Rabu, 03 Januari 2018

Pendidikan Nasional: Antara Aset Hidup dan Aset Mati

Ignas Kleden *
jehovahsabaoth.wordpress.com

SALAH satu tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah (dilihat dari sudut mobilitas sosial) ialah membuka kesempatan bagi peserta didik untuk lebih maju dalam hidupnya, memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kepandaian yang telah dipelajarinya, mendapatkan pembayaran yang seimbang dengan keahliannya, dan karena itu dapat meningkatkan statusnya secara sosial.

Seorang petani di daerah Wates, Yogya, niscaya berbahagia melihat anaknya kini menjadi seorang peneliti kemasyarakatan di LIPI, atau seorang ibu penjual teh botol di Cirebon tentu senang dan bangga melihat anaknya dapat menjadi manajer pemasaran di sebuah perusahaan minuman di Jakarta. Dengan kata lain, pendidikan dan pengajaran berfungsi juga sebagai sarana untuk mendorong seseorang naik dalam mobilitas vertikal, dengan menempati status yang semakin tinggi dalam hierarki sosial.

Anggapan itu didasarkan beberapa kepercayaan umum, yang sebaiknya diperiksa kembali, karena tidak selalu sesuai kenyataan, khususnya dalam ekonomi dan politik Indonesia sekarang ini.

Pertama, ada kepercayaan umum bahwa mereka yang melewati suatu jenjang pendidikan akan mendapat nilai-tambah dalam hidupnya berupa kepandaian atau keahlian yang tidak akan diperolehnya, kalau dia tak sempat memperoleh pendidikan dan pengajaran tertentu.

Kedua, ada pula kepercayaan yang sudah diterima begitu saja bahwa semakin tinggi tingkat kepandaian seseorang, semakin terbuka pula kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat dipilih sesuai dengan keahlian dan bakat-bakat pribadinya.

***

DUA jenis kepercayaan itu selayaknya ditinjau kembali saat ini agar supaya tidak memperbesar ilusi orang-orang yang ingin masuk dalam suatu tingkat pendidikan tertentu. Pengandaian bahwa setiap tingkat pendidikan, pengajaran, dan pelatihan memberikan suatu kepandaian tertentu, selayaknya harus diuji dan dibuktikan dengan beberapa kriteria yang dapat dilihat dan diamati oleh masyarakat luas. Sebagai contoh soal, apakah dengan mempelajari bahasa Inggris di SMP dan SMU, sebanyak rata-rata empat jam setiap minggu selama enam tahun, seorang tamatan SMU dapat menulis surat pendek berbahasa Inggris secara korek, dapat menerima telepon dalam bahasa Inggris tanpa kesulitan, atau dapat membaca sebuah novel ringan dalam bahasa Inggris? Kalau hal ini secara rata-rata tidak tercapai (dan dalam kenyataan jauh panggang dari api), mengapa pemerintah kita (dalam hal ini Departemen Pendidikan) tidak merasa cemas dan perlu untuk meninjau kembali pelajaran bahasa Inggris dengan tingkat pencapaian seperti ini, dan berdasarkan petunjuk itu, meninjau pula pelajaran-pelajaran lainnya? Mengapa anak-anak kita disuruh menghabiskan waktu, dan orangtua diharuskan membayar demikian banyak uang, untuk sesuatu yang tidak kelihatan manfaatnya?

Dalam diskusi seperti ini yang selalu dihebohkan adalah metode, buku teks, modul, dan semua hal lain di luar faktor manusianya, yaitu guru dan murid. Berilah kepada para siswa buku teks yang terbaik sekalipun, tetapi dengan seorang guru yang lemah pengetahuan dan rendah pengabdiannya, maka dapat dipastikan hasilnya akan tetap jelek. Sebaliknya, berilah kepada para siswa buku teks yang sedangan saja, tetapi dengan guru yang benar-benar mahir dan tinggi komitmen mengajarnya, maka hasilnya akan bagus. Persoalan ini jelas bagaikan siang hari bolong, tetapi dalam berbagai diskusi pendidikan kita, dibuat seakan-akan faktor guru ini sama sekali tidak menentukan, dibanding dengan semua gimmicks (tongkrongan) tentang kurikulum, modul, sistem ujian, dan buku teks.

***

KENYATAAN ini rupanya hanya dapat diterangkan dengan teori kepentingan, yaitu vested interest, karena tidak mungkin orang Indonesia demikian rendah inteligensinya sehingga tidak memahami bahwa faktor yang paling menentukan dalam pembelajaran adalah faktor manusianya, yaitu guru dan murid sebagai aset hidup dan bukan semua asset mati lainnya. Soal sebenarnya ialah kalau kondisi kerja para guru dibenahi dengan gaji yang pantas, tunjangan yang mencukupi, dan jaminan lain, maka para profiteur pendidikan tidak mendapat apa-apa meski kualitas pendidikan meningkat. Tetapi, dengan mengutak-atik buku teks, modul dan kurikulum, maka ada berbagai bisnis dapat dikembangkan dari sana seperti pencetakan buku teks beserta distribusi dan penjualannya, penyusunan modul, atau seminar dan lokakarya perencanaan kurikulum, yang semuanya memerlukan biaya besar meski nasib para peserta didik bagaikan layang-layang putus talinya. Menyerahkan hal ini kepada pertimbangan dan perjuangan swasta semata-mata rupanya amat sulit karena di sini dibutuhkan faktor kekuasaan yang hanya dipunyai negara.

Menetapkan kembali hierarki kepentingan, mengutamakan apa yang paling pokok, memotong dan membuang kegiatan-kegiatan yang membawa untung materiil tetapi merugikan mutu pendidikan, hanya dapat dilakukan instansi yang mempunyai kekuasaan sah, karena berimplikasi pada pertentangan kepentingan dari pihak-pihak yang selama ini menikmatinya. Masalahnya menjadi lain, bila pihak yang harus melakukan quality control tidak bisa mengontrol vested interest-nya sendiri dan kemudian menjadi bagian dari penyimpangan yang justru harus diawasinya.

***

PERSOALAN ini amat rumit, tetapi dengan sedikit kemauan politik dan pengorbanan bersama, dapat disederhanakan dan diuraikan, kalaupun belum dapat dipecahkan seluruhnya. Dengan mengambil contoh soal pelajaran bahasa Inggris, tulisan ini ingin mengajukan usul bahwa untuk setiap pelajaran sebaiknya ditetapkan target minimum dan bukannya target maksimum. Kalau seorang anak masuk SMP kelas 1, sebaiknya dia dan orangtuanya dapat memperoleh gambaran mengenai apa yang akan dikuasainya setelah mempelajari bahasa Inggris selama satu tahun dengan empat jam pelajaran setiap minggu.

Apakah setelah satu tahun di SMP dia diharap menguasai 400, 500, atau 600 kosakata bahasa Inggris? Apakah dia dapat menyusun kalimat tunggal (dalam present tense) dalam bahasa Inggris dengan benar? Ukuran-ukuran ini harus ditetapkan oleh para ahli pendidikan dan pengajaran untuk setiap bidang, tetapi ukuran itu sebaiknya ada. Di Jepang, konon, untuk membaca koran berbahasa Jepang, seseorang harus menguasai minimal 1.940-an karakter dasar (huruf Kanji), sedangkan untuk membaca karya ilmiah seseorang dituntut menguasai 2.220-an karakter dasar, belum terhitung kombinasinya. Anak-anak Jepang yang menamatkan sekolah menengah dituntut menguasai 1.600 karakter, sedangkan orang asing yang belajar di universitas harus menguasai sekitar 2.000 karakter Kanji. Ukuran-ukuran ini tentu dapat berubah setiap masa, tetapi pokok soal ialah ada beberapa target minimum yang ditetapkan untuk tiap tingkat pendidikan dan pengajaran.

Bila sasaran-sasaran nyata ini ditetapkan pemerintah kita, maka jalan untuk mencapai sasaran-sasaran itu sebaiknya cukup terbuka untuk inisiatif dan kreativitas setiap sekolah dan para gurunya, dan tidak perlu mereka diikat dengan didaktik atau metodik yang sama.

Dengan adanya target minimum ini, lembaga-lembaga dalam lingkungan Departemen Pendidikan yang harus melakukan pengawasan, mempunyai pegangan dalam menentukan apakah sebuah sekolah memenuhi persyaratan minimum, dan karena itu mempunyai hak untuk tetap berkiprah sebagai lembaga pendidikan, atau harus dihentikan karena tidak sanggup memenuhi syarat-syarat yang dituntut. Kriteria ini sejauh mungkin hendaknya bersifat substansial dan materiil, dan jangan sekali-kali hanya bersifat formal belaka. Jadi, persoalannya bukan berapa buku pelajaran yang sudah diselesaikan dalam waktu tertentu, tetapi apakah para siswa dapat menulis surat berbahasa Inggris sepanjang setengah halaman dengan benar, setelah tiga tahun belajar bahasa Inggris di SMP, dan dapat menceritakan sebuah pengalaman akhir minggu selama tiga menit tanpa terlalu banyak kesulitan.

SEMUA ini amat tergantung dari kesediaan, kemampuan, perhatian, dan waktu para guru dalam mengawasi dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dibuat para siswanya. Namun, di sinilah letak pokok persoalan yang hingga kini didiamkan saja dan tidak dibicarakan secara terbuka. Sudah bukan rahasia lagi bahwa di antara para guru Bahasa Inggris sendiri di SMP banyak pula yang tidak sanggup menulis sepucuk surat berbahasa Inggris dengan benar, dan rendah sekali kemampuan bahasa Inggrisnya. Kalau itu soalnya, maka dapat diusulkan bahwa untuk para guru sendiri perlu ditetapkan beberapa kriteria kompetensi minimum. Sekali lagi, kriteria-kriteria ini pun sebaiknya bersifat materiil dan substansial dan bukannya kriteria formal. Misalnya, apakah dia dapat menuliskan rencana pelajarannya untuk satu tahun dalam bahasa Inggris dan menyerahkannya kepada kepala sekolah untuk dipertimbangkan. Jadi, daripada menyerahkan laporan dan berbagai surat keterangan tentang pengalamannya mengajar sebelumnya, sebaiknya dia diberi kesempatan untuk menunjukkan secara konkret kompetensinya sendiri.

Patut dikemukakan, dengan seleksi yang keras seperti ini para guru yang akhirnya diterima mengajar selayaknya diberi pembayaran yang pantas sesuai pengalaman dan keahliannya, dan bila dia berhasil selama beberapa tahun, dia dapat diberi kesempatan oleh sekolah (misalnya dengan beasiswa) untuk menambah pengetahuan dan pengalamannya di negara-negara tetangga. Seorang guru SMU yang terbukti berhasil dalam mengajarkan pelajaran Matematika, sudah selayaknya diberi kesempatan dan biaya oleh sekolahnya untuk meninjau pengajaran Matematika untuk sekolah setingkat SMU di Australia, Malaysia atau Singapura, baik sebagai cara untuk meningkatkan kompetensinya maupun sebagai insentif untuk memberikan performa yang lebih baik.

***

TENTU saja motivasi para siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh amat tergantung dari apa yang dilihatnya sehari-hari di luar sekolah. Kalau berdasarkan pengamatannya mereka yakin bahwa mobilitas vertikal benar-benar ditentukan oleh meningkatnya pengetahuan dan keahlian, maka mereka akan belajar dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya, kalau mereka melihat bahwa kemajuan orang-orang dalam bisnis atau dalam karier tidak ada hubungan dengan tingkat pengetahuan dan keahlian, tetapi lebih berhubung dengan KKN, maka motivasi belajarnya akan menurun.

Pada titik itulah terletak titik api dari peranan pendidikan dan pengajaran. Bila sekolah-sekolah dengan guru-guru yang pandai dan tangguh dalam pekerjaannya berhasil membentuk pengetahuan, pengertian, dan watak para siswanya secara meyakinkan, maka para lulusan sekolah bukan hanya mereproduksi kebiasaan masyarakatnya, tetapi juga terdorong untuk mengoreksi keadaan masyarakatnya. Suatu masyarakat yang sudah aman tenteram dengan kemakmuran dan keadilan yang relatif stabil tidak lagi terlalu memerlukan pendidikan dan pengajaran yang kreatif, karena lingkungan sudah mengajarkan mereka berbagai kebajikan sosial yang harus ditaati. Tetapi suatu masyarakat dengan watak peralihan seperti Indonesia jus-

tru sangat memerlukan pendidikan dan pengajaran yang kreatif.

Ironisnya, pendidikan dan pengajaran itu kini justru digilas oleh kelemahan-kelemahan dari masyarakatnya sendiri. Korupsi dalam kalangan birokrasi berjangkit menjadi kebiasaan nyontek dalam sekolah; KKN dalam pemerintahan dan bisnis berkembang menjadi sogok-menyogok antara guru dan murid; atau hedonisme orang dewasa telah mendorong lahirnya kenakalan remaja, sedangkan kebiasaan berdusta dan menipu di kalangan politisi amat mempermudah para siswa menipu dan membohongi orangtua atau guru mereka sendiri.

***

DENGAN menerima semua kesulitan itu, harapan untuk masa depan yang lebih baik tidak dapat dibiarkan padam begitu saja, karena tanpa modal harapan itu, pendidikan dan pengajaran tidak mempunyai dasar berpijak. Reformasi telah diluncurkan, meski kini menghadapi banyak kendala, baik secara politik maupun ekonomi. Namun demikian, pemulihan ekonomi dan stabilisasi politik hanya akan merupakan selingan pendek dalam riwayat bangsa kita, bila tidak ditunjang langsung oleh reformasi yang lebih mendasar dalam pendidikan dan pengajaran.

Realisasi harapan itu dapat dilakukan bila kita sedikit membuka mata dan pikiran untuk melihat bahwa dalam analisa terakhir, persoalan Indonesia-politik, ekonomi, sosial budaya atau intelektual-adalah persoalan manusianya, sedangkan persoalan manusia Indonesia adalah persoalan pendidikan dan pengajaran. Tidak perlu diulang lagi bahwa pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses interaksi yang hidup di antara guru dan murid, di antara dosen dan mahasiswa, di antara pelatih dan peserta latihan.

Buku-buku, alat peraga, gedung sekolah, sistem ujian, modul, dan buku teks, hanyalah aset mati yang sekadar berfungsi sebagai alat bantu dalam interaksi itu. Kalau kita menggantikan peranan interaksi di antara dua manusia sebagai aset hidup dengan hanya mengandalkan aset mati, maka cepat atau lambat pengajaran dan pendidikan telah dibunuh perlahan-lahan, tetapi pasti, justru dari dalam rumahnya sendiri.

*) Dr. Ignas Kleden, M.A. adalah sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra berkebangsaan Indonesia. Lahir: 19 Mei 1948 di Waibalun, Larantuka, Flores Timur, Larantuka, Flores Timur. Buku: Sastra Indonesia dalam enam pertanyaan: esai-esai sastra dan budaya, dll
https://jehovahsabaoth.wordpress.com/2011/09/06/pendidikan-nasional-antara-aset-hidup-dan-aset-mati/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt