Minggu, 25 Januari 2009

Seto Menulis Peri, Pelangi, dan Para Putri

A.S. Laksana
http://www.jawapos.com/

Pada suatu hari, ketika segala hal menjadi terang, dan begitu pun matamu, kau bisa mendapati seorang mayor bertingkah mencurigakan di rumahnya sendiri. Di rumah mayor itu Seto pernah datang sebagai juru selamat; ia membebaskan seorang berandal tanggung, anak si Mayor, dari keroyokan para bajingan depan losmen gara-gara urusan perempuan. ''Tinggallah di sini,'' kata Pak Mayor ketika Seto mengantar pulang si anak yang lebam.


Seto sudah minggat tiga bulan dari rumah ayahnya waktu itu dan ia tak punya tempat tinggal dan ia menjawab, ''Terima kasih.'' Maka, tidurlah si kribo itu di kamar belakang yang kosong, bersebelahan dengan kamar pembantu. Lima bulan menetap di sana, ia menabur kesan baik dan buruk, dan menanam beberapa ingatan yang akan merepotkan si Mayor ketika mereka kelak berhadapan sebagai seteru. Kau tahu, beberapa tahun nanti, pada hari pemberantasan gali di tahun 1984, Pak Mayor memang harus menumpas si juru selamat itu.

Di rumah yang ia tumpangi, Seto berjumpa lagi dengan urusan yang membuatnya ribut dengan ayahnya. Pak Mayor, kau tahu, sama seperti ayah Seto: ia suka berlari pagi dan ia juga meminta Seto menemaninya. Untungnya orang ini tidak terlalu gila; ia tidak berlari setiap hari dan tidak memaksa Seto menjadi tentara atau petinju --itu dua hal yang membuat Seto minggat dari rumah. Pak Mayor hanya berlari setiap Minggu pagi dan Seto, demi kesopanan, membuntutinya seperti anjing kampung. Ia tak mungkin berlari di depan si Mayor.

Selain menjadi anjing kampung seminggu sekali, ia mencuci mobil Pak Mayor setiap pagi dan mengawal si berandal setiap malam. Yang terakhir itu bukan tugas yang diberikan oleh si Mayor, Pramono sendirilah yang selalu mengajak Seto ke mana-mana. Tak sampai sebulan menemani si berandal, Seto tahu persis bahwa anak kedua Pak Mayor ini memang doyan kelayapan ke tempat pelacuran dan selalu mengatakan kepada ayahnya bahwa ia belajar di rumah teman. Anak pertama si Mayor kuliah di Bandung, tak ada urusan untuk disinggung-singgung di sini. Anak ketiga seorang perempuan kelas satu SMA, Tari namanya, suka mendekam di kamar, dan belum waktunya disinggung di sini. Lagi pula ini cerita tentang bagaimana cara si berandal menjadi anak emas Pak Mayor.

''Kau tak bisa menipu ayahmu terus-menerus,'' kata Seto. ''Lama-lama ia tak percaya padamu.''

''Ia selalu percaya padaku,'' kata Pramono.

''Kau tak bisa menipunya jika suatu hari kau kena penyakit,'' kata Seto.

Si berandal mengatakan bahwa ia sudah pernah terkena sipilis, tetapi ayahnya tetap percaya padanya. Ketika menyampaikan itu, Pramono mengatakannya dalam kombinasi rasa percaya diri yang berlebih dan senyum yang tampak licik. Seto menduga bahwa si Mayor punya rahasia dan anak ini tahu. Dan dugaannya benar.

Dan itu rahasia yang kau mudah menebaknya. Pak Mayor pernah menyisipkan sekuntum bunga ke telinga perempuan yang bukan istrinya. Itu upaya pertamanya berselingkuh. Perasaannya ruwet dan gerak-geriknya tersendat dan tenggorokannya mengering. Tentara setengah tua itu beberapa kali mendengar ucapan temannya bahwa seorang lelaki, jika tidak menjadi raja di rumah sendiri, niscaya akan menjadi setan di jalanan. Itu kalimat yang kupikir patut pula kaucamkan demi kebaikanmu sendiri. Bukankah nasihat yang baik tetaplah baik sekalipun keluar dari mulut seekor beruk?

Dan beruk itu, teman si Mayor, adalah orang yang menjadi raja di rumahnya sendiri. Ia beristri perempuan kantoran --perempuan yang cantik (ini relatif), bergaji baik (ini relatif), dan sangat menghormatinya (tak ada relativitas di sini, seorang tentara harus dihormati). Tetapi, lelaki itu, dengan singgasana kerajaan di rumah, memang pada dasarnya adalah seekor beruk yang bisa dengan enteng menyangkal kalimatnya sendiri: ia tetap menjadi setan di jalanan dan selalu berusaha memikat istri siapa pun yang berwajah muram. ''Istri-istri yang muram wajahnya,'' katanya, ''mudah jatuh ke pangkuan setan.''

Satu hal menjadi jelas dengan sendirinya, yakni bahwa beruk itu seratus persen tak bisa dipercaya. Dan sebenarnya Pak Mayor tidak terlalu peduli apakah orang itu bisa dipercaya atau tidak. Ia hanya memerlukan ucapannya untuk dijadikan sandaran. Ia memerlukan dalih yang bisa membebaskannya dari rasa bersalah, pada perselingkuhan pertama dan seterusnya.

Perempuan yang ia kencani, barangkali karena merasa tidak nyaman menyandang bunga dari lelaki yang --ia tahu-- sudah beristri, segera menanggalkan bunga itu dan menaruhnya begitu saja di meja. Dengan sedotan plastik ia sesap jus jeruk pesanannya demi mengendurkan kulit muka. Ia merasakan kulit mukanya sedikit mengencang tadi pada saat si Mayor menyisipkan bunga.

''Kau tidak suka?'' tanya si Mayor; ia merasa agak sia-sia.

Berjam-jam sebelum pertemuan Sabtu sore itu, ia berpikir keras untuk menciptakan adegan paling mesra yang bisa ia bayangkan. Dan ia memutuskan untuk menyelipkan bunga ke telinga perempuan itu. Sekuntum anggrek ungu, tepat dengan bentuk wajah perempuan itu, dan kekuatan metafisiknya akan mewujudkan keabadian cinta. Namun bunga itu terpasang hanya sebentar, tak sampai satu menit, sebab perempuan itu tersipu. Si Mayor tetap berharap cinta mereka abadi sekalipun bunga itu tak bertahan lama di telinga.

''Tak enak dilihat orang,'' kata perempuan itu.

''Kurasa tak ada yang mengenali kita di sini,'' kata si Mayor.

''Aku merasa tak enak.''

Pertemuan itu terjadi di Bandungan, sebuah pebukitan kurang lebih tiga puluh kilometer di selatan Semarang. Si Mayor, dan juga perempuan itu, tidak mengenali satu orang pun yang lalu lalang di rumah makan tempat mereka bertemu.

Namun itu keliru.

Dari tempat yang tak mereka ketahui, ada sepasang mata berandal tanggung yang terus menguntit. Ketika mereka pulang dengan mobil masing-masing, Pramono mengikuti perempuan itu sampai ke pagar rumahnya di Kaligarang. Peristiwa itu terjadi dua tahun sebelum Seto tinggal di rumah Pak Mayor. Saat itu si berandal baru beberapa bulan masuk SMA dan sudah suka kelayapan.

***

Sesungguhnya si Mayor tidak berniat menyakiti perasaan istrinya, namun Suhartini sering memiliki gairah untuk menyakiti perasaannya sendiri dengan detail yang tak tertebak. ''Kau bernyanyi terus sepanjang hari,'' katanya. ''Pasti ada perempuan lain yang membuatmu jatuh cinta.''

Itu serbuan tak terduga di hari Minggu malam, sehari setelah kencan pertama. Si Mayor mengatakan sesuatu tetapi tak jelas dan ia seperti buru-buru menelan kembali setiap kata yang ia keluarkan.

''Kau ngomong apa?'' tanya Suhartini.

''Aku memang suka bernyanyi, kau tahu itu,'' jawab si Mayor.

''Aku tidak tahu itu.''

''Jadi kau mencurigaiku?''

''Tingkahmu mencurigakan.''

Dari sini kau bisa tahu kenapa para pemburu gosip mudah sekali mendapatkan mangsa. Sebab cinta memang cenderung memamerkan dirinya sendiri, kadang di depan orang yang tidak tepat. Dan, si Mayor melupakan itu. Ia pikir tidak ada yang ganjil pada tingkah lakunya. Ia hanya merasa sedikit lebih riang dan ia menyanyi atau bersiul-siul begitu saja; sama sekali tidak terpikir olehnya bahwa itu karena jatuh cinta.

''Aku melakukan apa yang biasa dilakukan orang,'' katanya.

''Kau pasti sedang jatuh cinta,'' istrinya terus melabrak.

''Kau juga pernah bernyanyi-nyanyi dan aku tidak menuduhmu sedang jatuh cinta,'' gumam si Mayor.

Tanpa menggubris keberatan suaminya, Suhartini bergegas ke gudang penyimpanan barang-barang, membongkar tumpukan koran, dan kemudian kembali lagi dengan sebuah majalah lama yang ia buka pada halaman 43. Kepada suaminya ia sodorkan artikel itu: ''Sepuluh Gejala Pasangan Anda Berselingkuh.''

''Baca nomor enam!'' perintah Suhartini.

Si Mayor menatap artikel itu, matanya terbimbing ke nomor enam, dan ia merasa putus asa.

''Kau mempercayainya?'' tanyanya.

''Baca sendiri nomor enam!''

''Aku akan membaca dan tak perlu meyakini kebenarannya,'' kata si Mayor. ''Ini bukan sepuluh perintah Tuhan.''

Poin keenam mengingatkan agar kau waspada jika pasanganmu tiba-tiba suka bernyanyi. Hal itu, demikian poin keenam, merupakan gejala umum yang terjadi pada orang-orang yang sedang jatuh cinta. Si Mayor membacanya dengan mata lelah, dengan separuh hasrat untuk menyangkal dan separuhnya lagi tak berdaya.

Pramono tahu keributan itu dan ia mencari jalan untuk mendekati ayahnya dan ia mendapatkannya pada Rabu pagi ketika si Mayor sedang di teras menggosok-gosok tanda pangkatnya. Ia menarik kursi, dekat dengan ayahnya tetapi mempertahankan jarak tertentu di luar jangkauan.

''Semalam aku dari rumah temanku di Kaligarang gang lima, Yah,'' berandal itu berkata pelan.

Pak Mayor terus menggosok.

''Dan ada kabar baik. Tante itu menyampaikan salam buatmu.''

Pak Mayor berhenti menggosok.

''Apa maksudmu?'' hardiknya.

''Kalau kau teriak-teriak begini, nanti Ibu malah kemari.''

''Mandi sana! Atau kau mau membolos lagi hari ini?''

''Cantik dia,'' Pramono seperti bergumam untuk dirinya sendiri. ''Dan baik. Ia menawariku ikut kalau kalian pergi lagi ke Bandungan.''

Rahang Pak Mayor menegang. Ia ingin menampar kutu busuk ini, tetapi tangannya tak bergerak. Pramono meninggalkan ayahnya, berjalan pelan-pelan seperti memberi kesempatan kepada tentara setengah tua itu untuk menghentikannya. Tetapi Pak Mayor tak bersuara. ''Aku tidak bilang apa-apa pada ibu,'' kata berandal itu di mulut pintu.

Begitulah, pagi itu, sebelum para pemalas turun dari tempat tidur, sebuah persekongkolan telah terbangun, dan itulah jalan bagi si berandal untuk menjadi anak emas Pak Mayor. Ia tidak pernah keliru di mata ayahnya sejak itu, atau ayahnya tidak berani membuat perkara dengan si anak berandal. Dan Pramono benar-benar menunjukkan diri bahwa ia memiliki naluri seorang pemeras, mungkin itu bakat alami, dan ia mampu menggunakan rahasia yang tersimpan di ujung lidah untuk menarik keuntungan.

Pada saat-saat tertentu ia sengaja memperlihatkan kepada ayahnya betapa dekat ia dengan ibunya, menggelendot-gelendot manja, menyerempet-nyerempet bahaya. Si Mayor merasa seperti keledai tua yang ditunggangi pencoleng kecil, tetapi ia tidak bisa apa-apa.

Empat atau lima minggu setelah mereka ribut soal nyanyian, suasana berangsur-angsur pulih. Sore itu ia dan istrinya duduk-duduk di ruang tamu. Mayor menikmati rokok dan kopi yang diseduh oleh pembantu; istrinya menekuni pelbagai bentuk sanggul pada sebuah majalah. Pramono datang dari luar dan mengatakan, ''Kayak pengantin baru, nih,'' lalu terus masuk ke ruang dalam dan keluar lagi dengan segelas air putih. Ia duduk di sebelah ibunya.

''Sudah lama tidak kudengar ayah bernyanyi-nyanyi lagi,'' katanya. ''Ibu terlalu berlebihan, sih.''

O, bajingan anak ini! Pak Mayor merasa seperti ada cecak pada cangkir kopi yang diseruputnya. Suhartini seperti disulut dan tiba-tiba suhu tengkuknya naik dan ia merasakan lagi dorongan untuk mengamuk.

''Kau tahu apa soal itu?'' hardik Suhartini.

''Tentu saja aku tak tahu apa-apa,'' kata Pramono. ''Begitu kan, Yah? Aku tak tahu sama sekali, kan?''

''Apa yang kaukatakan ini?'' tanya Suhartini.

''Bukankah Ibu menanyakan aku tahu apa dan aku bilang aku tak tahu apa-apa. Dan aku memang tak tahu apa-apa.''

''Kalian pasti sudah bersekongkol.''

Pak Mayor duduk tegak dan waswas dan melipat tangan, seperti murid sekolah menyembunyikan ujung kuku hitamnya di hari Senin ketika guru berkeliling dengan penggaris besar. Ia geram, tapi bisa apa? Berandal itu tahu persis tentang perempuan yang dikencaninya dan ia pernah menyebut-nyebut Bandungan. Mungkin ia melihat gerak tangannya yang gemetar dan bahkan mendengar degup jantungnya yang tak terkendalikan. Di mana ular kecil ini waktu itu?

Merasa cukup dengan mereka, Pramono meninggalkan ruang tamu; meninggalkan ibunya yang mengingat lagi poin keenam; meninggalkan ayahnya yang menyimpan geram. Pak Mayor tetap duduk di situ sekalipun tidak betah; ia tak mungkin meninggalkan istrinya kendati pikirannya sangat runyam. Kau tahu, situasi mereka akan seperti itu sampai lama, namun tetap baik-baik saja.

Pada hari Seto datang ke rumah itu sebagai juru selamat, keadaan mereka masih begitu --runyam dan baik-baik saja-- tetapi dengan sedikit perubahan dan beberapa variasi. Pak Mayor menjadi gemetar menghadapi istri sendiri namun semakin terampil menyelipkan bunga atau telapak tangan pada perempuan yang bukan istrinya. Pramono tetap menjadi anak emas; ia kelayapan tiap malam dan selalu mengaku belajar di rumah teman. Ia kena sipilis dua kali dan Pak Mayor tidak pernah mempertanyakan apa yang dipelajarinya di rumah teman sehingga bisa dua kali kena sipilis.

Seto di sana lima bulan. Ia menjadi anjing kampung seminggu sekali dan melakukan apa yang harus dilakukan dan menjadi anak emas istri Pak Mayor sejak pertengahan bulan kedua. Pernah juga ia bernyanyi-nyanyi seharian dan Suhartini mengingatkannya jangan bernyanyi-nyanyi. Ia lalu menulis puisi-puisi, kebanyakan tentang peri dan pelangi dan para putri, di buku catatan yang ia lupa bawa pada saat meninggalkan rumah itu. Aku tidak tahu apakah Tari atau Suhartini yang menyimpannya. Anak bungsu Pak Mayor tak bisa diajak bicara dan Suhartini sebenarnya baru 78 tahun saat ini, tetapi ia sudah lupa banyak kejadian.***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt