Selasa, 13 Agustus 2019

ISLAM DAN PENGUATAN NASIONALISME

Ahmad Syauqi Sumbawi

Dalam rangkaian acara peringatan Hari Bela Negara pada bulan Desember lima tahun lalu, penulis kebetulan berada di Masjid Istiqlal Jakarta. Melaksanakan shalat Dluhur berjamaah, kemudian duduk-duduk di salah satu bagian serambi masjid tersebut. Ketika mengarahkan mata ke langit, tanpa sengaja penulis melihat sebuah lanskap yang indah, yakni bendera merah putih berkibar di puncak Monumen Nasional bersanding dengan menara masjid Istiqlal. Tentunya, hal itu tidak cukup dimaknai sebatas keindahan visual, tetapi juga keindahan kontekstual yang mencerminkan harmonisasi antara ke-Islam-an dan Ke-Indonesia-an yang mengisi ruang-ruang historis Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga dewasa ini.

Dalam perspektif politik, puncak harmonisasi antara ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an, dapat dilihat dari penerimaan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, setelah melalui serangkaian perdebatan panjang yang mengerucut pada dikotomi antara Islam versus Nasionalisme, Islam versus Pancasila, dan sebagainya. Karena itu, tidak keliru dikatakan bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional di bawah kepemimpinan para founding fathers, yang secara historis, berkaitan erat dengan perjuangan kemerdekaan bangsa dari belenggu kolonialisme. Eksistensi Pancasila tidak dapat dilihat sebagai ideologi dan dasar negara an sich, tetapi juga sebagai hasil perjuangan bangsa—kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme—, sekaligus sebagai sumber inspirasi dan kekuatan, dalam upaya mewujudkan tujuan didirikannya Negara Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Penerimaan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara atas bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tentunya tidak bisa dilepaskan dari proses universalisasi terhadap nilai-nilai Islam dan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Pada tataran ini, tampak sebuah pemahaman dan kesadaran di kalangan umat Islam—terutama para elit—, terkait kesesuaian di antara keduanya. Proses universalisasi ini pula yang kemudian secara sosiologis, menuntut dan mengarahkan heterogenitas—baik suku, agama, ras dan sebagai—untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara konstruktif dan positif. Sederhananya, apabila universalisme Islam mengarahkan pada sikap keberagamaan yang toleran dan inklusif, serta menjauhkan dari radikalisme dan eksklusivisme agama, maka universalisme Pancasila menunjuk pada integrasi bangsa Indonesia secara dinamis.

Harmonisasi antara Islam dan Pancasila, tidak dipungkiri menjadi permasalahan penting yang secara terus-menerus dihadapi oleh umat Islam di Indonesia. Pertanyaan terkait bagaimana wajah dan peran Islam Indonesia, terutama dalam menguatkan kebangsaan, menjadi krusial mengingat berbagai ancaman dan tantangan yang muncul terkait permasalahan agama, seperti radikalisme agama, eksklusivisme agama, serta gerakan religio-politik trans-nasional. Begitupula dengan berbagai persoalan sosial lain, seperti korupsi, kemiskinan, dampak negatif globalisasi dan sebagainya. Karena itu, rekonstruksi Islam Indonesia menjadi sangat mendesak, terutama dalam mewujudkan visi universalnya, yaitu rahmatan lil-alamin.

Wajah Islam Indonesia; Islam Yang Memerdekakan

Berangkat dari simbol Masjid Istiqlal (ke-Islam-an) dan Monumen Nasional (ke-Indonesia-an) di atas, istilah yang barangkali cukup proporsional untuk menyebut Islam Indonesia adalah “Islam yang memerdekakan”. Sebagaimana diketahui, pendirian masjid yang menjadi simbol kemerdekaan Republik Indonesia tersebut diprakarsai oleh para tokoh Islam sekaligus tokoh nasional, seperti KH. Agus Salim, KH. A. Wahid Hasyim dan sebagainya. Hal ini menunjukkan umat Islam tidak hanya telah berhasil dalam harmonisasi antara Islam dengan nasionalisme Indonesia, tetapi juga menjadi bagian penting dalam kemerdekaan serta pencapaian tujuan didirikannya Republik Indonesia. Di sini, tampak bahwa Islam diposisikan sebagai spirit yang menginspirasi perjuangan kemerdekaan dalam bingkai ke-Indonesia-an.

Secara historis, Islam telah menjadi inspirasi perjuangan kemerdekaan bangsa pribumi—Indonesia—, jauh sebelum nasionalisme Indonesia lahir. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai perlawanan rakyat pribumi pra-Indonesia terhadap kolonialisme Barat, seperti Perang Padri (1821-1827), Perang Diponegoro (1825-1830), Pemberontakan Banten (1888), dan Perang Aceh (1873-1903). Tidak heran jika pemerintah kolonial—Belanda—kemudian menganggap Islam sebagai elemen yang berbahaya bagi kolonialisme, dimana pada gilirannya mempengaruhi lahirnya kebijakan terhadap umat Islam. Pada proses inilah, C. Snouck Hurgronje muncul sebagai penasihat utama dan tokoh penting di balik berbagai kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap umat Islam, terutama di paruh kedua abad ke-19.

Menurut Hurgronje, umat Islam di Hindia Belanda itu “damai”, namun kemampuan politik fanatisme Islam tidak bisa dinafikan begitu saja. Di samping itu, meskipun Islam di Hindia Belanda banyak bercampur dengan kepercayaan animisme dan Hindu, umat Islam di wilayah koloni ini—pada masa itu—memandang agamanya (Islam) sebagai alat pengikat, yang membedakan dirinya dari orang lain. Lebih jauh, Islam dalam hal ini, bahkan dipandang sebagai simbol dari “kebangsaan” yang melambangkan perlawanan terhadap kolonialisme Barat.

Nasionalisme Indonesia, merupakan metamorfosa baru dari “kebangsaan” Islam—umat Islam— di Hindia Belanda. Diawali dengan gerakan ethno-nasionalisme, nasionalisme Indonesia mengalami perkembangan besar sejak tahun 1920-an dan mendapatkan momentumnya pada peristiwa Sumpah Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928, yang menegaskan visi besarnya, yaitu “Satu Indonesia” yang merdeka.

Munculnya kesadaran kebangsaan dan kesadaran nasional dalam manifestasi pergerakan dan organisasi nasionalis, sebagaimana yang dapat dilihat pada peristiwa Sumpah Pemuda di atas, mensyaratkan kehadiran golongan intelektual baru sebagai agen dalam mengantarkan pada proses perubahan sosial. Pada konteks ini, stigma bahwa perubahan-perubahan yang revolusioner di Asia, Afrika dan Timur Tengah sejak awal abad ke-20 merupakan pengaruh peradaban Barat melalui westernisasi dan modernisasi, tampaknya menjadi stigma yang tidak keliru. Meskipun demikian, spirit nilai-nilai keagamaan dan primordialisme budaya lokal tidak bisa diabaikan dalam proses tersebut, terutama dalam konstruksi pemikiran dan jati diri sebuah bangsa. Pada titik inilah, permasalahan terkait inspirasi dan ideologi dalam konstruksi Indonesia secara keseluruhan tampak menjadi wacana penting serta menjadi perdebatan panjang di kalangan umat Islam, khususnya antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai sekuler (non-Islam).

Penerimaan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia, tidak dipungkiri, menjadi titik temu dari perdebatan ideologis antara tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh sekuler— yang notabene juga mayoritas beragama Islam— di atas. Dari peristiwa ini, tampak terjadinya pergeseran pemikiran di kalangan tokoh-tokoh Islam tersebut terkait Islam dan ke-Indonesia-an. Sederhananya, jika perjuangan Islam melawan kolonialisme adalah perjuangan yang bersifat universal (umum), maka perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah bentuk dan sifatnya yang partikular (khusus), dimana keduanya saling menguatkan satu dengan yang lain. Hal inilah yang kemudian tampak pada perkembangan selanjutnya, dimana perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dimaknai sebagai jihad oleh para tokoh Islam, sebagaimana yang dapat ditemui dari fatwa-fatwa jihad yang dikeluarkan oleh para ulama. Bahkan, sejarah pun tak luput mencatat, bahwa pekik “Allahu Akbar” menjadi ungkapan yang mengobarkan semangat perjuangan bangsa Indonesia, sebagaimana yang terjadi pada pertempuran 10 November di Surabaya dan peristiwa lainnya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Islam menjadi inspirasi teologis kemerdekaan bangsa Indonesia, khususnya umat Islam.

Islam Indonesia dan Pluralitas Sosial; Pancasila sebagai nilai-nilai Islam dalam Konteks Ke-Indonesia-an

Kendati Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), diyakini sebagai “konstruksi final” oleh mayoritas umat Islam, namun tuntutan terkait berdirinya Negara Islam menjadi sesuatu yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Secara historis, hal ini dapat kita lihat pada keberadaan DI/TII dan beberapa gerakan umat Islam lain dengan tuntutan yang serupa. Fenomena ini, tentunya tidak bisa dilepaskan dari interpretasi dan pemahaman umat Islam terkait posisi agama dan negara. Karena itu, tidak heran jika pada periode berikutnya—bahkan hingga kini—, para tokoh-tokoh Muslim tampak berusaha keras melakukan rekonstruksi Islam Indonesia, terutama dalam upaya menguatkan kebangsaan dan mencegah disintegrasi. Dalam rekonstruksi tersebut, universalisme Islam dan partikularisme sosial-budaya (ke-Indonesia-an), tidak dipungkiri, menjadi tema besar dan pijakan awal di dalamnya.

Pada umumnya, umat Islam—melalui para tokohnya—meyakini Islam sebagai agama universal. Aspek universalisme ini merupakan keniscayaan bagi Islam untuk dapat diterima, bahkan “menumbuhkan”, baik pada setiap locus budaya maupun dalam mengiringi perubahan zaman secara dinamis. Karena itu, pemaknaan Islam tidak bisa dipahami secara partikular dan eksklusif, tetapi mengayomi eksistensi kemanusiaan seluruhnya, tanpa batasan ruang dan waktu serta hambatan kualitas lahiriah manusia, baik asal-usul rasial maupun kebahasaan. Pada titik ini, kontekstualisasi ajaran-ajaran Islam merupakan keharusan untuk menyapa seluruh locus budaya serta perubahan zaman, seperti keindonesiaan maupun gerak globalisasi.

Dalam pandangan universalisme Islam, pluralitas masyarakat merupakan “fitrah sosial” kemanusiaan, dimana pada tataran realitas dapat dilihat pada kehidupan masyarakat Indonesia yang heterogen, meliputi suku, agama, budaya, dan sebagainya. Tentunya, realitas tersebut tidak dapat dipandang sebagai karakteristik Indonesia yang unik an sich, tetapi harus juga diposisikan sebagai permasalahan tersendiri, mengingat stigma bahwa heterogenitas masyarakat menyimpan potensi konflik horizontal yang tinggi, baik antar masyarakat maupun dalam relasi antara agama dan negara.

Indonesia dengan karakteristiknya di atas, diyakini memiliki posisi strategis dalam upaya membangun titik temu antar agama. Keberadaan semua agama besar, pergumulan yang panjang antar pemeluk agama dan sejarah keberagamaan—tanpa menafikan pasang surut hubungan yang terjadi—, merupakan modal sosial yang melahirkan optimisme bahwa suasana hidup beragama yang toleran dan terbuka (inklusif) bisa diwujudkan di Indonesia. Pada titik ini, paradigma teologis yang inklusif dan toleran merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap pemeluk agama dalam kehidupan sosial.

Paradigma teologi inklusif inilah, yang idealnya dikembangkan dalam keberagamaan umat Islam Indonesia sebagai kelompok mayoritas. Secara sosiologis, urgensi hal tersebut mengarah agar Islam (organized religion) tidak diposisikan sebagai kebenaran mutlak dan tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi seperti juga agama dan keyakinan lain, yaitu sebagai salah satu warna dari pluralitas masyarakat Indonesia. Dengan demikian, hubungan sosial antar umat beragama dapat terjalin secara konstrukstif. Di sisi lain secara politis, paradigma teologis ini juga penting supaya permasalahan agama tidak diarahkan pada berbagai kepentingan politik yang tendensius dan sempit, sebagaimana yang dapat dilihat dari fenomena politisasi dan pendangkalan agama serta sikap eksklusif di kalangan umat Islam.

Penegasan di atas merupakan otokritik terhadap umat Islam Indonesia sendiri terkait relasi antara agama dan negara. Fakta sejarah menunjukkan bahwa gerakan ideologisasi Islam, baik tuntutan mendirikan negara Islam, desakan formalisasi syariat Islam melalui legalisasi Piagam Jakarta, dan sebagainya, tidak dipungkiri menjadi masalah sosio-politik yang mengiringi historisitas negara Indonesia hingga dewasa ini.

Terkait hal di atas, tidak dipungkiri, bahwa urgensi Pancasila tidak hanya merupakan jalan tengah bagi penyelesaian perdebatan ideologis terkait agama dan negara, sekaligus untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara. Di samping itu, meskipun tidak ada simbol-simbol Islam di dalamnya, Pancasila merupakan ideologi yang selaras dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang universal. [*]

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt