Rabu, 17 Februari 2021

KERJA KEPENYAIRAN. TENTANG MASA LALU PENYAIR TARDJI

Ribut Wijoto
terpelanting.wordpress.com
 
Seorang lelaki muda, selanjutnya kita panggil saja dengan sebutan Tardji, berkeinginan menulis puisi. Sebelumnya memang, ia pernah membaca puisi, sebuah puisi yang dianggapnya bagus. Yang tidak menggurui, tidak menyodorkan “seruan provokatif”, tidak menghardik. Tapi justru dengan itu, ia tergugah. Ia sependapat dengan kata-kata, terkesima dengan kalimat-kalimat, dan ia ingin menuliskannya kembali. Tentu saja, ia menulis dengan kata-kata yang lain, menyajikan dalam kalimat-kalimat yang berbeda. Di dalam anggapannya, menulis puisi adalah kerja yang unik, menantang, menggiurkan, sekaligus penuh kerahasiaan.
 
Seorang Tardji lalu lebih banyak lagi membaca puisi, tidak hanya puisi yang dikultuskan “berwibawa”. Dari sekian banyak puisi yang dibaca, memang ada yang benar-benar berwibawa, seperti yang pertama kali ia baca. Selebihnya, ia rasa sebaiknya dimasukkan dalam kumpulan puisi remaja. Kadangkala terlalu ngotot dengan keinginan, kadangkala terlalu manja dengan kata-kata, sepertinya kata-kata adalah batu bata yang dapat dipakai memebangun rumah model apa saja, kapan saja. Seorang Tardji sedemikian menghormati kata-kata, dan memang, ia meyakini, “penyair adalah orang yang hidup dalam dunia kata-kata”.
 
Meskipun kadangkala, ia berbeda pendapat dengan banyak orang tentang berwibawa tidaknya sebuah puisi, Tardji sepenuhnya sadar, ada hal-hal lain di luar puisi yang lebih menentukan penerimaan pembaca. Entah anggapan kritikus sastra, entah terlalu seringnya dibicarakan, entah terlalu seringnya dibacakan, entah alasan penciptaannya yang mencengangkan. Mungkin juga, disebabkan penyairnya menjalani hidup teramat puitis.
 
Misalnya gemar bertindak tidak sopan, melanggar aturan, jarang mandi -jarang makan, tidak beristri -beristri terlalu banyak, atau karena si penulis puisi telah “berhasil” dibidang lain, yang tidak berhubungan sama sekali dengan dunia kepenyairan. Tardji tetap yakin dengan aparat kritiknya sendiri. Puisi berwibawa karena kata-kata, karena kalimat-kalimat, karena teks yang utuh dan sekaligus memancar memasuki lorong-lorong imajinasi. Pernah Tardji mengenal seorang penulis puisi yang dengan getol mengkesankan bahwa puisinya adalah simbol pemberontakan terhadap kekuasaan yang korup, pelurusan terhadap nilai-nilai moral, pembelaan kepentingan kaum bawah… Tardji hanya tersenyum, setelah dibaca, puisi tersebut akan lebih berharga bila ditulis sebagai artikel kemanusiaan. Memang berapologi, memberi paradigma kepenyairan itu penting, tapi akan menjadi tidak penting/berharga bila tidak dibarengi kualitas puisi itu sendiri.
 
Puisi, bagaimanapun juga, adalah sebuah sikap. Dan sebuah sikap, tentu saja, memihak kaum tertentu, meminggirkan kaum yang lain. Karena itu, beban puisi tidaklah ringan. Puisi mesti menyelinap di antara sekian banyak kepentingan, sekaligus terbebas dari sekian banyak kegiatan penyingkiran. Puisi bukanlah tentara, yang katanya demi “negara boleh melenyapkan nyawa manusia”, dan puisi bukanlah pelacur, yang setelah dibayar, boleh tenteng kemana saja. Tapi, puisi mesti bersikap sebagai tentara, mesti loyal seperti halnya pelacur, atau puisi mesti cerdas sebagaimana cendekia, bahkan bijak seperti Budha.
 
Kesadaran Penciptaan
 
Tardji, karena sedemian ingin tidak hanya berpuisi, tapi juga “turut berpendapat” dalam lalu-lintas perpuisian. Maka, Tarji belajar kepada para penyair yang telah berhasil. Belajar kepada para penyair tanah air, dan dibantu sedikit kemampuan berbahasa asing, Tardji belajar kepada penyair luar tanah air.
 
Hasilnya, Tardji menyakini, setidaknya ada tiga kesadaraan yang dibutuhkan seorang penyair yang ingin berhasil. Pertama, kesadaran untuk membaca realitas/ masyarakat, kedua, membaca puisi (atau karya sastra bentuk lain) dari pengarang sebelumnya, ketiga, membaca puisi (atau karya sastra bentuk lain) dari pengarang sejaman.
 
Membaca realitas membawa pengertian turut menyelami persoalan yang menggelibat di masyarakat. Agar puisi tidak mengada-ada. Sejauh yang Tardji baca, puisi berwibawa senantiasa dekat dengan kondisi masyarakat. Dan, itu tidak mungkin terwujud bila tidak ada pemahaman terhadap persoalan masyarakat. Secara lebih lebar, masyarakat dapat diartikan sebagai tradisi, perilaku aktual, dan kebudayaan. Dari tanah air, Tardji melihat ada puisi yang lahir dari persilangan antara masyarakat bawah, kerajaan, dan penjajahan.
 
Puisi demikian berciri organis (rima dan bentuk yang ketat), mendayu-dayu seakan rindu kebebasan, gelisah yang terpendam, romantik disebabkan tidak setuju dengan yang terjadi pada kekinian. Juga semasa riuh-rendah kemerdekaan, puisi yang berhasil dan kebal jaman adalah yang berciri menggebu-gebu, menyeruak-sengak, merenggut perhatian, jujur, serta penuh kejutan. Puisi seperti itu, memang hanya milik jamannya, sehingga justru dapat dibaca sebagai pelajaran melihat jaman. Misalkan masyarakat berbentuk jam, maka puisi adalah ritmis tik-taknya.
 
Misalkan masyarakat adalah botol, puisi adalah perih lukanya. Yang patut dicermati, hubungan masyarakat dengan puisi bukanlah hubungan logis, misalnya antara perempuan di dunia nyata dengan perempuan di dalam cermin. Ada sublimasi dalam puisi.
 
Demikian juga yang terjadi di luar tanah air, kondisi masyarakat berpengaruh kuat dalam teks puisi. Mungkin tidak dalam kesengajaan penciptaan, sebab konon ada yang meyakini puisi adalah gerak bawah sadar, tapi seorang penyair berwibawa selalu peka dan responsif dengan masyarakat. Munculnya aliran-aliran dalam puisi, atau karya sastra, membuktikan kepekaan pengarang dalam menyelami realitas. Tahun 1914, Andre Breton mendeklarasikan Manifesto Surealisme yang pertama. Saat itu dunia barat, Eropa dan Amerika, sedang tekun-tekunnya mendewakan rasionalitas, surealisme menemukan bentuknya melalui karya sastra “dada”.
 
Yaitu, pemberontakan menyeluruh terhadap rasionalitas, tanpa kompromi. Teks puisi menjalin kode-kode bahasa estetiknya dengan logika yang “tak masuk akal”, misalnya pemakaian logika tumbuhan, hewan, atau juga kartu domino. Surealisme pertama, dada, dapat digambarkan sebagai perahu nelayan yang berlayar dari pasar ke pasar. Tahun 1936, Andre Breton mendeklarasikan Manifesto Surealisme yang ketiga. Saat itu dunia barat baru saja dilanda PD I, surealisme menemukan bentuk melalui psikoanalisa. Teks puisi mendistribusikan kode-kodenya memakai logika mimpi.
 
Tardji, pada dasarnya, memang seorang petualang. Gemar mengarung luas pengetahuan. Tardji menelusuri sejarah puisi hingga pada bentuk-bentuk yang paling primitif. Tardji menemukan mantera. Puisi anonim, tanpa pengarang tunggal, dan karenanya dekat dengan masyarakat, menjadi milik masyarakat. Kata-kata dalam mantera menyadarkan Tardji, bahwa kata dalam puisi tidak harus memiliki beban pengertian, yang lebih penting adalah bangunan teks yang mistis.
 
Lalu Tardji singgah pada Chairil, memperoleh pelajaran tentang puisi simbolis. Ke-aku-an yang utama. Sublimasi diri yang menukik dan menggema. Bahwa puisi tidak harus, kalau bisa jangan, berkompromi dengan bahasa masyarakat. Benar, bahasa puisi lahir dari masyarakat, tapi setelah jatuh ke tangan penyair, bahasa seakan direnggut dari realitas. Menjadi milik diri. Selain itu, Tardji juga bergaul dengan puisi para penyair lain yang sempat tercatat. Mengakrapinya. Mencocok-cocokkan penilaiannya dengan penilaian kritikus. Kepada puisi yang dipuja, ia mencari sebab dipuja. Kepada puisi yang terhina, ia cari tahu kenapa terhina.
 
Terhadap puisi luar tanah air, Tardji amat terkesima dengan bentuk-bentuk puisi Perancis. Tardji kagum pada puisi Baudelaire yang tajam, berjiwa, tragik, dan memabukan. Kata-kata dalam puisi ibarat “hutan lambang” yang tak ‘kan selesai dirambahi. Tardji berdecak kagum pada puisi Mallarme yang hitam, hitam, dan hitam. Puisi, begitulah Tardji saksikan, sederajat dengan agama. Puisi hanya untuk diyakini. Tetapi, Tardji paling takjub pada puisi Rimbaud yang mistis, magis, terbebas dari segala ikatan. Puisi hadir untuk puisi itu sendiri. Puisi yang apabila dibaca seperti menyedot, membetot, memecah-mecah, menghamburkan jiwa ke “daerah tak dikenal”.
 
Tardji menemukan titik singgung antara puisi penyair Perancis dengan puisi penyair tanah air. Antara Chairil dengan Baudelaire, antara Mahatmanto dengan Mallarme, antara Rimbaud dengan masyarakat pemantera. Mungkin mereka tidak saling kenal, tidak saling membaca karya, tapi ekspresi estetik dan kejiwaan, mendekatkan puisi mereka.
 
Sebagai seorang yang ingin menjadi penyair, Tardji tidak sendirian. Ada banyak penyair dan calon penyair yang hidup sejaman. Mereka pesaing Tardji. Mereka dapat mengangkat dan menegakkan serta menjatuhkan Tardji.
 
Mereka dan Tardji sama-sama membaca sejarah puisi, hidup pada jaman yang sama, pada realitas dan persoalan masyarakat yang sama. Sangat mungkin, mereka dan Tardji melahirkan bentuk puisi yang sama. Dan, tentu saja, itu kejadian yang tidak diharapkan. Karenanya Tardji, mungkin juga mereka, membaca puisi dan kecenderungan puisi para penyair sejaman. Untuk meyakini diri, “saya berbeda” atau “puisi saya paling puitis”.
 
Naluri Kepenyairan
 
Membaca puisi, seberapa pun banyaknya, tentu saja, belum bisa diakui sebagai penyair. Syarat mutlak menjadi penyair adalah puisi. Memang, banyak orang menyebut seseorang penyair tapi belum pernah membaca puisi ciptaannya. Atau, ada seseorang yang sudah mengaku penyair padahal belum menulis lebih dari 50 puisi, bahkan mungkin baru menulis kurang dari 5 puisi. Tardji ingin, dan ini yang sedang diusahakannya, diakui sebagai penyair karena intens menulis puisi.
 
Berdasarkan yang Tardji baca, seorang penyair setidaknya dihinggapi dua sifat; peka dan bebal. Seorang penyair, Tardji tahu itu, menulis puisi karena kepekaannya. Panca indra penyair, yang ini Tardji juga tahu, tidak mudah tersentuh oleh gejala dan peristiwa yang ada. Penyair nyaris imun dari gerak realitas. Hanya saja pada momen-momen tertentu, ini yang Tardji belum bisa, penyair lebih peduli dari siapa pun.
 
Pada saat-saat seperti itu, penyair menyatakan bahwa setiap peristiwa, mekipun remeh, mewakili peristiwa yang lebih besar. Istilah Jawanya, kesatuan antara jagad cilik dengan jagad gedhe. Misalnya, suatu ketika seorang penyair melihat ada kuburan China yang diterangi cahaya bulan, sang penyair takjub dan berhenti lama. Ia lekas pulang dan menulis puisi,…bulan di atas kuburan.
 
Kepekaan penyair adalah keunikan yang terberi, ada dengan sendirinya. Tetapi Tardji, berdasarkan pada yang telah dibaca, meyakini bahwa kepekaan inspirasi puisi bisa dimiliki dangan cara dipelajari dan dibiasakan.
 
Maka sejak saat itu, Tardji menjalani kepenyairan. Pada mulanya ia pura-pura kurang nafsu makan karena belum dapat inspirasi, pura-pura belum mengantuk meski sudah pukul tiga pagi, pura-pura terkejut melihat daun jatuh, pura-pura cuek dalam menyeberangi jalan. Akhirnya, Tardji benar-benar sering kurang nafsu makan meski lapar, benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi setiap hari, benar-benar sering terkejut tiap melihat daun jatuh, benar-benar sering terserempet kendaraan bila menyeberang.
 
Tardji pun menulis puisi. Tiap hari. Selagi masih bisa, kegiatan-kegiatan di luar menulis puisi dihindari. Setiap hari, hidup hanya menulis puisi. Satu, dua, tiga belas,…, berpuluh puisi Tardji tulis. Tiap beberapa puisi selesai, cepat ia kirim ke media massa. Demikian seterusnya. Tak henti-henti, sebab penyair adalah orang yang bebal.
 
Lima tahun sesudahnya, ada beberapa puisi Tardji dimuat. Bahkan, ada disertakan dalam antologi puisi regional. Tardji pun siap-siap mengeluarkan “kredo” bagi kepenyairannya. Kredo yang dapat menjembatani antara puisi dengan kritik, dapat membangun hubungan antara puisi dengan masyarakat. Maka pada suatu malam yang riang, pada suatu pesta perjamuan, diantara banyak wartawan, undangan, kerabat, dan teman dekat; Tardji berteriak “akulah penyair!”
***
 
Surabaya, Jawa Timur.

http://sastra-indonesia.com/2008/08/kerja-kepenyairan-tentang-masa-lalu-penyair-tardji/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt