Ibnu Rusydi
http://www.tempointeraktif.com/
Pianississimo. Sesuai judul acaranya, tak hanya Ananda Sukarlan yang tampil di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Minggu malam lalu. Ada banyak pianis. Issimo dalam bahasa Italia memang berarti "banyak". Yang istimewa, mereka semua masih sangat muda.
Ananda, kini 41 tahun, memperkenalkan enam pianis muda itu ke hadapan publik. Usia mereka masih belasan tahun. Yang tertua adalah Inge Buniardi, 22 tahun. Yang termuda adalah Victoria Audrey Sarasvathi, 11 tahun.
Seusai Ananda mempersembahkan Haydn Seek karya Joseph Haydn yang khusus dimainkan dengan tangan kiri, dia memperkenalkan Randy Ryan, pianis berusia 13 tahun. Randy adalah juara tiga Ananda Sukarlan Award, penghargaan untuk pianis muda. Di panggung, seusai membungkuk hormat ke penonton, Randy memainkan Sonata. Karya Haydn itu biasanya dimainkan oleh pianis dewasa. Tapi Ryan membawakannya tanpa kesulitan.
Pianississimo yang digagas oleh Java New Year's Concert terbagi atas dua sesi, diselingi istirahat. Setelah Sonata Ryan, Ananda menampilkan Bernadeta Astari, 20 tahun. Ia salah satu soprano berbakat Indonesia dan masih mempelajari vokal klasik di Utrecht, Belanda. Di Negeri Kincir Angin itu, sederet penghargaan telah ia sabet.
Bernadeta menyanyikan I Sit and Look Out, karya yang ditulis oleh Ananda untuk mengenang periode gelap pemerintahan Bush. Disusun pada 2004, karya ini dituntaskan dan direkam pada 2008. Teksnya diambil dari puisi Walt Whitman, penyair AS.
Selanjutnya, Bernadeta menyanyikan tiga lagu yang diterjemahkan dari puisi Tidurlah Intan (WS Rendra), In Solitude (Medy Loekito), dan Meninggalkan Kandang (Eka Budianta).
Bariton Joseph Kristanto juga menemani Ananda dengan membawakan terjemahan puisi Kasih (Chendra Panatan), Di Depan Sebuah Lukisan (Ook Nugroho), Nepi, Nyepi (Hasan Aspahani), dan Nostalgia (Eka Budianta). "Puisi-puisi ini saya dapat dari blog para penyair itu," kata Ananda.
Kedua vokalis, Bernadeta dan Joseph, juga berduet membawakan lagu "Dalam Doaku" yang diambil dari kantata Ars Amatoria (seni cinta).
Sesi kedua dibuka dengan The Humiliation of Drupadi. Karya ini ditulis untuk dimainkan dengan dua piano serta diwarnai kehadiran nada-nada pentatonis yang dibawakan oleh Randy Ryan dan Victoria Audrey Sarasvathi. Nomor ini diambil dari segmen Mahabharata, saat Yudhistira mempertaruhkan istrinya, Drupadi, dalam permainan judi. Kain Drupadi direnggut, tapi tak kunjung habis. Cerita ini divisualisasikan oleh tiga penari muda dengan koreografer Chendra Panatan.
Ananda juga menampilkan nomor-nomor yang inspirasinya didapat dari lukisan, misalnya yang berjudul Rescuing Ariadne. Karya paduan flute dan piano itu terinspirasi dari lukisan Bacchus and Ariadne karya pelukis Italia, Titian, yang berjudul Bacchus & Ariadne.
Ada pula puisi karya Sapardi Djoko Damono, yakni 4 Sonet Untuk Andy, Pengamen, yang dihadiahkan kepada Ananda. Ananda menerjemahkan puisi itu menjadi sebuah karya piano. Judulnya Mahasunyi yang meniti butir-butir gerimis.
Menjelang selesainya pertunjukan, Ananda memperkenalkan sebuah karya Andhanu Candana, komponis belia berusia 15 tahun. Andanu menulis Fantasie yang khusus dimainkan dengan empat tangan yang dimainkan pada satu piano. Di ujung acara, Andhanu naik ke panggung dan mendapatkan aplaus yang sangat panjang dari penonton. Ananda menjulukinya "sangat berbakat".
Nomor puncak malam itu adalah karya Ananda yang berjudul Schuman Psychosis for 3 pianos 12-hands. Didasari lukisan Dua Jiwa Asep Berlian, karya ini bercerita mengenai kepribadian seseorang yang berbeda-beda (multiple personality disorder), misalnya seperti komponis Robert Schumann yang memiliki sejumlah karakter dalam dirinya yang makin menguat seiring ia menua.
Ananda memasukkan potongan-potongan karya Schumann, yang lalu menyatu dengan karyanya. Enam pianis belia menarikan tangannya di atas tiga piano.
http://www.tempointeraktif.com/
Pianississimo. Sesuai judul acaranya, tak hanya Ananda Sukarlan yang tampil di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Minggu malam lalu. Ada banyak pianis. Issimo dalam bahasa Italia memang berarti "banyak". Yang istimewa, mereka semua masih sangat muda.
Ananda, kini 41 tahun, memperkenalkan enam pianis muda itu ke hadapan publik. Usia mereka masih belasan tahun. Yang tertua adalah Inge Buniardi, 22 tahun. Yang termuda adalah Victoria Audrey Sarasvathi, 11 tahun.
Seusai Ananda mempersembahkan Haydn Seek karya Joseph Haydn yang khusus dimainkan dengan tangan kiri, dia memperkenalkan Randy Ryan, pianis berusia 13 tahun. Randy adalah juara tiga Ananda Sukarlan Award, penghargaan untuk pianis muda. Di panggung, seusai membungkuk hormat ke penonton, Randy memainkan Sonata. Karya Haydn itu biasanya dimainkan oleh pianis dewasa. Tapi Ryan membawakannya tanpa kesulitan.
Pianississimo yang digagas oleh Java New Year's Concert terbagi atas dua sesi, diselingi istirahat. Setelah Sonata Ryan, Ananda menampilkan Bernadeta Astari, 20 tahun. Ia salah satu soprano berbakat Indonesia dan masih mempelajari vokal klasik di Utrecht, Belanda. Di Negeri Kincir Angin itu, sederet penghargaan telah ia sabet.
Bernadeta menyanyikan I Sit and Look Out, karya yang ditulis oleh Ananda untuk mengenang periode gelap pemerintahan Bush. Disusun pada 2004, karya ini dituntaskan dan direkam pada 2008. Teksnya diambil dari puisi Walt Whitman, penyair AS.
Selanjutnya, Bernadeta menyanyikan tiga lagu yang diterjemahkan dari puisi Tidurlah Intan (WS Rendra), In Solitude (Medy Loekito), dan Meninggalkan Kandang (Eka Budianta).
Bariton Joseph Kristanto juga menemani Ananda dengan membawakan terjemahan puisi Kasih (Chendra Panatan), Di Depan Sebuah Lukisan (Ook Nugroho), Nepi, Nyepi (Hasan Aspahani), dan Nostalgia (Eka Budianta). "Puisi-puisi ini saya dapat dari blog para penyair itu," kata Ananda.
Kedua vokalis, Bernadeta dan Joseph, juga berduet membawakan lagu "Dalam Doaku" yang diambil dari kantata Ars Amatoria (seni cinta).
Sesi kedua dibuka dengan The Humiliation of Drupadi. Karya ini ditulis untuk dimainkan dengan dua piano serta diwarnai kehadiran nada-nada pentatonis yang dibawakan oleh Randy Ryan dan Victoria Audrey Sarasvathi. Nomor ini diambil dari segmen Mahabharata, saat Yudhistira mempertaruhkan istrinya, Drupadi, dalam permainan judi. Kain Drupadi direnggut, tapi tak kunjung habis. Cerita ini divisualisasikan oleh tiga penari muda dengan koreografer Chendra Panatan.
Ananda juga menampilkan nomor-nomor yang inspirasinya didapat dari lukisan, misalnya yang berjudul Rescuing Ariadne. Karya paduan flute dan piano itu terinspirasi dari lukisan Bacchus and Ariadne karya pelukis Italia, Titian, yang berjudul Bacchus & Ariadne.
Ada pula puisi karya Sapardi Djoko Damono, yakni 4 Sonet Untuk Andy, Pengamen, yang dihadiahkan kepada Ananda. Ananda menerjemahkan puisi itu menjadi sebuah karya piano. Judulnya Mahasunyi yang meniti butir-butir gerimis.
Menjelang selesainya pertunjukan, Ananda memperkenalkan sebuah karya Andhanu Candana, komponis belia berusia 15 tahun. Andanu menulis Fantasie yang khusus dimainkan dengan empat tangan yang dimainkan pada satu piano. Di ujung acara, Andhanu naik ke panggung dan mendapatkan aplaus yang sangat panjang dari penonton. Ananda menjulukinya "sangat berbakat".
Nomor puncak malam itu adalah karya Ananda yang berjudul Schuman Psychosis for 3 pianos 12-hands. Didasari lukisan Dua Jiwa Asep Berlian, karya ini bercerita mengenai kepribadian seseorang yang berbeda-beda (multiple personality disorder), misalnya seperti komponis Robert Schumann yang memiliki sejumlah karakter dalam dirinya yang makin menguat seiring ia menua.
Ananda memasukkan potongan-potongan karya Schumann, yang lalu menyatu dengan karyanya. Enam pianis belia menarikan tangannya di atas tiga piano.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar