Jumat, 29 Januari 2016

Mazhab Kutub: Sebuah Catatan Kecil

Ahmad Kekal Hamdani
kekalhamdani.blogspot.co.id

Pada akhir 2010, setelah sebelumnya terlebih dahulu mendengar tentang terbitnya buku Antologi Puisi “Mazhab Kutub” akhirnya saya mendapatkannya (buku Antologi Puisi Mazhab Kutub; Pustaka Pujangga, 2010)  dari seorang kawan baik yang saya kenal. Barangkali memang telah menjadi kelumrahan dalam tradisi saya untuk tidak bisa mengambil jarak sedemikian rupa pada perjumpaan pertama terhadap suatu teks. Tidak jarang saya justru menemukan banyak keterkejutan dan ekstase puitik setelah lama buku itu tersimpan di rak, bahkan sempat lenyap entah ke mana—mungkin dipinjam kawan baik yang lain lagi, dan dengan cara yang tidak saya ketahui akhirnya buku itu kembali nongkrong di rak buku saya.

Ada sebuah dorongan untuk membuka lembaran-lembarannya kembali, dengan cara yang sangat tiba-tiba saya teringat sejumlah nama yang lama tak saya temui namun tiba-tiba mencuat begitu saja di kepala saya. Pertama: Nurel Javisyarqi, seorang penyair asal Lamongan yang dengan kegigihan dan jasa tak terampuni memprakarsai penerbitan buku ini. Kedua; Fahruddin Nasrullah (Almarhum), dan Ketiga; Bustan Basir Maras, penyair, pembina yang merangkap sebagai pemberi komentar kecil di sampul buku.

Ada sekitar 14 penyair di dalam buku ini yang banyak di antaranya saya mengenalnya secara pribadi. Untuk menyebutnya satu persatu; Matroni el-Moezany, Ahmad Muchlis Amrin, Jufri Zaituna, Mahwi Air Tawar, Ahmad Maltuf Syamsury, Alfiyan Harfi, Muhammad Ali Fakih, Imam S. Arizal, Selendang Sulaiman, Ala Roa, Muhammad Alif Mahmudi, AF Denar Daniar, Salman Rusdie Anwar, dan Bernando J. Sudjibto. Hanya satu penyair yang saya tahu belakangan menerbitkan antologi tunggalnya, yakni Alfiyan Harfi.

Barangkali 80% dari penyair-penyair muda berbakat di atas saya ketahui berasal dari Madura. Tak ayal banyak tema, metaphor bahkan kearifan-kearifan ritual Madura coba dieksplorasi di dalam kumpulan ini. Penyair asal Madura yang secara langsung tidak mengangkat  tema di atas hanya beberapa saja yang saya temukan (Matroeni, Jufri, Ala Roa, Ali Fakih,  Selendang, dan Bernando).

Sementara dalam pengantar Fahruddin Nasrullah (Almarhum) saya tidak menemukan pembahasan secara langsung mengenai puisi-puisi tertera—almarhum hanya lebih banyak membahas kesosokan Gus Zainal Arifin Toha, sosok pendiri yang memiliki sejarah besar dalam pembentukan dan pembinaan Pondok Pesantren Hasyim As’ari atau Komunitas Kutub khususnya.  Namun setidaknya dari pengantar yang beliau tulis kita (terutama yang tidak tinggal dan mukim di Yogyakarta) akan mendapat sedikit gambaran tentang sepak terjang Guz Zainal secara personal maupun Komunitas Kutub yang telah melahirkan beberapa penyair di dalam buku kumpulan karya ini.

Tulisan ini tentu tidak sedang berupaya ke arah penerangan terhadap kiprah maupun proses personal dari setiap penyair yang ada di dalam kumpulan ini. Itu tentu akan lebih kaya bila ditulis dan diwartakan oleh penyairnya sendiri. Tulisan ini pun juga tiada memiliki pretensi untuk memberi gambaran sejarah dari proses kreatif penulis-penulis di Komunitas Kutub—saya tidak memiliki kredibilitas maupun kuasa pemahaman tentang hal ini. Tulisan ini hanyalah sebuah respon personal yang tidak diniatkan suatu upaya kritik, tapi lebih didorong oleh geletar kagum membaca beberapa puisi di dalamnya yang barangkali saya/kita lewatkan selama ini ketika di senggang waktu membacanya.

Meski memang tidak bisa saya pungkiri sebagai pembaca yang jujur bahwa tidak sedikit di dalamnya puisi-puisi masih mengangkat tema-tema dan teknik yang klise. Selain itu bahkan saya mengalami kesukaran untuk mencari bangunan logika puitiknya untuk beberapa puisi di dalamnya. Tidak tertera di dalam buku ini tim penyunting, prediksi saya secara pribadi, barangkali buku ini disunting secara bersama lewat musyawarah- mufakat.

Meski memang seperti banyak di kasus antologi bersama efek ketergesaan karena dituntut deadline maupun keragaman ide dari masing-masing penyair terkadang menjadi suatu kendala yang sulit dihindari untuk ditemukannya keutuhan bersama. Akibat buruk yang tidak bisa terhindar akhirnya kurangnya penggodokan, luputnya amatan, serta permakluman. Hal ini pada akhirnya hal yang niscaya dalam suatu proses.

Ada banyak kesadaran untuk kembali ke “asal” pada puisi-puisi di dalamnya. Hal tersebut dapat menjadi pengaminan bahwa hampir seluruh penyair yang ada di dalamnya merupakan perantau yang dibesarkan dengan tradisinya masing-masing. Metafora Ibu dapat kita temukan di beberapa puisi dengan penyair yang berbeda. Rindu-biru terhadap tanah kelahiran serta sekian sajak yang mencari asal-usul lewat jalan-mistik pencarian akan tuhan sebagai sumber pertama dan tunggal dari seluruh realitas imanen maupun transenden yang kita temui. Sementara satu-dua sajak ditulis untuk menghadirkan representasi dari sosok Guz Zainal Arifin Toha.

Tidak banyak puisi pada akhirnya yang bisa saya catat di dalam tulisan ini. Hal ini dikarenakan ketakutan tulisan ini terlampau menjadi panjang dan lebih-lebih terjatuh pada justifikasi yang tak imbang. Saya hanya akan mencatat beberapa temuan saya dalam kumpulan ini yang dipilih karena pada awalnya dipancing oleh kekuatan di dalamnya yang mampu menggelitik bahkan satu dua menghantam bangunan “puisi” yang mampu saya pahami dan rasakan.

Matroni misalnya, di beberapa sajaknya yang terang dan sangat berwangi moralis saya menemukan upaya-upaya idealisasi terhadap sosok penyair itu sendiri, sebuah otokritik terhadap kepenyairan yang dengan tidak ragu-ragu coba ia ketengahkan:

Penyair adalah apa-apa
Penyair adalah separuh semesta
Dan separuhnya adalah kata-kata

Lalu di manakah tuhan?

Tuhan adalah kemenyatuan penyair dan kata-kata

(Risalah Batu-Batu)

Penyair adalah orang pertama yang memberi bantuan
Memberi tanpa laba
Membantu tanpa ada unsur apa-apa

Kini, dunia semakin luas hanya dalam diri

(Adalah Engkau)

Mimpi sebuah negeri
Yang terlalu banyak orang tidak tahu malu
Tersenyum manis hanya untuk kekuasaan
Berkata lembut hanya untuk UUD
Bertindak sopan hanya untuk fasilitas serbaada

(Negeri Tanpa Moral)

Dalam bait-bait di dua puisi pertama kita melihat upaya Matroni untuk membangun idealisasi terhadap laku kepenyairan. Meski di beberapa titik sangatlah terasa menjanggal. Tampaknya tanpa ragu dan takut Matroni tidak menghiraukan konsepsi estetika tertentu namun langsung menjurus pada pengertian. Puisi terang yang tidak menawarkan lompatan imaji terhadap pembaca namun terus-terusan mendorong pada nilai-nilai etis kehidupan sehari-hari, dalam puisi terakhir misalnya! Kita tidak bisa mengharapkan temuan nuansa maupun ekstase puitik di dalamnya, morallah yang berbicara. Meski kata “penyair” di bait-baitnya menurut saya pribadi sah-sah saja kita tasbihkan/ganti untuk “manusia” secara umum.
Ada dua puisi yang ditulis oleh penyair berbeda yang akhirnya mesti saya tulis kembali keduanya di sini secara utuh:

Ala Roa
Rahasia

dunia ada pada jalan segala sunyi
mataku menatapmu
yang itu hanya pada mataku
yang ada rahasia matamu
seperti mataku menjelma rahasia
sepotong roti dan segelas anggur merah
 atau aroma surga pada lembaran sejarah
namun, ini rahasia
semua rahasia
juga kata cinta
yang tak cukup untukmu

Yogya, 080408

Jufri Zaituna
Orang-Orang Mengira

orang-orang mengira namaku namamu
namamu yang menenggelamkan namaku

orang-orang mengira aku berjalan di jalanmu
jalanmu yang tak pernah mempertemukan jalanku

orang-orang-orang mengira mataku memandang matamu
matamu yang tak pernah memandang mataku

2009

Tampaknya saya mesti sedikit berhati-hati untuk mencoba memahami upaya pemaknaan dalam kedua sajak ini. Puisi yang pertama dari Ala Roa memiliki permainan logika yang cukup kental. Saya mesti membacanya sekian kali untuk mencoba masuk dan menikmati kejutannya. Namun jauh lebih dalam dari lompatan kata dan imaji-maji ulang-alik yang dibangunnya saya menemukan tafsir yang sama seperti banyak kita jumpai dalam puisi-puisi bernada sufistik—jika mesti kita arahkan ke sana puisi tersebut—yang mengusung bentuk cinta universal.

Sementara di puisi kedua (Orang-Orang Mengira: Jufri Zaituna) tampak lebih horor lagi melakukan repitisi dan ulang-alik logika kata. Hal ini karena mudah sekali bagi saya untuk tergelincir ketika membaca dan mencoba mengejar maksud yang disembunyikannya. Jika puisi ini mesti kita arahkan pada dualitas antara konsep Hamba dan Khaliq dalam terminologi sufistik, kita akan mendapatkan semacam konsep relasi yang mengejutkan terhadap tafsir hamba terhadap sang Khaliq (tuhan). Sebuah makna yang tak biasa. Sebuah relasi yang bekerja secara logika negatif serta kejam memperlakukan struktur makna yang kita pahami terhadapNya dalam sehari-hari. Namun jika diarahkan turun ke wilayah relasi aku dan kekasih, sungguh tragis dan barangkali semelekete sentimentilnya.

Dua penyair ini (Ala Roa dan  Jufri Zaituna) bagi saya pribadi memilki gairah dan vitalitas yang cukup tinggi. Sebuah energi eksistensial yang membebani diri mereka. Jika bukan penyair barangkali sangat berpotensi membuat orang awam pada umumnya menjadi gila otomatis. Sementara  kesahajaan bahasa ungkap namun cukup menawarkan suasana saya temukan di puisi “Selendang Sulaiman” berikut ini:

Selendang Sulaiman
Hujan  

Malam meringkuk
Linta tergesa turun ke kali

Yogyakarta, Desember 2008

Sepintas, puisi di atas mungkin sangat singkat dan sederhana. Tapi bagi saya cukup memberikan suatu rangsangan yang mau tidak mau membuat saya mengeluarkan seluruh kemungkinan pembendaharaan. Sayangnya saya kurang bertemu di beberapa puisi (Selendang Sulaiman) lainnya yang menurut saya kurang pengendapan.

Sementara kesahajaan, pemaknaan, serta siasat diksi yang cukup rapi saya temukan dalam puisi-puisi Muhammad Ali Fakih. Sepintas saja kita bisa menangkap kebeningannya. Meski bagi saya pribadi puisi-puisi Ali Fakih yang disertakan di dalam buku ini tidak sedahsyat puisinya yang lain yang saya sempat baca belakangan di media masssa. Untuk sekedar memilih satu puisi, di mana saya jatuh hati terhadap kehalusannya:

Muhammad Ali Fakih
Di Luar Jendela

di luar jendela
suara berlagu
di luar waktu
di dasar jiwa

seperti suaraMu
yang mungkin hanya lewat
bertalu-talu
mengetuk pintu yang berkarat

ada tangis, namun tidak air mata
ada iba, tak kunjung terbalas sapa

lalu kamar kotor ini
dan kabut yang memberat di mata
hanya tinggal mimpi
tuhan, tinggal sebak di dada

jogja, 2009-2010

Kemudian saya juga tiba pada pembentukan nuansa dan imaji yang halus dari penyair yang sebenarnya lebih saya kenal sebagai aktivis mahasiswa belakangan ini, Imam S. Arizal. Hal ini barangkali karena kiprahnya di organ ekstra Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga juga sebagai mantan Ketua Cabang PMII Yogyakarta. Bagi pembaca yang cuma pernah melihat sahabat yang satu ini berbicara sebagai organisatoris pantas untuk memasang wajah terkejut membaca puisi-manisnya di bawah ini sebagai permisalan:

aku berlari
menyusuri lipatan-lipatan pasir
hingga bayang-bayangmu
menjelma pecahan fajar
(Malam di Perantauan)

alangkah sederhana buih-buih
laut kenjeran
perahu-perahu menepi
setelah beberapa episode
pasang gelombang dilalui

(Narasi Laut Kenjeran)

Saya tidak mengerti sebab pasti mengapa penyair yang satu ini belakangan hilang dari lingkungan kerja-kerja puisi. Puisinya dalam kumpulan ini barangkali menggambarkan suatu fase awal dari apa adanya kini sebelum akhirnya menemukan bentuk pengucapan puitik yang lebih sosialistis untuk menabalkan kiprahnya—tentu saja jika tidak pensiun berkarya. Semoga.

Terdapat suatu komitmen yang kental untuk menghadirkan ke-Madura-an saya temukan dalam puisi-puisi Mahwi Air Tawar dan Ahmad Muchlis Amrin. Hal ini tentu juga ditegaskan dengan karya-karya mereka dalam bentuk yang lain, Cerpen misalnya. Meski dalam buku ini saya tidak menemukan puisi Muchlis Amrin seutuh ketika saya baca dalam media seperti Kompas. Puisinya sangat bertabur metafor dan diksi ke-Madura-an namun gagal membentuk suasana yang justru berhasil dibangun oleh penyair-penyair dalam buku yang sama namun secara bersamaan kurang memiliki kedalaman makna. Namun satu hal yang barangkali harus kita catat dalam puisi-puisi Mahwi Air Tawar adalah kegigihannya mewartakan simbol kearifan Madura dalam puisi-puisinya.

maka kubiarkan catatan-catatan itu terus bergetar
di atas nampan sesaji nyadar
hingga maut merajut
dan rohku, rohmu, menjelma riak gelombang
menjelma ikan-ikan buat anak cucu

(Riwayat Nyadar)

Tampaknya tulisan ini sudah terlampau panjang. Tangan dan punggung saya sudah mulai mengeluh untuk meminta sejenak istirah—barangkali untuk membikin secangkir kopi lagi, menyalakan beberapa batang rokok, dan menjumpai pacar saya yang dari tadi mengeluh bosan dan ingin sejenak keluar mencari udara segar. Banyak hal yang ingin saya apresiasi sebenarnya, terutama puisi-puisi Alfiyan Harfi yang saya suka “Planet Letih”. Puisi ini sangat saya sukai kecuali satu hal: kedekatannya dalam membangun imaji dengan puisi-puisi milik Faisal Kamandobat -tentu saja intertekstualitas yang terlalu dekat maksud saya. Semoga saya masih diberi energi untuk bisa melanjtkan tulisan ini di lain waktu, ada puisi menarik yang belum saya bahas seperti karya-karya Bernando J. Sudjibto.

Secara umum puisi-puisi yang ada dalam buku ini bagi saya pribadi masihlah terlalu dini untuk bisa dikatakan keluar dari tradisi Sastra Indonesia mainstream. Bahkan banyak di antaranya perlu ditempa lebih banyak lagi. Satu hal yang saya takzimi adalah proses kreatif penyair-penyair di dalamnya, meski tentu tak bisa saya jadikan pondasi membangun argument untuk puisi-puisinya dengan semena-suka.  Saya banyak belajar dari mereka secara tidak langsung. Terakhir, jika ingin memilih puisi di dalam kumpulan ini yang paling saya sukai adalah puisi berikut, di mana penyairnya saya bayangkan bak sosok Drunken Master:

Aku Darah Sajak

aku bukan sajak yang ditatap matamu
dan dibaca bibirmu
aku sajak matamu dan bibirmu
dari darahku sendiri
ini bukan jalanmu
jalanku inilah kebahagiaan
kebahagiaan inilah jalan tuhan
manusia inilah jalanku
sedih luka adalah pengasingan
kebahagiaan yang tak kau punya
kebahagiaan yang menyiksa
pengasingan ke dalam kata ke luar semesta
aku darah sajak
tak akan menetes pada baju dan kain kafan
menetes pada mata dan bibirmu
menetes atas jalan sepanjang jalan
jalan yang mengalirkanku
pada air mata dan basah bibirmu
jika aku ada
aku tak ingin dibaca
aku tak ingin diucapkan
aku ingin mengalir saja menemukan cahaya
pada mata dan bibirmu
pada mata dan bibirku
di antara kelopak layu jiwa-jiwa
jika aku tiada
aku darah sajak
hanya ingin kembali menemui asal-usulnya
dalam mata dan bibirmu
dalam mata dan bibirku
sebelum menetes jadi kata

Yogya, 170408.

Tabik.
http://kekalhamdani.blogspot.co.id/2014_03_01_archive.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt