Dwi Fitria
http://jurnalnasional.com/
Suatu hari Milan Sladek, maestro pantomim dunia pernah berkata bahwa panjangnya karier seorang aktor pantomim tidaklah ditentukan oleh usianya, tetapi lewat kemampuannya mengolah emosi di atas panggung. Hal ini dibuktikan Sladek dalam pertunjukan yang ia beri tajuk Comedie Humaine (Komedi Manusia). Pertunjukan ini ditampilkan Goethe Institute Kamis (4/12) lalu.
Comedie Humaine merupakan intrepretasi Sladek atas beragam fragmen kehidupan manusia. Pertunjukan itu dibagi dalam lima babak. Party, Ikarus, Swan Lake, Chocho San, dan Samson und Delilah.
Bagian pertama, Party (Pesta) di mana Sladek menampilkan seorang laki-laki yang akan pergi ke pesta, bersiap-siap, mengenakan pakaiannya yang terbaik dan kemudian pergi sebuah pesta di mana ia bertemu dengan banyak orang. Berbicara, bertengkar dan bercanda, juga bertemu seorang wanita. Lewat gestur yang tepat, mimik yang lucu namun tepat dalam menyampaikan maksudnya, Sladek dengan amat mudah mengomunikasikan apa yang sebenarnya sedang ia pantomimkan.
Dilanjutkan dengan Ikarus, yang merupakan intrepretasi Sladek atas mitologi Yunani berjudul sama yang mengisahkan tentang Ikarus, putra Daedalus, yang mencoba melarikan diri dari Pulau Kreta dengan membuat sepasang sayap dari lilin. Sayap-sayap itu meleleh ketika Ikarus terbang terlalu dekat dengan matahari. Ia pun akhirnya jatuh dan mati. Kehebatan Sladek, penonton yang tak mengetahui cerita ini akan mengerti dengan jelas jalan ceritanya, hanya dengan menyimak gerakan dan mimiknya.
Sesuai judulnya, Komedi Manusia, maka Sladek mencampurkan penampilannya dengan gerakan-gerakan yang kerap mengundang tawa penonton. Simak saja dalam babak berjudul Chocho San, yang sepertinya merupakan parodi dari opera Madame Butterfly karya Puccini. Mengenakan Kimono, sandal kayu Jepang yang berat, plus wig, Sladek memerankan seorang perempuan Jepang yang merindukan kekasih Amerikanya. Karena sang kekasih tak kunjung datang, Chocho San yang putus asa kemudian memutuskan untuk melakukan seppuku. Saat pisau dihujamkan ke jantungnya pisau itu malah rusak dan gagal membunuhnya.
Namun kehebatan Sladek paling terasa di bagian akhir pertunjukan dalam babak berjudul Samson und Delilah. Sebelum pertunjukan dimulai, sebilah papan hitam setinggi kurang lebih dua meter diletakkan di atas panggung. Dengan menggunakan properti sederhana itu, Sladek memerankan sekaligus Samson dan Delilah. Saat berada di sisi kiri papan ia menjadi Samson, memamerkan otot-ototnya yang besar, menyeringai ala “pejantan tangguh”. Hanya dengan satu hentakan kaki, ia berpindah ke sisi papan sebelah kanan. Ekspresinya langsung berubah lembut. Sikap tubuhnya adalah sikap tubuh seorang perempuan yang gemulai dan malu-malu.
Perubahan ekspresi dan sikap tubuh itu, hanya terjadi dalam hitungan detik. Di situlah Sladek menunjukkan kemampuannya sebagai seorang aktor pantomim kelas dunia. Meskipun usianya sudah 70 tahun, penampilan Sladek amatlah prima. Sepanjang satu setengah jam pertunjukan staminanya tetap terjaga. Ekspresi dan gerak tubuhnya tak lepas-lepas memukau dan mengundang tawa penonton.
Comedie Humaine sendiri adalah sebuah karya yang dibuat sebagai sebuah retrospeksi atas perjalanan karier, perkembangan karya, serta individualitas Sladek yang pada 23 Februari 2008 merayakan usianya yang genap 70 tahun.
Sladek dilahirkan di Strezenice, Slowakia. Sejak awal keterlibatannya dalam teater, Sladek memang sudah tertarik mengeksplorasi pantomim. Sladek menampilkan pertunjukan pantomim pertamanya saat ia masih menjadi anggota teater mahasiswa Cornenius University.
Hingga tahun 1960 ia belajar di Jurusan Teater Academy of Performing Arts di Bratislava dan di Studio D 34 di Praha yang kerap menelurkan karya-karya avant garde. Bersama koreografer Studio 34, Eduard Zlabek, ia membentuk kelompok pantomimnya sendiri. Pada 11 Maret 1960, untuk pertama kalinya ia menampilkan sebuah karakter yang ia sebut Kefka di atas panggung.
Kefka kemudian menjadi nama Teater Pantomim yang ia dirikan di Koln pada 28 Mei 1974. Kefka adalah teater pertama di Eropa yang secara teratur menampilkan pertunjukan pantomim.
Dalam mengembangkan gaya individualnya, Sladek dipengaruhi idolanya, Jean Gaspard Deburau. Namun Sladek juga tak pernah jemu melakukan eksperimentasi dengan berbagai jenis gaya berteater, teater hitam, teater figur dan topeng, tarian, badut, dan masih banyak lagi. Semuanya itu ia rangkumkan dalam pertunjukan Comedie Humaine.
http://jurnalnasional.com/
Suatu hari Milan Sladek, maestro pantomim dunia pernah berkata bahwa panjangnya karier seorang aktor pantomim tidaklah ditentukan oleh usianya, tetapi lewat kemampuannya mengolah emosi di atas panggung. Hal ini dibuktikan Sladek dalam pertunjukan yang ia beri tajuk Comedie Humaine (Komedi Manusia). Pertunjukan ini ditampilkan Goethe Institute Kamis (4/12) lalu.
Comedie Humaine merupakan intrepretasi Sladek atas beragam fragmen kehidupan manusia. Pertunjukan itu dibagi dalam lima babak. Party, Ikarus, Swan Lake, Chocho San, dan Samson und Delilah.
Bagian pertama, Party (Pesta) di mana Sladek menampilkan seorang laki-laki yang akan pergi ke pesta, bersiap-siap, mengenakan pakaiannya yang terbaik dan kemudian pergi sebuah pesta di mana ia bertemu dengan banyak orang. Berbicara, bertengkar dan bercanda, juga bertemu seorang wanita. Lewat gestur yang tepat, mimik yang lucu namun tepat dalam menyampaikan maksudnya, Sladek dengan amat mudah mengomunikasikan apa yang sebenarnya sedang ia pantomimkan.
Dilanjutkan dengan Ikarus, yang merupakan intrepretasi Sladek atas mitologi Yunani berjudul sama yang mengisahkan tentang Ikarus, putra Daedalus, yang mencoba melarikan diri dari Pulau Kreta dengan membuat sepasang sayap dari lilin. Sayap-sayap itu meleleh ketika Ikarus terbang terlalu dekat dengan matahari. Ia pun akhirnya jatuh dan mati. Kehebatan Sladek, penonton yang tak mengetahui cerita ini akan mengerti dengan jelas jalan ceritanya, hanya dengan menyimak gerakan dan mimiknya.
Sesuai judulnya, Komedi Manusia, maka Sladek mencampurkan penampilannya dengan gerakan-gerakan yang kerap mengundang tawa penonton. Simak saja dalam babak berjudul Chocho San, yang sepertinya merupakan parodi dari opera Madame Butterfly karya Puccini. Mengenakan Kimono, sandal kayu Jepang yang berat, plus wig, Sladek memerankan seorang perempuan Jepang yang merindukan kekasih Amerikanya. Karena sang kekasih tak kunjung datang, Chocho San yang putus asa kemudian memutuskan untuk melakukan seppuku. Saat pisau dihujamkan ke jantungnya pisau itu malah rusak dan gagal membunuhnya.
Namun kehebatan Sladek paling terasa di bagian akhir pertunjukan dalam babak berjudul Samson und Delilah. Sebelum pertunjukan dimulai, sebilah papan hitam setinggi kurang lebih dua meter diletakkan di atas panggung. Dengan menggunakan properti sederhana itu, Sladek memerankan sekaligus Samson dan Delilah. Saat berada di sisi kiri papan ia menjadi Samson, memamerkan otot-ototnya yang besar, menyeringai ala “pejantan tangguh”. Hanya dengan satu hentakan kaki, ia berpindah ke sisi papan sebelah kanan. Ekspresinya langsung berubah lembut. Sikap tubuhnya adalah sikap tubuh seorang perempuan yang gemulai dan malu-malu.
Perubahan ekspresi dan sikap tubuh itu, hanya terjadi dalam hitungan detik. Di situlah Sladek menunjukkan kemampuannya sebagai seorang aktor pantomim kelas dunia. Meskipun usianya sudah 70 tahun, penampilan Sladek amatlah prima. Sepanjang satu setengah jam pertunjukan staminanya tetap terjaga. Ekspresi dan gerak tubuhnya tak lepas-lepas memukau dan mengundang tawa penonton.
Comedie Humaine sendiri adalah sebuah karya yang dibuat sebagai sebuah retrospeksi atas perjalanan karier, perkembangan karya, serta individualitas Sladek yang pada 23 Februari 2008 merayakan usianya yang genap 70 tahun.
Sladek dilahirkan di Strezenice, Slowakia. Sejak awal keterlibatannya dalam teater, Sladek memang sudah tertarik mengeksplorasi pantomim. Sladek menampilkan pertunjukan pantomim pertamanya saat ia masih menjadi anggota teater mahasiswa Cornenius University.
Hingga tahun 1960 ia belajar di Jurusan Teater Academy of Performing Arts di Bratislava dan di Studio D 34 di Praha yang kerap menelurkan karya-karya avant garde. Bersama koreografer Studio 34, Eduard Zlabek, ia membentuk kelompok pantomimnya sendiri. Pada 11 Maret 1960, untuk pertama kalinya ia menampilkan sebuah karakter yang ia sebut Kefka di atas panggung.
Kefka kemudian menjadi nama Teater Pantomim yang ia dirikan di Koln pada 28 Mei 1974. Kefka adalah teater pertama di Eropa yang secara teratur menampilkan pertunjukan pantomim.
Dalam mengembangkan gaya individualnya, Sladek dipengaruhi idolanya, Jean Gaspard Deburau. Namun Sladek juga tak pernah jemu melakukan eksperimentasi dengan berbagai jenis gaya berteater, teater hitam, teater figur dan topeng, tarian, badut, dan masih banyak lagi. Semuanya itu ia rangkumkan dalam pertunjukan Comedie Humaine.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar