Soeprijadi Tomodihardjo*
http://www.jawapos.com/
HARAPAN saya selaku peminat sastra, kehadiran Marcel Reich-Ranicki dalam sebuah acara televisi pada Sabtu 11 Oktober lalu merupakan acara serius menyangkut perkembangan sastra Jerman. Marcel adalah kritikus sastra paling disegani di negerinya. Namun, setelah hadirin tepuk tangan bermenit-menit menyambut kata pengantar sang moderator (Thomas Gottschalk), Marcel Reich-Ranicki tiba-tiba meradang bak seekor singa.
''Saya tidak sudi terima anugerah ini! Saya tidak tergolong penerima anugerah dalam acara brengsek ini!''
Semula saya mengira kalimat Marcel cuma guyonan, namun tiba-tiba saya sadar bahwa kritikus itu sungguh-sungguh gusar.
''Saya sudah berkali-kali menghadiri acara televisi, tetapi bukan yang ceroboh seperti ini,'' katanya lagi.
Jadi, peristiwa itu ternyata sebuah insiden serius berupa tamparan keras terhadap Grup 4 sender televisi Jerman yang sedianya akan memberi anugerah kehormatan kepada Marcel Reich-Ranicki. Namun sang kritikus merasa tidak sepantasnya dihadirkan dalam acara yang tidak setara dengan derajatnya. Sebuah acara hura-hura yang menghadirkan para selebriti: beberapa artis film yang menerima anugerah untuk peran mereka dalam film masing-masing. Marcel merasa terhina mengalami perlakuan yang dianggapnya tidak pantas itu.
Moderator Thomas Gotschalk bungkam menghadapi sikap sang kritikus yang tiba-tiba menolak menerima anugerah kehormatan untuk tayangan ''Kuartet Literer'' Marcel Reich-Ranicki di layar televisi selama beberapa tahun sebelumnya (Maret 1988 hingga Desember 2001).
''Kenapa Anda tidak memberi tahu sebelumnya tentang keputusan menolak anugerah itu?'' celetuk seseorang dari khalayak hadirin yang tiba-tiba tercengang.
''Tentu saja saya wajib memberi tahu sebelumnya jika saya diberi tahu lebih dulu tentang acara memuakkan ini,'' tegasnya. ''Andai hadiah itu berupa uang, pasti juga saya kembalikan. Tapi ini kan tidak berupa uang. Saya akan buang hadiah itu atau lempar di muka kaki siapa saja. Buat apa saya hadir di sini selama tiga jam!''Saya adalah seorang dari jutaan saksi mata para pemirsa acara televisi tersebut malam itu, tetapi pasti bukan satu-satunya yang menganggap peristiwa itu sebagai insiden serius. Insiden yang terjadi pada live show untuk pemberian anugerah kepada sejumlah selebriti, para pemain film Jerman yang dianggap layak menerima anugerahnya. Tetapi seorang kritikus sastra gaek (88) sekaliber Reiner Reich-Ranicki rasanya tidak sepadan dihadirkan dalam satu acara bersama dengan mereka hanya untuk anugerah berupa sebatang benda empat sisi dari plexiglass: bahan serupa kaca.
Thomas Gottschalk, moderator acara tersebut, kontan bungkam ketika sang kritikus tegas-tegas menyatakan menolak menerima anugerahnya. Gottschalk kemudian menawarkan kepada Marcel Reich-Ranicki untuk tampil dalam acara berdua tentang kualitas televisi Jerman pada Jumat 17 Oktober malam. Sang kritikus menyatakan setuju. ''S�ddeutschen Zeitung'' (terbit di Frankfurt) mengutip Gottschalk sebagai memahami sikap sang kritikus.
Seperti banyak reaksi yang muncul kemudian, Elke Heidenreich, seorang teman Marcel, melontarkan komentar: ''Sungguh memalukan mengikuti tayangan acara seperti ini. Bagi saya lebih baik ngibrit daripada buang tenaga untuk berdebat. Saya malu. Atas nama semua orang yang merasa tersiksa dalam situasi begini, juga atas nama mereka yang muak pada tayangan ini, lebih etis jika moderatornya meminta maaf kepada Marcel karena menghadirkan dia pada acara tidak terhormat ini.''
Peristiwa Sabtu malam itu justru memicu lebih banyak respek dan hormat terhadap sang kritikus. Beberapa komentar bahkan menilai program televisi Jerman serampangan. Media penerbitan dan televisi dianggap kerap memelintir objektivitas fakta, seenaknya merongrong nama baik seseorang untuk kepentingan mereka yang membayarnya. Hanya sedikit orang berani terang-terangan mengecam cara kerja mereka. Marcel Reich-Ranicki termasuk yang sedikit itu.
Seminggu kemudian (17 Oktober), Marcel Reich-Ranicki benar-benar memenuhi tantangan moderator Thomas Gottschalk untuk tampil berdua pada acara debat mengenai kualitas televisi Jerman. Setengah jam mereka berdebat keras. Thomas Gottschalk bahkan menggunakan sebutan du (kau, kamu) dan bukan tuan kepada Marcel, tapi ini mungkin kebiasaan satu sama lain. Namun Marcel tidak menggunakan dua-duanya, melainkan langsung mengulang pendiriannya: menolak pemberian anugerah tersebut dan tidak bersedia menarik kembali tuduhannya terhadap acara televisi yang dianggapnya serampangan.
Sementara itu, G�nther Grass, peraih Hadiah Nobel Sastra tahun 1999, dikabarkan membela Gottschalk dan mengecam sikap Marcel Reich-Ranicki: ''Itulah juga perlakuan Marcel terhadap diri saya dulu,'' ujar Grass.
Saya teringat salah satu acara ''Kuartet Literer'' di mana Marcel bilang muak waktu membaca Blechtrommel (Tambur Gembreng) karya Grass sembari mengoyak-koyak buku itu di muka kamera beberapa tahun silam. Saya memahami sikap mereka berdua sebagai manusia yang memiliki harga diri dan berani membela pendirian masing-masing di muka forum terbuka. Saya bermimpi sender-sender televisi di Indonesia tidak menyajikan acara hura-hura bersamaan tema serius menyangkut sastra dan budaya. (*)
*) Peminat sastra, tinggal di Jerman
http://www.jawapos.com/
HARAPAN saya selaku peminat sastra, kehadiran Marcel Reich-Ranicki dalam sebuah acara televisi pada Sabtu 11 Oktober lalu merupakan acara serius menyangkut perkembangan sastra Jerman. Marcel adalah kritikus sastra paling disegani di negerinya. Namun, setelah hadirin tepuk tangan bermenit-menit menyambut kata pengantar sang moderator (Thomas Gottschalk), Marcel Reich-Ranicki tiba-tiba meradang bak seekor singa.
''Saya tidak sudi terima anugerah ini! Saya tidak tergolong penerima anugerah dalam acara brengsek ini!''
Semula saya mengira kalimat Marcel cuma guyonan, namun tiba-tiba saya sadar bahwa kritikus itu sungguh-sungguh gusar.
''Saya sudah berkali-kali menghadiri acara televisi, tetapi bukan yang ceroboh seperti ini,'' katanya lagi.
Jadi, peristiwa itu ternyata sebuah insiden serius berupa tamparan keras terhadap Grup 4 sender televisi Jerman yang sedianya akan memberi anugerah kehormatan kepada Marcel Reich-Ranicki. Namun sang kritikus merasa tidak sepantasnya dihadirkan dalam acara yang tidak setara dengan derajatnya. Sebuah acara hura-hura yang menghadirkan para selebriti: beberapa artis film yang menerima anugerah untuk peran mereka dalam film masing-masing. Marcel merasa terhina mengalami perlakuan yang dianggapnya tidak pantas itu.
Moderator Thomas Gotschalk bungkam menghadapi sikap sang kritikus yang tiba-tiba menolak menerima anugerah kehormatan untuk tayangan ''Kuartet Literer'' Marcel Reich-Ranicki di layar televisi selama beberapa tahun sebelumnya (Maret 1988 hingga Desember 2001).
''Kenapa Anda tidak memberi tahu sebelumnya tentang keputusan menolak anugerah itu?'' celetuk seseorang dari khalayak hadirin yang tiba-tiba tercengang.
''Tentu saja saya wajib memberi tahu sebelumnya jika saya diberi tahu lebih dulu tentang acara memuakkan ini,'' tegasnya. ''Andai hadiah itu berupa uang, pasti juga saya kembalikan. Tapi ini kan tidak berupa uang. Saya akan buang hadiah itu atau lempar di muka kaki siapa saja. Buat apa saya hadir di sini selama tiga jam!''Saya adalah seorang dari jutaan saksi mata para pemirsa acara televisi tersebut malam itu, tetapi pasti bukan satu-satunya yang menganggap peristiwa itu sebagai insiden serius. Insiden yang terjadi pada live show untuk pemberian anugerah kepada sejumlah selebriti, para pemain film Jerman yang dianggap layak menerima anugerahnya. Tetapi seorang kritikus sastra gaek (88) sekaliber Reiner Reich-Ranicki rasanya tidak sepadan dihadirkan dalam satu acara bersama dengan mereka hanya untuk anugerah berupa sebatang benda empat sisi dari plexiglass: bahan serupa kaca.
Thomas Gottschalk, moderator acara tersebut, kontan bungkam ketika sang kritikus tegas-tegas menyatakan menolak menerima anugerahnya. Gottschalk kemudian menawarkan kepada Marcel Reich-Ranicki untuk tampil dalam acara berdua tentang kualitas televisi Jerman pada Jumat 17 Oktober malam. Sang kritikus menyatakan setuju. ''S�ddeutschen Zeitung'' (terbit di Frankfurt) mengutip Gottschalk sebagai memahami sikap sang kritikus.
Seperti banyak reaksi yang muncul kemudian, Elke Heidenreich, seorang teman Marcel, melontarkan komentar: ''Sungguh memalukan mengikuti tayangan acara seperti ini. Bagi saya lebih baik ngibrit daripada buang tenaga untuk berdebat. Saya malu. Atas nama semua orang yang merasa tersiksa dalam situasi begini, juga atas nama mereka yang muak pada tayangan ini, lebih etis jika moderatornya meminta maaf kepada Marcel karena menghadirkan dia pada acara tidak terhormat ini.''
Peristiwa Sabtu malam itu justru memicu lebih banyak respek dan hormat terhadap sang kritikus. Beberapa komentar bahkan menilai program televisi Jerman serampangan. Media penerbitan dan televisi dianggap kerap memelintir objektivitas fakta, seenaknya merongrong nama baik seseorang untuk kepentingan mereka yang membayarnya. Hanya sedikit orang berani terang-terangan mengecam cara kerja mereka. Marcel Reich-Ranicki termasuk yang sedikit itu.
Seminggu kemudian (17 Oktober), Marcel Reich-Ranicki benar-benar memenuhi tantangan moderator Thomas Gottschalk untuk tampil berdua pada acara debat mengenai kualitas televisi Jerman. Setengah jam mereka berdebat keras. Thomas Gottschalk bahkan menggunakan sebutan du (kau, kamu) dan bukan tuan kepada Marcel, tapi ini mungkin kebiasaan satu sama lain. Namun Marcel tidak menggunakan dua-duanya, melainkan langsung mengulang pendiriannya: menolak pemberian anugerah tersebut dan tidak bersedia menarik kembali tuduhannya terhadap acara televisi yang dianggapnya serampangan.
Sementara itu, G�nther Grass, peraih Hadiah Nobel Sastra tahun 1999, dikabarkan membela Gottschalk dan mengecam sikap Marcel Reich-Ranicki: ''Itulah juga perlakuan Marcel terhadap diri saya dulu,'' ujar Grass.
Saya teringat salah satu acara ''Kuartet Literer'' di mana Marcel bilang muak waktu membaca Blechtrommel (Tambur Gembreng) karya Grass sembari mengoyak-koyak buku itu di muka kamera beberapa tahun silam. Saya memahami sikap mereka berdua sebagai manusia yang memiliki harga diri dan berani membela pendirian masing-masing di muka forum terbuka. Saya bermimpi sender-sender televisi di Indonesia tidak menyajikan acara hura-hura bersamaan tema serius menyangkut sastra dan budaya. (*)
*) Peminat sastra, tinggal di Jerman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar