Selasa, 21 Oktober 2014

Pesona Pram di Asia Tenggara

Iswara N Raditya
MelayuOnline.com

NAMA BESAR Pramoedya Ananta Toer memang sudah kesohor ke seluruh pelosok bumi. Lantas, bagaimana pesona Pramoedya di wilayah Asia Tenggara? Apakah jejak-jejak Pramoedya di rumpun Melayu itu juga jelas terpacak? Tema inilah yang menjadi perbincangan menarik dalam seminar bertajuk “Pramoedya Ananta Toer di Asia Tenggara” yang diselenggarakan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gajah Mada (UGM), Selasa, 19 Mei 2009, yang lalu.


Seminar yang diadakan di Lantai 5 Gedung Pascasarjana UGM, Jalan Teknika Utara, Barek, Sleman, tersebut menghadirkan Max Lane sebagai pemateri utama. Max Lane adalah penerjemah karya-karya Pramoedya Ananta Toer ke dalam bahasa Inggris sekaligus pengajar di Malay Studies, National University of Singapore. Lelaki asal Australia kelahiran 16 Januari 1951 ini telah lama menekuni studi tentang Indonesia dan Malaysia sejak menempuh perkuliahan di Universitas Sydney di mana dia mendapat gelar Bachelor of Arts (Honours) tahun 1972. Selain menerjemahkan karya-karya Pramoedya, penggagas majalah Inside Indonesia yang terbit pada 1981 ini juga banyak memberi catatan atas berbagai karya penyair WS Rendra dan telah menulis beberapa buku.

Dalam uraian pembukanya, Max Lane mengatakan, tema yang diangkat dalam diskusi siang itu cukup unik dan tak biasa, di mana dia harus “membenturkan” sosok Pramoedya Ananta Toer dengan rumpun budaya dan geografis Asia Tenggara. “Kebudayaan Melayu yang tersebar di negara-negara Asia Tenggara dipersatukan oleh satu semangat yang sama, kendati dengan proses dan corak berbeda-beda, yaitu semangat melawan kolonialisme!” seru Max Lane dalam bahasa Indonesia yang nyaris sempurna.

“Kebangkitan nasional bangsa Indonesia dipengaruhi oleh semangat pergerakan bangsa-bangsa di Asia,” tutur Max Lane. Salah satunya, lanjut Max, seperti yang terjadi di Asia Tenggara yaitu perjuangan rakyat Filipina menentang penindasan Spanyol pada akhir abad ke-19. Jose Rizal, motor aksi pergerakan rakyat Filipina, menjadi salah satu inspirator Pramoedya dalam menggugah semangat kebangsaan rakyat Indonesia melalui karya-karyanya.

Pramoedya Merevolusi Asia Tenggara

Max Lane melihat bahwa pemikiran Pramoedya tentang Asia Tenggara setidaknya terfokus ke dalam dua poin penting. Pertama, menyikapi geliat juang bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang marak di penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20, Pramoedya melihat bahwa bangsa-bangsa di Asia Tenggara tidak bergerak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan asas internasionalisme. Gejala ini bisa dimaknai bahwa bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang ditindas oleh kolonialisme Eropa bergerak bersama dalam lingkup regional.

Kedua, masih menurut Max Lane, Pramoedya juga cenderung meyakini bahwa kebangkitan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia dan Filipina, terwujud akibat rangsangan dari situasi politik yang terjadi di beberapa negara di Asia, termasuk Revolusi Cina dan perlawanan Jepang terhadap Rusia. Keberanian bangsa-bangsa di benua terbesar inilah yang kemudian memantik kebangkitan dari bangsa-bangsa lain di Asia, tidak terkecuali di Asia Tenggara.

Khusus di Indonesia, Pramoedya mencermati bahwa gerakan menuju revolusi yang terjadi di negeri ini merupakan gerakan yang paling lengkap unsur-unsurnya. Revolusi Indonesia, dalam kacamata Pramoedya, menyerap semua unsur penting yang menentukan perubahan dunia, yaitu Manifesto Komunis (Eropa), Declaration of Independent (Amerika), dan pidato-pidato Dr. Sun Yat Sen (Asia). “Revolusi Indonesia merupakan kombinasi dari semua ide-ide dari seluruh dunia,” kata Max Lane menegaskan rumusan Pramoedya.

Max Lane, yang sejak tahun 2003 menjadi peneliti pada Departemen Penelitian Asia di Universitas Murdoch-Perth, menyatakan keyakinan Pramoedya bahwa revolusi hanya akan dapat dicapai melalui tiga gerakan penting. Pertama, revolusi dilakukan dari bawah karena Pramoedya sangat yakin kaum borjuis tidak bisa berbuat apapun demi revolusi. Kedua, menggunakan kuasa pers/surat kabar sebagai alat perjuangan. Ketiga, perubahan yang dilakukan harus benar-benar revolusioner, menyeluruh, dan tuntas sampai ke akar-akarnya.

Max Lane menukil pernyataan Pramoedya bahwa dia sepenuh-penuhnya adalah orang Indonesia, bukan orang Jawa. Keindonesiaan yang dimiliki Pramoedya itu, menurut hemat Max Lane, adalah bentuk nasionalisme yang khas dan berani. Pramoedya menggambarkan Indonesia sebagai makhluk yang benar-benar baru, bukan merupakan perpanjangan dari yang sudah ada, bukan kelanjutan dari Majapahit atau Sriwijaya, bukan pula warisan dari rezim kolonial Eropa ataupun Jepang. Indonesia adalah kreasi baru yang dimulai pada awal abad ke-20. “Legitimasi Indonesia tidak harus dicari dari masa lalu, tetapi dari proses kreatif itu sendiri,” tutur Pramoedya seperti yang dibahasakan Max Lane.

Prinsip keindonesiaan seperti itulah yang digunakan Pramoedya untuk melihat proses kebangkitan di negara-negara Asia Tenggara lainnya yang tentu saja berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. “Setiap bangsa di Asia Tenggara punya proses kreatif dan sejarah sendiri-sendiri, memiliki watak dan kebudayaan masing-masing,” ungkap Max Lane yang dalam kesempatan itu menjadi pembicara tunggal.

Selanjutnya Max Lane mengatakan, bangsa-bangsa besar di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina, memendam hasrat yang hampir seragam. Kesemua negara itu bangkit karena dibangunkan oleh fenomena kolonial yang menurut Max, juga Pramoedya, semua proses dan hasil perjuangan bangsa-bangsa di Asia Tenggara adalah gerakan revolusi, dan itu semua belum selesai.

Jejak-Langkah Pramoedya di Jazirah Melayu

Pesona Pramoedya di ranah sastra dunia tidak perlu diperdebatkan lagi. Publik Asia Tenggara pun turut bertakzim terhadap kiprah seorang anak semua bangsa bernama Pramoedya Ananta Toer. Rasa hormat itu salah satunya datang dari Filipina, di mana Pramoedya memperoleh “Ramon Magsaysay Award” pada 1995. Ironisnya, pemberian penghargaan tersebut justru ditentang oleh beberapa sastrawan dari Indonesia sendiri. Atas nama dendam sejarah, sejumlah pelaku sastra bernama besar, termasuk Mochtar Lubis dan HB Jassin, menulis surat protes atas penghargaan kepada Pramoedya itu. Nasib sial Pramoedya yang selalu menjadi orang asing di negeri sendiri, dari zaman kolonial, era Orde Lama di bawah kuasa Sukarno, hingga rezim Soeharto yang memimpin Orde Baru selama 32 tahun.

Di luar kontroversi tersebut, karya-karya Pramoedya, terutama serial “Tetralogi Pulau Buru” (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) yang melegenda itu, ternyata digandrungi di seantero Asia Tenggara. Bahkan, seperti yang dipaparkan Max Lane sebagai penerjemah buku-buku Pramoedya, saking larisnya, buku-buku Pramoedya di Filipina banyak yang beredar dalam bentuk buku bajakan.

Apa yang terjadi di Singapura lain lagi. Kondisi politik dan pemerintahan di negara tempat Max Lane saat ini bermukim itu jauh dari kebebasan, terbelenggu oleh kebijakan represif yang diberlakukan oleh penguasa. Namun, kata Max Lane, “Generasi muda di Singapura sekarang banyak yang justru tertarik terhadap pemikiran Pramoedya.”

Ajaran Pramoedya yang mendorong manusia untuk memiliki sifat humanis, berpikir sendiri, serta bertindak berani demi perubahan, membuat buku-buku Pramoedya laris manis di Singapura. Bahkan, tambah Max Lane, untuk memenuhi banyaknya permintaan, karya-karya Pramoedya di Singapura sudah mempunyai percetakan tersendiri yang dipasarkan khusus untuk segmen Singapura.

Tampilnya Pramoedya sebagai pahlawan kebangkitan bangsa-bangsa Asia Tenggara ternyata memunculkan kegamangan bagi Negeri Jiran. “Malaysia mempunyai masalah dalam penuntasan revolusi nasionalnya,” demikian analisis Max Lane. Negara tetangga dekat Indonesia ini memang tidak sempat merasakan perjuangan heroik dan berdarah-darah dalam rangka mencapai kemerdekaan. Dengan demikian, gelora semangat yang digulirkan Pramoedya tentu saja tidak terlalu mengena di dalam lubuk hati segenap orang Malaysia.

Meskipun begitu, timpal Max Lane, peredaran karya-karya Pramoedya di Malaysia masih cukup menggembirakan. Di negeri bekas koloni Inggris itu, buku-buku Pramoedya dicetak dan diedarkan dalam bahasa Inggris.

Bahasa Bersama: Tonggak Kebudayaan Nasional

Di sela-sela pemaparannya, Max Lane juga menyoroti soal bahasa nasional. Menurut Max, yang menjadi komponen utama dalam upaya membangun dan memperkokoh kebudayaan nasional adalah sastra bersama atau bahasa pemersatu sebagai wujud identitas berbangsa. Pramoedya, kata Max Lane, melalui karya-karya sastranya telah berhasil menanamkan pengaruh bahasa Indonesia sebagai tonggak kebudayaan nasional. “Sifat dari nation adalah bahasa bersama,” kata Pramoedya seperti yang dikutip Max Lane pada diskusi siang itu.

Hal yang seperti ini, lanjut Max, masih belum bisa ditemukan di Malaysia. Max Lane lantas bercerita bahwa dia pernah melontarkan wacana: bahasa apakah yang paling tepat digunakan untuk buku-buku Pramoedya yang diedarkan di Malaysia. Banyak kalangan di Malaysia, terutama dari orang-orang Melayu dan Tionghoa, sepakat bahwa bahasa yang paling bisa diterima adalah bahasa Inggris, baru kemudian bahasa Melayu sebagai bahasa kedua.

Sementara bahasa Kanton maupun Mandarin, bahasa orang-orang Tionghoa yang populasinya cukup banyak di Malaysia, justru tidak masuk hitungan, bahkan dukungan pun jarang datang dari kalangan Tionghoa sendiri. Dengan adanya fenomena seperti ini, ujar Max Lane, Malaysia lagi-lagi bermasalah dengan identitas nasionalnya bahwa mereka tidak atau belum memiliki bahasa bersama. Soal bahasa lingua franca, Malaysia masih nihil.

Minke, tokoh utama dalam “Tetralogi Pulau Buru” Pramoedya, yang merupakan representasi dari Tirto Adhi Soerjo, yang oleh Pramoedya disebut-sebut sebagai bapak pers nasional melalui bukunya bertajuk Sang Pemula, merupakan orang Indonesia yang memperkenalkan bahasa Melayu pasar sebagai lingua franca di kalangan rakyat Bumiputera.

Tirto Adhi Soerjo konsisten menggunakan bahasa Melayu pasar, bahasa Pribumi kebanyakan dan bukan bahasa Melayu tinggi yang hanya digunakan oleh kalangan tertentu, dalam setiap penerbitan surat kabarnya, dari masa ketika Tirto bekerja untuk surat kabar Pembrita Betawi (1901) hingga saat Tirto berhasil menerbitkan seabrek koran, terutama Soenda Berita (1902), Medan Prijaji (1907), juga surat kabar perempuan Poetri Hindia (1908).

Selain itu, Max Lane juga menyayangkan tidak diberikannya materi sastra nasional dalam sistem pendidikan di Indonesia. Selama ini, sastra nasional masih menumpang pada pelajaran bahasa Indonesia, dan itu pun belum begitu mendalam. Max mengeluh, “Indonesia adalah satu-satunya negara di Indonesia yang tidak mengajarkan mata pelajaran sastra nasional di sekolah!” Padahal, tambah Max, Indonesia sangat kaya akan karya sastra berkualitas, termasuk karya sastra hasil guratan tangan dan pemikiran Pramoedya Ananta Toer.

Dalam sesi diskusi yang dibagi dalam dua termin seusai Max Lane memaparkan materi, muncul beberapa pertanyaan yang cukup menarik. Salah seorang peserta diskusi menanyakan kepada Max, meski beberapa kali masuk nominasi peraih nobel, tetapi mengapa Pramoedya tidak pernah merasakan penghargaan prestisius itu? “Apakah hanya karena Pramoedya adalah orang Asia Tenggara, terlebih lagi berasal dari Indonesia?” demikian pertanyaan untuk Max Lane.

Max menjawab, kegagalan Pramoedya meraih nobel lebih dikarenakan alasan politis, bahwa sepak-terjang Pramoedya di bidang politik sebelum tahun 1965 masih cukup masif dan mungkin faktor inilah yang kemudian menyebabkan nobel belum bisa jatuh ke tangan Pramoedya. “Namun, mayoritas dunia sudah mengakui kualitas Pramoedya dan dia sangat layak untuk memperoleh penghargaan nobel,” tegas Max Lane.

Akhir kata, Max Lane dengan mantap menegaskan bahwa Pramoedya, melalui pemikiran dan karya-karyanya, telah menjelma menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam merangsang tradisi pergerakan di kawasan Asia Tenggara. “Pramoedya Ananta Toer adalah sejarawan yang paling radikal dan mempelopori kebangkitan di Asia Tenggara,” simpul Max Lane memungkasi sesi diskusi.

*) Tulisan ini merupakan hasil liputan untuk MelayuOnline.com, dengan judul “Max Lane: Pramoedya Pelopor Kebangkitan Asia Tenggara”, diposting tanggal 22 Mei 2009.
Dijumput dari: http://dejavaraditya.wordpress.com/2009/08/02/pesona-pramoedya-di-asia-tenggara/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt