Jumat, 24 September 2010

Teater Papua dan Manusia yang Berharap

Dorothea Rosa Herliany
http://www.jawapos.com/

Sekumpulan perempuan berbalut pakaian rumbai-rumbai dari kulit pohon (saly) dan tas di kepala (noken) meratap sedih sambil menari-nari. Genderang tifa, triton, dan sejumlah alat musik tradisional menyihir suasana menjadi pilu. Seorang di antara pemain dengan suara lengking dan terasa menyayat menyanyikan syair neno, neno, nene, wadoi kwonso sup ineno / yore mamo mamo / wadoi kwonso sup mambesak / sup ineno // neno, neno, nene, manseren nanggi, wado i / kwonso papua sup ineno / yoro mamo mamo wadoi / kwonso nona papua sup ine (Ya Tuhan, turunlah dan tinggal bersama kami di negeri mambesak ini, Tuhan Langit, berkati negeri Papua serta kekayaannya). Saat itu, ikon yang menjadi hero mereka, Angganetha, akan dibunuh dengan dipenggal kepalanya oleh tentara Jepang.


Begitulah cuplikan pementasan teater perempuan Orchide Papua Teater di beberapa panggung kesenian dan arena terbuka lain di Biak dan Jayapura pada 30 Juli-7 Agustus 2010. Nyanyian dan tarian dengan panah dan busur khas masyarakat Biak Numfor yang disebut Wor mewarnai pertunjukan tersebut. Meski itu tampak khas, ada yang lebih menarik, terutama bagi para penonton yang rata-rata belum pernah menyaksikan pementasan teater tersebut, yakni tersedianya ruang bebrayan (Jawa) atau ruang bersama yang tidak menakutkan -tak ada kesenjangan antara pemain-penonton- dan mereka berada dalam satu wilayah yang sama pada rasa senasib sepenanggungan sebagaimana diucapkan para pemainnya dalam dialog.

Penonton seperti menjadi bagian dari pertunjukan itu sendiri. Sedangkan, teater mewakili dirinya sendiri. Alhasil, dengan bebas mereka memberikan celetukan-celetukan ketika ada dialog/monolog yang menarik. Misalnya, ketika seorang pemain dengan lantang mengatakan bahwa ”Kalau kita ingin anak-anak kita jadi pe­gawai negeri, kita harus sediakan 30 sampai 50 juta untuk pelicin!” Maka, banyak pemuda yang merasakan langsung ketidakadilan itu spontan berteriak dengan keras, ”Betulll!!” Persoalan satu ini memang sedang jadi topik hangat di kalangan anak muda Papua.

Isu-isu lain seputar lingkungan, eksploitasi alam, ketidakadilan dalam pendidikan, hukum, ekonomi, miras (minuman keras), dan HIV/AIDS yang merajalela, peristiwa kekerasan serta berdarah, dan sebagainya coba dipaparkan melalui teater. Namun, sebetulnya pementasan tersebut juga ingin mengedepankan tokoh perempuan pendekar setempat bernama Angganetha yang gugur karena kegigihannya melawan penjajahan Jepang. Itu memang sebuah jenis teater pembebasan. Teater perempuan yang bernama ”Orchide Papua Teater” ini merupakan yang pertama di tanah Papua. Ang­ganetha menjadi simbol perlawanan masyarakat setempat, terutama kaum perempuan, untuk berbicara masalah-masalah yang terjadi di Papua.

Semua pemain, kecuali pemusik, kebetulan memang para perempuan. Mereka adalah para aktivis gereja, warga jemaat yang menjadi korban kekerasan karena konflik dan mengalami trau­ma, seniman perempuan Biak, bahkan ada dua pendeta perempuan yang terlibat dan menjadi tokoh utama dalam teater tersebut. Semua pemain adalah orang-orang yang awam bermain teater. Dengan arahan sutradara Lena Simanjuntak, dalam tempo sekitar dua bulan, mereka yang sebelumnya diberi workshop mampu tampil menjadi pemain-pemain teater yang tak kalah andal dengan pemain teater profesional yang dididik bertahun-tahun dalam suatu padepokan teater mapan.

Lena Simanjuntak dalam hal ini berada di posisi sebagai mediator yang secara terus-menerus menggali, memancing, bertanya kepada semua yang ikut terlibat aktif agar mereka mampu mengungkapkan, menganalisis, membahas, menyarankan, memutuskan, serta merencanakan berbagai hal yang menyangkut dunia mereka sendiri.

”Teater diciptakan untuk menyampaikan kebenaran kepada masyarakat tentang kehidupan dan situasinya,” demikian dikatakan Stella Adler, seorang pemain teater Amerika.

Pernyataan itu menjadi pas sebagaimana sedang dilakukan saat ini oleh Orchide Papua Teater. Kalau selama ini masyarakat Biak, baik yang tinggal di pantai maupun di gunung-gunung, telah memiliki berbagai budaya tari-tarian yang di dalamnya terdapat berbagai macam bentuk gerak -inilah jenis kesenian mereka yang sering dimainkan dalam berbagai kesempatan (penyambutan tamu terhormat, penyambutan para turis asing, dan dalam upacara adat)- kini mereka punya jenis kesenian ”baru” bernama teater. Teater tersebut menjadi sebuah media untuk memaparkan berbagai hal yang bertujuan akhir mengangkat derajat, martabat, dan harkat orang Papua. Keadilan, kesejahteraan, dan perdamaian dalam masyarakat hanya bisa dicapai dengan adanya penghormatan akan hak-hak kehidupan manusia maupun alam. Dan, waktu untuk melakukan semua gerakan itu adalah sekarang. ”Faiman Indo”, demikian seruan ajakan dalam bahasa setempat yang berarti ‘’segera”, sekaranglah saatnya memulai sesuatu.

Para perempuan Biak yang tergabung dalam Orchide Papua barangkali mengingatkan kita pada sejarah awal teater dulu sekitar abad ke-5 SM. Saat itu, penulis bernama Aeschylus (525-456) menjadikan teater sebagai persembahan untuk memohon kepada dewa-dewa. Sedangkan, dalam kelompok teater Papua tersebut, seluruh pemain mempersembahkan teater itu untuk memohon kepada dewa-dewa lain, yakni elite penguasa agar lebih manusiawi dan tidak berlaku sewenang-wenang. Tak heran, kelompok tersebut tak menganggap gedung kesenian sebagai satu-satunya tempat pertunjukan, namun -sebagaimana yang mereka lakukan selama beberapa hari itu- mereka juga main di halaman gereja, di depan pasar, di pantai, dan lain-lain.

Ini memang bentuk teater sebagai media pendidikan populer -sebagaimana ajaran pendidik Brazil Paulo Freire- yang melihat pendidikan sebagai hal membebaskan rakyat dari keadaan yang menindasnya. Media pendidikan bertujuan untuk mempelajari permasalahan yang ada secara bersama-sama dan membuat rakyat tidak dililit ketergantungan. Sebetulnya, hal itu diperkenalkan pertama oleh Bertolt Brech, penyair, dramawan, sutradara teater Jerman. Namun, pertunjukan tersebut baru dipentaskan seabad kemudian, tepatnya pada ‘70-an oleh Augusto Boal di Amerika Latin dalam konteks pembebasan. Boal (yang juga teman baik Freire) memelopori suatu eksperimen teater yang dimulai dengan me­libatkan kaum tertindas, rakyat miskin yang tinggal di daerah kumuh, dan orang-orang jalanan. Pada Lena Simanjuntak, teater pem­bebasan tersebut dalam penerapan artistiknya disesuaikan dengan identitas tempat masyarakat itu berasal.

Bentuk itu banyak dikembangkan di Jogjakan pada era Teater Dinasti tahun ‘70-an. Mereka me­libatkan penonton dalam pertunjukan dengan mengangkat tema keseharian yang sedang terjadi di masyarakat. Kelompok teater tersebut konsisten pada pilihan sikap kepedulian sosial dan budaya. Penulis-penulis lakonnya, antara lain, Emha Ainun Nadjib, Fajar Suharno, Gajah Abiyoso, Simon H.T., Yama Widura, dan Agus Istiyanto, di samping mereka juga mementaskan naskah karya Kuntowijoyo dan Arifin C. Noer. Setelah Dinasti, disusul Kelompok Teater Rakyat Indonesia (KTRI) dan Teater Gandrik yang melakukan pertunjukan dengan visi yang sama.

Di Indonesia, Lena Simanjuntak yang melakukan hal itu sejak 1999 dengan fokus pada perempuan terpinggirkan - mulai PSK (pekerja seks komersial), perempuan korban konflik (di Aceh dan Poso), pembantu rumah tangga, kaum buruh, hingga para pengungsi- menceritakan, tak sedikit dirinya mendapatkan cap sebagai teater pesanan LSM. Itulah memang stempel yang akan ditudingkan bagi teater jenis satu ini. Barangkali, itu merupakan sinisme yang dikembangkan oleh sistem Orde Baru. Sebab, kesenian kritis dikhawatirkan menciptakan kondisi sosial politik yang demokratis. Itulah sebabnya, kesenian yang bebas dikebiri, meski kini pengekangan relatif sudah lebih longgar.

Dalam situasi yang terasa lebih demokratis itulah, Orchide Papua Teater menyuarakan problem-problem yang dihadapi masyarakatnya dan terlebih lagi menyampaikan semangat pembebasan terhadap penindasan rakyat kecil, hak asasi manusia, keadilan, dan perdamaian. Semua pemain tampak bergairah main dari satu tempat ke tempat lain hingga melintasi lautan. Padahal, mereka adalah ibu-ibu yang meninggalkan anak dan suami di rumah, awin-awin (nenek-nenek) yang meninggalkan cucu-cucu, para pelajar yang harus izin tidak bersekolah, atau pendeta yang harus mening­galkan jemaatnya. Mereka penuh semangat melakukan kerja (baca: tugas, perjuangan) teater itu sebagaimana tebersit dalam lagu yang dinya­nyikan pada akhir pementasan:

Hitam kulit keriting rambut, aku Papua…

Biar nanti langit terbelah, aku Papua…

Setiap kali lagu itu terdengar, penonton seperti tertegun. Lalu, pada akhir pementasan -mengingatkan kepada penonton di bioskop-bioskop zaman dulu- banyak di antara mereka, terutama para perempuan, yang meninggalkan ”ruangan” sambil mengusap mata sedih dan terharu. Ada sesuatu yang telah menyentuh mata batin mereka. Kalau saja pementasan itu juga banyak dihadiri para petinggi yang menjadi tujuan mereka bersuara, barangkali akan ada kisah baru di tanah Papua yang diceritakan dalam lagu, sungainya mengalirkan emas… (*)

*) Penyair, tinggal di Bumi Prayudan Magelang, pernah menerima anugerah Sastra Katulistiwa. Pada 2009 bersama suaminya, pelukis Andreas Damtoz, mendapatkan beasiswa selama empat bulan dari Yayasan Heinrich Böll di Koeln, Jerman.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt