan aku terbangun
dari malam-malam jahilku
setelah sekian lama meringkuk
dalam selimut tahmidku
samar aku melihat jari-jari manismu
perlahan memainkan hasrat
menyalakan lilin di tanah gelap
aku pun bangkit
dari sajadah kumalku
merangkak, menguntit cahayamu
berkata dalam kealpaan yang nyaris membatu;
jangankan shalat, syahadat pun aku tak mampu
ya, bagaimana caranya, kau
sanggup ajarkan aku
merapal syahadat cinta untukmu;
hanya namamu
dan aku
Kendalkemlagi, Ramadhan 2009
QASIDAH KEBERADAAN
mungkin kau mengerti jalanku
akan misteri jejak pagi, belum lama kutapaki
pada tetes air mata
di kedalaman makna tangis pertama
aku masih hampa
membiarkan luka pori-pori kulitku
oleh dekap alam dengan degup jantung rawan;
hatiku pun terasing
jauh dari semburat masa depan
byar-sumebyar dalan
padang ilak-ilak wus tumandang,
asmo lan sifat kang manunggal
dadi ancer-ancere lelampahan
tak perlu kutumpahkan duka mungilku
adalah ini seberkas garis cahaya
akan kehendak yang sama;
kehendakmu,
kehendakmu
namun, tiada kesungsangan segala
kala kumelayang iba
dari kepolosan masih tersisa
berharap padamu penggenggam ketajaman mata
menghantar kekekalan
menghadap kesejatian
dengan wajah purnama bulan
Kendalkemlagi, 2009
NYANYIAN BOCAH
belum sempat kulihat kembali
tarian padi yang dulu memistik hatiku
membiarkan batin meneguk damai
dalam keindahan musim semi kemarin
aku hanya menikmati kegersangan ini
memandang ladang tanpa jejak petani;
adakah ia telah pergi
bosan kebiasaan sendiri
sejengkal lagi purnama membumi
para bocah di pematang sawah girang berlari
menyanyi
menyambut pesta panen, nyaris menyinggahi;
sungguhkah ia luka
sebab tanah terlihat hampa
kembali bersama keputusasaan jiwa
aku yang dalam riuh
mencoba mengabari
berisyarah lewat bibir-jemariku
menebar benih walau hanya sebiji
berharap esok tumbuh meski sehelai;
wahyaning wahyu
tumurun dadi pengiloning laku
madep marang kang tinuju
ananing sri sedono manggon tanah merdiko
gumebyar dadi pertondo
sandang panganing manungso
bah-obahno tangan sikilmu
ono ndarat lan segoro
kanti lelakon kang jowo
mongko ora bakal kacingkrangan
uripmu
kasebab pangayomaning gustimu
seperti kalammu
sebutir sajakku kan menjadi setangkai padi
menumbuhkan biji di setiap helai
pada ladang hati
gersang dan sepi
Kendalkemlagi, 2009
TABIR HUJAN
nalikaning ati
madep marang kang moho suci
landeping lati nukolno ukoro kang dadi sabdo
dadi cinore’e lelakone manungso;
olo tan olo
becek tan becek,
sopo kang kasebab bakal katitik
ati-ati tor ojo sembrono
nyawang gebyare busono,
ora nyongko
ora penyono
wong kuwi gandrunganing panguoso
langit, tak ubahnya kau
menutup wajahmu dengan dinding-dinding kabut
dengan hijab-hijab awan
dengan tabir-tabir hujan
akan keelokanmu dan para kekasihmu
sungguh gaibnya kau
membiarkan aku terkurung dalam kegoncangan
memaknai tanda-tanda yang kau suarakan;
ah, adakah ini batu-batu ujian untukku
atau hanya sebatas permainan waktu
menunggu usiaku
namun jangan sekali-kali kau
ikhlaskan aku berdiri di sisi kirimu
mendustai khalifahmu
ya, aku pun rindu
mengenalmu
menyapamu
rindu bernaung dalam panji kekasihmu
Kendalkemlagi, 2009
SYAHADATKU
bagaimana aku
bisa membagi-bagikan syahwatku
selain kepadamu
dan bagaimana caranya, kau
sanggup ajarkan aku
merapal syahadat cinta untukmu;
hanya namamu
dan aku
harus dengan apa aku
merayumu, agar muhammad
kau lahirkan kembali dari rahim hatiku;
shalatku
zakatku
puasaku
segalanya telah kupersembahkan untukmu
sementara kau hanya melempar senyum sinis
di wajahku
membiarkan luka rindu
menghimpit batinku
dadaku sesak
hanya untaian nafas terpenggal
dalam gerimis tangisku yang masih tersisa,
ingin rasanya kuteguk secawan demi secawan air mataku
biar tak ada lagi duka di bening telagaku
tak ada lagi kegaiban mataku
dan aku terbangun
dari malam-malam jahilku
setelah sekian lama meringkuk
dalam selimut tahmidku
samar aku melihat jari-jari manismu
perlahan memainkan hasrat
menyalakan lilin di tanah gelap
aku pun bangkit
dari sajadah kumalku
merangkak, menguntit cahayamu
berkata dalam kealpaan yang nyaris membatu;
jangankan shalat, syahadat pun aku tak mampu
ya, bagaimana caranya, kau
sanggup ajarkan aku
merapal syahadat cinta untukmu;
hanya namamu
dan aku
Kendalkemlagi, Ramadhan 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar