KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-perlawanan.blogspot.com/
Paduka Ibunda Kanjeng Ratu Sepuh!
Ternyata, dorongan terbesar dari setiap anak untuk sanggup berbicara adalah merdekanya lahir dan batin, dan merdekanya nilai-nilai yang dapat digunakan selaras kehendak hati. Kita mustahil dapat melihat sangkar nan gumantung di pepohonan johar, serta tak mengetahui kapan diturunkan; dan isinya diberi kesempatan menjenguk dunia bebas. Kita takkan tahu, apakah sarang-sarang peksi ‘abur-gumelur’ yang tanpa kendali itu hadir kembali sebagai wadah dari sang pemilik kelanggengan, karena nyanyian-nyanyiannya. Manakala terdapat rasa sarujuk buat menegurnya, mereka bisa dipersilakan. Fitrah yang dihadapkan ke tengah tawar-menawar.
Paduka Ibu Ratu Sepuh!
Kiranya puteranda ini teramat lancang, bila menyampaikan atur-utama dalam warkah yang kusut-masai. Beribu-ribu ampun puteranda haturkan jika keberanian ini sampai membuat kemasygulan di hati Ibunda. Segalanya tiada lain untuk menguatkan andaran, bahwasanya Hidup teramat musykil untuk dinilai dengan tilik-sebelah. Lebih nihil lagi, jikalau Hidup dianggap menjadi reruntuk di bawah tebing berwarna kelam, karena para-kawula nan menyongsongnya telah khilaf. Puteranda beranggapan, musim gugur bukanlah sesuatu yang memedihkan, jikalau musim-musim selebihnya telah memberkahi diri kita dengan lindungan sayap malaikat. Kalau belum merasakannya dengan hati dan jantung, mungkin kita sanggup merekamnya dengan tali-tali sukmawi. Itu adalah lebih baik, katimbang kita menutup mata dan telinga selamanya.
Paduka Kanjeng Ibu Ratu Sepuh!
Sepekan silam, adinda bungsu, Raden Ajeng Retno Sumekar telah memberanikan diri untuk sowan-menghadap kepada duli Ibunda. Mungkin sekali, batinnya terkoyak. Saya belum tahu benar, apakah pengalaman tahun yang lalu membuatnya tabah, ataukah malahan lebih perih lagi. Akan halnya sekarang, jikalau koyaknya karena harus mempersembahkan ucapan yang lantang, yang tentunya bakal membuat murkanya Paduka Ayahanda dan Ibunda. Padahal, kami sekali-kali tak menghendaki hal itu terjadi. Dalam kesinambungan generasi terdapat beberapa perwajahan.
Kami sungguh tak ingin, bahwa dinasti dan rumpun keluarga kita menjadi bahan pembicaraan sana-sini, yang menyakitkan. Tatkala Paduka Kanjeng Ibu tak merestui hubung-jalinan kasih antara Diajeng Retno Sumekar dengan seorang pria dari kalangan rakyat-jelata, yakni Bagus Jumawal, dapat kita gambarkan sendiri, betapa jeritan batin Diajeng itu. Karena, mereka selama ini telah begitu karib, akrab dan seperti sudah sulit dipisahkan. Kendatipun, Bagus Jumawal hanyalah anak-angkat dari Mantri Kolektur Suwiryo Mangunpuspito di Kalijambe, dan banyak orang mengatakan, bahwa Bagus Jumawal adalah anak desa yang dipungutnya sedari umur tujuh tahun.
Tetapi, bakat dan kemampuan Bagus dapat diandalkan, bukan? Kanjeng Ibu tentunya pernah mendengar, bahwasanya ia lulus MULO dengan nilai-nilai bagus, dan masuk HIS Bangil dengan mudah, tanpa diuji lebih dahulu. Hanya anak-anak priyayi kota ini saja yang diterima. Kalau Bagus bisa, lantaran dia disebut sebagai “puteranya” Pakdhe Mantri Kolektur Mangunpuspito. Yang kami tekankan, kemampuan berjuang dan tekadnya untuk maju, sungguh luarbiasa, lebih daripada anak-anak priyayi sebaya. Apakah Kanjeng Ibu masih merasa malu bila bermenantukan Si Bagus?
Hamba lihat, wajahnya cukup tampan, tatakramanya memikat, penampilan bagus – sepadan bila bergandengan dengan Diajeng Retno Sumekar.
Sudah genap seribu hari yang silam atau tiga setengah tahun, semenjak Retno Sumekar menghentikan sekolahnya di kelas terakhir HIS, karena Paduka Kanjeng Ibu memerintahkan supaya dia dipingit. Pemberontakan pun terjadi, sengit dan mengecambah. Kami, putera kakung yang berjumlah empat orang, dan semua telah duduk di MULO, AMS, dan HBS, segera melakukan pemberontakan. Kanjeng Romo Adipati yang semula teguh pada pendiriannya, toh kemudian melunakkan kehendaknya sendiri. Beliau mengadakan pembicaraan empat mata dengan putra pambarep alias si sulung, Kangmas Raden Mas Hadikusumo, yang lulusan Bestuur Academie, dan kini menjabat Wedono Semugih, dan sedang dipromosikan sebagai Patih di Lumajang Tengah. Dia mati-matian menentang sikap Ibunda: “Jaman sudah banyak berubah, Kanjeng Romo dan Kanjeng Ibu,” tatkala dia sowan di Dalem Ageng. “Kini tahun 1933 – tiga puluh tahun sesudah zaman Raden Ajeng Kartini, putri Adipati Jepara; dan Ibu mesti menengok masa! Kasihan sekali Diajeng Retno. Ia cerdas dan progresif. Biarlah sekolahnya diteruskan ke MULO – dan karena itu bisa diasah buat menghadapi tantangan adat!”
“Akan tetapi, Buyung,” potong Ibunda. “Sekolah itu bebas sekali. Masakan putri-putri Jawa yang lembut harus berkawan-sekelas dengan para Sinyo Totok yang begitu keras. Tak bisa kubayangkan, adikmu itu …”
“Toh, bukan itu yang utama,” potong Kangmas Hadikusumo pula, lebih sengit. “Jikalau Ibunda berkeberatan, lebih baik Diajeng Retno masuk MULO partikelir, yang sore hari. Misalnya, milik Muhammadiyah, yang khusus untuk wanita dan kaum Pribumi Jawa. Yang wigati, sekolahnya lancar!”
Romo terdiam, dan manggut-manggut. Romo mengisap serutu, seraya sesekali meneguk unjukan anggurnya. Dari arah pringgitan, saya menatap lampu robyong yang nampak menyilaukan, karena sedompol melati wangi nan di-gerba dalam wujud kristal cilik-cilik itu seperti membuat kita saling kaku dan asing, satu sama lain. Mengapa Ibunda berpikiran yang terbelakang? Dan tatkala Diajeng sudah duduk di MULO, dan giat berlatih serimpi di Kepatihan – lantaran koordinasi tari ke-upacara-an diserahkan kepada Pamanda Patih – Ibunda cemas, kalau-kalau ada jejaka luar ‘nimbrung’ di kesempatan tersebut. Maka, Ibunda memerintahkan Bagus Jumawal untuk mengawal puteri ini, setiap Sabtu petang Diajeng berkereta bendi ke Dalem Kepatihan. Soalnya, menurut Ibunda, lelaki itu polos dan tak banyak tingkah. Lagipula, ayahnya – ayah angkatnya, maksud saya – adalah orang kepercayaan Romo. Apa boleh buat, bila sesuatu yang tanpa kita duga sebelumnya, terjadi kala itu. Witing tresno saka kulina, kasih nan terjalin dan terkembang, karena terbiasa bergaul.
Sayang seribu sayang, Kanjeng Ibu amat menentang. “Aku justru menugaskan Si Bagus sebagai pengawal Dhenok, bukan sebagai calon suami, tahu?! Kenapa lalu dipaksakan seperti itu?” Ibunda kemudian memerintahkan, agar supaya hubungan persahabatan nan meningkat jadi kasih sejati itu terputus. Sebagai hukumannya, Bagus dilarang berkunjung ke Kabupaten. Malahan Kanjeng Ibu bersikap lain terhadap keluarga Pakdhe Mantri Kolektur Mangunpuspito sekarang. Aneh, aneh!
Paduka Ibunda Kanjeng Ratu Sepuh!
Prahara nan dahsyat, bagaimana pun juga sanggup diredakan dari gempung-gempungan samudera, asalkan kita mampu menyimak jalannya iklim serta arah angin. Gelombang nan menghempas dapat ditaklukkan, tanpa menyebabkan anak-anak manusia gugur di kaki langit. Adab, susila, tatacara, kesemuanya merupakan pranata nan sengaja diciptakan oleh suatu generasi dan lembaga tertentu, untuk membangun jarak antara pribadi satu dengan yang lain. Apalagi bila sebuah dinasti menjadi kiblat dari pranata nan kokoh-kekar serta tak-tergulirkan, seraya menjadi jalanan berkerakal, berkerikil tajam. Mengapa putra-wayah mesti rela berkorban buat memuliakan nilai-nilai nan musykil ini? Kenapa jaman tak diakrabkan dengan siklus budaya nan ginelar, sehingga cara gaul dan tata rengkuh yang dijalinkan terasa tak sehat; bahkan kaku, getir, menimbulkan gerah, lalu menyebalkan!
Patut ditulis, Ibunda, bahwasanya Diajeng Retno keras hati. Kini dia telah duduk di kelas tiga MULO, dan kendati pun keluarga Kabupaten melarangnya bertemu dengan bagus Jumawal, toh mereka secara sembunyi-sembunyi melakukannya. Saya heran bercampur takut, karena Kanjeng Ibu memerintahkan diriku sebagai pengawal Diajeng, dan memata-matainya selalu. Sekali duakali saya sanggup melakukannya. Tetapi untuk seterusnya saya angkat tangan. Hatiku terharu, dan takkan tega menempuh cara ini. Terkadang, pertemuan diatur secara rempit dan njlimet, misalnya, bahwa pura-pura berbelanja, lantas ketemu di pusat perbelanjaan, seperti tanpa sengaja. Atau, justru Diajeng sowan ke Pakdhe Kolektur dan di sana mereka bisa bicara bebas. Tapi, ini, kuakui, teramat besar resikonya. Yang menegangkan, bila Diajeng kangen sekali pada kekasihnya, maka saya pun mencoba mengajaknya ke tebing Kali Cemara, di sebuah tempat tamasya umum yang indah, bernama Taman Windu Sari. Nah, ternyata jejaka itu sudah berada di situ, dan menunggunya dengan setia. Kudengar percakapan mereka, karena kuberi kebebasan buat bincang-bincang ini. Dengarlah, Ibunda…!
“Bahaya itu sudah kusadari, pasti ada, dan besar, Mas Bagus,” ujar Retno Sumekar dengan hati-hati. “Kangmas tahu, kalau aku berani melanggar larangan ini, maka aku seterusnya akan dilarang bergaul dengan siapapun. Dipingit keras! Kau tahu artinya itu? Aku terpenjara.”
“Mengapa tidak; aku sudah lama menginsyafi bahaya ini menghalangi kita. Tetapi, apakah kita menyerah begitu saja, Ndoro Ajeng?”
“Maksudmu bagaimana, Mas? Hendak menerjang arus?”
“Kalau perlu. Tahun ini sengit-sengitnya perjuangan para pemuda untuk merebut kemerdekaan dalam politik, perekonomian, kebudayaan. Mereka semakin terpacu, semakin menggebu. Masakan diriku terpenggal oleh peristiwa yang begini kecil dan nyaris tertindih ini. Harus dihentak. Sedayung Kasih, tonjolan sikap mandireng pribadi.”
“Kangmas berusaha merebut dan memenangkan juang ini? Tidak bersedia untuk berada dalam ketergantungan memedihkan ini?”
“Tentu saja, Ndoro Ajeng. Nyawaku pun kupertaruhkan, demi satu kemenangan. Kendati baru selangkah, dalam kehidupan muda ini. Tegasnya, baru dalam masalah perkawinan yang bebas, dan tiada campurtangan lain.” Keduanya nampak bersemangat ketika mengucapkan prasetya batin ini. Air kolam nan bening menjadi saksi. Perjalanan nan pendek-sejenak itu telah menegaskan, aku harus merestui mereka. Mereka adalah anak-anak Zamannya! Sanggup menjalin-anyam berbagai wawasan.
Ramanda Kanjeng Adipati Condrodiningrat di Besuki nampaknya bisa memahami wawasan-wawasan yang baru, yang bergelora dalam kalbu para muda. Tetapi beliau tetaplah seorang abdi tradisi, yang berpegang pada tatanilai klasika, katimbang denyutan kalam nan mengusik ketenangan pemerintahannya. Persoalan Diajeng Retno Sumekar tak bisa hanya disepelekan. Koran Muhammadiyah bahkan pekan ini menurunkan sebuah tulisan yang menyerang kebijaksanaan Paduka Kanjeng Ibu, karena melarang puterinda melanjutkan sekolah ke HBS, gara-gara “kekhawatiran akan adanya pergaulan bebas antara puterinya dengan anak-anak rakyat kecil.” Di bawah artikel berjudul “Menghadapi Semangat Masa Dinamis” yang ditulis oleh Rangkayo Ratna Sari Mantari, seorang guru Muhammadiyah di kota kita, persoalan Diajeng Retno dibawa ke permukaan. Dia seorang wanita Pariaman, yang sangat menentang tradisi Timur yang membatasi gerak-bebas kaumnya. “Kalau seorang puteri bangsawan melakukan tindakan yang kurang beralasan, dengan memandang anaknya sendiri sebagai Puteri Raja, sedangkan anak-anak lainnya sebagai kaum miskin nan hina-dina, kurasa Zaman akan menertawakannya. Apalagi, jika persoalan perjodohan dihubungkan dengan watas-watas nan dianggap tak sebanding atau njomplang ini.” Ah, ah, ah. Pena itu teramat tajam, dan ujungnya tertuju ke alamat Paduka Ibunda.
Tangis Diajeng pada tahun 1937 ini terasa menyesakkan jantungku, Ibunda. Jika perjuangan pertama dulu, hampir limatahun sebelumnya berhasil mematahkan belenggu, mendobrak Tradisi Pingitan yang menyedihkan kaum wanita remaja, maka kini pun juang hendak didentumkan lebih sengit. Diajeng akan memilih jalan lebih keras lagi. Bagaimana kalau sampai dia lari dari Dalem Kadipaten? Dewasa ini, Bagus Jumawal telah meneruskan studinya ke Bestuur Academie di Batavia. Dalam hal jarak, dia tak lagi dapat berhubungan dengan Diajeng. Tapi surat-surat terus mengalir, melalui orang-orang yang mereka percayai dapat menyimpan rahasia ini. Saya pun cemas, jangan-jangan Diajeng menyusul kekasihnya ke Batavia. Semua serba mungkin. Apalagi, Romo sudah memutuskan, agar puteri bungsunya ini tiada lagi bersekolah. Kalau demikian halnya, maka bahaya akan datang menyerbu keluarga kita. Saya mengajukan saran, agar Diajeng dikirimkan saja ke sebuah klooster, di mana dia dapat dididik di sebuah wadah calon bidan atau calon guru keputrian, agar dengan demikian batinnya tenang, tanpa tergoncangkan oleh peristiwa ini. Kepergian Bagus Jumawal teramat memukulnya. Dia jatuh sakit dan demamnya mengkhawatirkan kami semua. Obat mujarabnya tentu berasal dari Kanjeng Ibu, karena di situlah awal-muawal duka ini. Biarlah dia melanjutkan sekolah, dengan pengawasan lebih ketat. Atau, bagaimana kalau dia kita perbolehkan menikah dengan pria pilihan hati, yang dalam hal ini adalah Bagus Jumawal itu? Tolonglah, Ibu, tolonglah. Cobalah Paduka mempertimbangkan: mana lebih membahagiakan hati Retno? Terlebih sikap bersejarah yang menyelamatkan dunia ini.
Kemarin pagi, selepas sarapan, tatkala siap berangkat ke kantornya, kanjeng Romo Adipati memanggilku. Wajahnya diliputi awan kesedihan, dan katanya agak gemetar: “Anakku Wiryokusumo, kaulah satu-satunya yang kupercaya dapat menciptakan ketenangan dalam keluarga kita, yang selama ini kita anggap sepi. Bagaimana wawasan-wawasanmu, dapat kita jadikan bahan pertimbangan, Nak.” Maka, begitulah kanjeng Ibu – saya segera bertemu dengan Bibi Mujirah, selir ayahanda, yang adalah ibu-kandungku. Aku mencoba mencari titik-terang. Kumohonkan, kiranya Paduka Ibunda kanjeng Ratu Sepuh sebagai permaisuri tidak menganggap enteng persoalan ini. Biarlah semua pihak urun rembug dalam mencari kesetimbangan mantap, sehingga kesiur angin akan lebih menyejukkan sukma.
Janganlah Paduka Kanjeng Ibu menaruh prasangka kurang baik terhadap ibu kandungku, yang hanya seorang anak rakyat jelata ini. Bagaimana pun, dia dinikahi oleh Ramanda, jauh sebelum Paduka Kanjeng Ibu memasuki Dalem Kadipaten. Ia telah mendampingi Ayahanda, sedari tatkala Ayahanda menjabat Bupati Anom di Randukumala. Ia memang hanya seorang klangenan dalem, selir Ramanda Adipati yang kurang diperhitungkan. Tetapi Paduka Kanjeng Ibu ratu Sepuh, kendati Paduka memiliki kekuasaan sebagai pendamping utama Ramanda, Paduka belum sanggup memberikan asuhan dan kekuatan pada diri kami, terutama dalam tahun-tahun di mana kami teramat dahaga akan kasihsayang setulusnya. Kami mencoba, agar Diajeng Retno bisa kembali memperoleh kepercayaan diri. Izinkanlah pekan depan ini Ibuku: Bibi Mujirah, sowan dan merawat adikku tercinta di Keputren, untuk sementara waktu, hingga kesehatannya pulih seperti sediakala. Izinkanlah, wahai, Paduka Kanjeng Ratu Sepuh! Kepercayaan yang sejumput kiranya akan sanggup mengobati luka-luka berdarah, yang belum dibalut. Siapa tahu, dia akan menemukan sikap terbaik di jalan simpang meletihkan!
Paduka Ibu Kanjeng Ratu Sepuh Yang Mulia.
Pada ujung pertemuan kami dengan ibu-kandung, yang begitu berprihatin dalam ugahari hidupnya, kami bertiga meneteskan airmata haru. Bibi Mujirah berbisik seraya menundukkan kepala, dekat pembaringan Diajeng Sumekar, dan memandang tenang-tenang padaku. “Ndoro Mas, Biyung teramat sedih, bahwa agak terlambat menunggui sakitnya Ndoro Ajeng Retno. Biyung mendengar, Ndoro Ajeng mengalami goncangan batin teramat besar. Biyung begitu perih, andaikata Ndoro Ajeng harus dibawa ke pesanggrahan luar kota, untuk tetirah.” Maka aku tegakkan kepala, bersuara: “Biyung, Diajeng tidak sakit. Ia hanya terlampau letih. Perjuangannya masih panjang. Lautan menghadang di depan, dan gunung menjulang. Ia melawan tradisi pingitan, hampir berhasil gemilang. Ia berjalan seorang diri, selaku pejuang tunggal.” Lalu Bibi Mujirah bergumam: “Jikalau Raden Ajeng Kartini tiga dasawarsa silam gugur dalam pergulatan melawan istiadat priyayi yang membelenggu, janganlah kiranya puteri yang pernah kukandung dan kulahirkan ini mengalami bencana serupa. O, Ndoro Mas Wiryokusumo, biarkan dia babar-layar menuju Pulau Cita.”
—
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Rabu, 04 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Alexander
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Dahana
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Yusrianto Elga
A.C. Andre Tanama
A.J. Susmana
A.S. Laksana
A’an Jindan AS
Abd. Mun’im
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Lathif
Abdul Malik
Abdul Rauf Singkil
Abdul Walid
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abid Rohmanu
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adek Alwi
Adhi Pandoyo
Adhitia Armitrianto
Adhy Rical
Adi Faridh
Adian Husaini
Adin
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adrizas
Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI
AF. Tuasikal
Afri Meldam
Afrizal Malna
AG. Alif
Agama
Agama Para Bajingan
Agit Yogi Subandi
Aguk Irawan M.N.
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Rakasiwi
Agus Sulton
Agus Wibowo
Agus Wirawan
Aguslia Hidayah
AH J Khuzaini
Ah. Atok Illah
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Anshori
Ahmad Damanik
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Gaus
Ahmad Hasan MS
Ahmad Jauhari
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Naufel
Ahmad S. Zahari
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainul Fiah
Akbar Ananda Speedgo
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhmad Siddiq
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Aksin Wijaya
Al-Fairish
Al-Ma'ruf I
Al-Ma'ruf II
Alang Khoiruddin
Albert Camus
Ali Mahmudi Ch
Alia Swastika
Alvi Puspita
Alvin
Amien Wangsitalaja
Aminah
Aming Aminoedhin
Ana Mustamin
Anam Rahus
Anas AG
Andhi Setyo Wibowo
Andi Gunawan
Andry Deblenk
Angela
Anggie Melianna
Anindita S. Thayf
Anis Ceha
Anitya Wahdini
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anugerah Ronggowarsito
Anwar Nuris
Aprillia Ika
Arida Fadrus
Aridus
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Ariel Heryanto
Ariera
Arif Bagus Prasetyo
Aris Kurniawan
Armawati
Arswendo Atmowiloto
Art Sabukjanur
Arti Bumi Intaran
Arwan
Aryo Wisanggeni
Aryo Wisanggeni Gentong
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Ashadi Ik
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Asro Kamal Rokan
Astrid Reza
Asvi Warman Adam
Atafras
Atok Witono
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azwar Nazir
Baca Puisi
Badrus Siroj
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bambang kempling
Bambang Riyanto
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Beni Setia
Benni Setiawan
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Bernarda Rurit
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Bre Redana
Brunel University
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Jay Utomo
Budi P. Hatees
Budi Palopo
Budi Setyarso
Budi Sp. Indrajati
Budiman S. Hartoyo
Budiman Sudjatmiko
Buku Kritik Sastra
Buldanul Khuri
Candrakirana
Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
Choirul Rikzqa
Christian Heru Cahyo Saputro
Cover Buku
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Dadang Widjanarko
Damiri Mahmud
Dani Fuadhillah
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Dati Wahyuni
Dawet Jabung Ponorogo
Dedykalee
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Desa Glogok Karanggeneng Lamongan
Deshinta Arofah Dewi
Dessy Wahyuni
Dewan Kesenian Lamongan
Dewi Anggraeni
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Didik Kusbiantoro
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djadjat Sudradjat
Djasepudin
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djuli Djatiprambudi
Djulianto Susantio
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Dorothea Rosa Herliany
Dr Andi Irawan
Dr Siti Muti’ah Setiawati
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Choirul Anam
Drs. Solihin
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo Maksum
Dyah Ayu Fitriana
Eddi Koben
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy Apriyanto Sudiyono
Edy Firmansyah
Edy Susanto
Efri Ritonga
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eko Hartono
Eko Hendrawan Sofyan
Eko Hendri Saiful
El Sahra Mahendra
Elita Sitorini
Elly Trisnawati
Ellyn Novellin
Elokdyah Meswati
Em. Syuhada'
Emha Ainun Nadjib
Encep Abdullah
Eni Sulistiyawati
Eny Rose
Esai
Ester Lince Napitupulu
Etik Widya
Evan Ys
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Fahrur Rozi
Fajar Alayubi
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathan Mubarak
Fathul Qodir
Fathul Qorib
Felix K. Nesi
Festival Gugur Gunung
Festival Seni Surabaya 2011
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
Fikri. MS
Fiqih Arfani
Firman Daeva
Forum Lingkar Pena Lamongan
Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L)
Forum Santri Nasional
Forum Santri Nasional (FSN)
Free Hearty
Galuh Tulus Utama
Gandis Uka
Ganug Nugroho Adi
Gedung Sabudga UNISDA Lamongan
Gendut Riyanto
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gesit Ariyanto
Gita Pratama
Glenn Fredly
Goenawan Mohamad
Golput
Gombloh
Gombloh (1948 – 1988)
Grathia Pitaloka
Gugun el-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hafis Azhari
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamid Dabashi
Han Gagas
Hardi Hamzah
Hari Prasetyo
Haris Del Hakim
Haris Saputra
Hary B Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Hendro Situmorang
Henri Nurcahyo
Henry H Loupias
Hera Khaerani
Heri CS
Heri Kris
Heri Latief
Heri Listianto
Herman RN
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru Kuntoyo
Heru Kurniawan
Hikmat Darmawan
Holy Adib
Hudan Hidayat
Hujuala Rika Ayu
Humaidi
Humam S Chudori
I Made Asdhiana
I Nyoman Suaka
I. B. Putera Manuaba
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ichwan Prasetyo
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ilham Safutra
Ilham Wancoko
Imam Munadjat
Imam Nawawi
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Iman Herdiana
Imron Arlado
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indigo Art Space Madiun
Indra Tjahyadi
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Iqmal Tahir
Is Faridatul Arifah
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Isra’ Mi’raj
Iswadi Pratama
Iswara N Raditya
Iva Titin Shovia
Iwan Awaluddin Yusuf
Iwan Gunadi
J. Sumardianta
Jamrin Abubakar
Jansen Sinamo
Janu Jolang
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jemie Simatupang
Jenny Ang
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jl Simo
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Joko Budhiarto
Joko Sadewo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jones Gultom
Joni Ariadinata
Joresan Mlarak Ponorogo
Joseph E. Stiglitz
Jual Buku Paket Hemat
Junus Satrio
Jurnalisme Sastra
K. Hirzuddin Hasbullah
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma’ruf Amin
K.H. Masrikhan Asy'ari
K.H. Mudzakir Ma'ruf
Kadjie MM
Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad
Kang Daniel
Karanggeneng
Kartika Foundation
Kasanwikrama
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kekal Hamdani
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Kesenian
KH. M. Najib Muhammad
KH. Ma'ruf Amin
Khairul Mufid Jr
Khawas Auskarni
Khoirul Anwar
Khoirul Inayah
Khoirul Naim
Khoirul Rosyadi
Ki Ompong Sudarsono
Kitab Arbain Nawawi
Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto
Ko Hyeong Ryeol
Koh Young Hun
Koko Sudarsono
Komaruddin Hidayat
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA)
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kopuisi
Korban Gempa di Lombok
Kospela
KPRI IKMAL Lamongan
Kris Razianto Mada
Kritik Sastra
Kurnia Sari Aziza
Kurniawan
Kusni Kasdut
Kuswaidi Syafi’ie
Kuswinarto
Lagu
Laili Rahmawati
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lan Fang
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Latif Fianto
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Listiyono Santoso
Liya Izzatul Iffah
Liza Wahyuninto
Lucky Aditya Ramadhan
Ludruk Jawa Timur
Lukisan
Lukman Alm
Lukman Santoso Az
Luqman Almishr
Lustantini Septiningsih
Lutfi S. Mendut
Lynglieastrid Isabellita
M Ismail
M Zainuddin
M. Afif Hasbullah
M. Faizi
M. Iqbal Dawami
M. Irfan Hidayatullah
M. Latief
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Mushthafa
M. Riza Fahlevi
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M’Shoe
Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1
Maghfur Munif
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahwi Air Tawar
Majelis Ulama Indonesia
Makalah Tinjauan Ilmiah
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Marjohan
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Hatch
Marwan Ja'far
Marwita Oktaviana
Marzuki Mustamar
Mashuri
Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar
Masuki M. Astro
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Max Arifin
Maya Handhini
Mbah Kalbakal
Medco
Media Jawa Timur
Medri Osno
Mega Vristian
Mei Anjar Wintolo
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Menggalang Dana Amal
Mentari Meida
Mh Zaelani Tammaka
Michael Gunadi Widjaja
Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno)
Misbahul Huda
Misbahus Surur
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh Samsul Arifin
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Afifi
Mohammad Rafi Azzamy
Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak
Muh Muhlisin
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ghannoe
Muhammad Ghufron
Muhammad Hidayat
Muhammad Marzuki
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad N. Hassan
Muhammad Rain
Muhammad Taufik
Muhammad Yasir
Muhammad Zia Ulhaq
Muhammadun A.S.
Muhibin AM
Muhidin M Dahlan
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mukafi Niam
Mukhsin Amar
Mukti Sutarman Espe
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Mun'im Sirry
Muntamah Cendani
Museum Bikon Blewut Ledalero
Musfarayani
Musfi Efrizal
Musyayana
Mutia Sukma
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nabi Adam
Nanang Fahrudin
Nandang Darana
Naskah Monolog
Naskah Teater
Nasru Alam Aziz
Nelson Alwi
Ni Luh Made Pertiwi F
Nindya Herdianti
Ninin Nurzalina Wati
Nitis Sahpeni
Nono Anwar Makarim
Noor H. Dee
Noorsam
Noval Jubbek
Novel Pekik
Novianti Setuningsih
Nu’man ‘Zeus’ Anggara
Nur Hamzah
Nur Haryanto
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Aini
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nuswantoro
Nyimas
Nyoman Tingkat
Obrolan
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Opini
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Oyos Saroso H.N.
Padepokan Lemah Putih Surakarta
Pagelaran Musim Tandur
Pameran Seni Rupa
Panda MT Siallagan
Pawang Surya Kencana
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Jumartono
Pelukis Saron
Pelukis Senior Tarmuzie
Pendidikan
Penerbit SastraSewu
Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan
Pengajian
Pengetahuan
Perang
Peringatan Hari Pahlawan 10 November
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Pesantren An Nawawi Tanara (Penata)
Pesantren Kampung Inggris
Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011
Petrik Matanasi
Pilang Tejoasri Laren Lamongan
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Pilkada
Piramid Giza
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
Pradana Boy ZTF
Pradaningrum Mijarto
Pramoedya Ananta Toer
Prih Prawesti Febriani
Pringadi AS
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Profil MA Matholi'ul Anwar
Prosa
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puisi Menolak Korupsi (PMK)
Puji Hartanto
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Puspita Rose
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Satria Kusuma
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R.Ng. Ronggowarsito
Rabdul Rohim
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sazaly
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Rambuana
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Rengga AP
Reni Lismawati
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Riadi Ngasiran
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Rieke Diah Pitaloka
Riki Dhamparan Putra
Rinto Andriono
Rizka Halida
Rizky Putri Pratimi
Robin Al Kautsar
Rocky Gerung
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohmad Hadiwijoyo
Rohmah Maulidia
Rohman Abdullah
Rojiful Mamduh
Rosdiansyah
Rosi
Rosidi
Roso Titi Sarkoro
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rumah Budaya Pantura Lamongan
Rumah Literasi
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Saifur Rohman
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Santi Puji Rahayu
Sapardi Djoko Damono
Sardono W Kusumo
Sartika Sari
Sarworo Sp
Sastra Facebook
Satmoko Budi Santoso
Satrio Lintang
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Savidapius
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis
SelaSAstra Boenga Ketjil
SelaSAstra Boenga Ketjil #23
SelaSAstra Boenga Ketjil #24
Seni Ambeng Ponorogo
Senirupa
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shiny.ane el’poesya
Shofiyatuz Zahroh
Shohebul Umam JR
Sholihul Huda
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Silfia Hanani
Sindu Putra
Sita Planasari Aquadini
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Hadi Purnomo
Soediro Satoto
Soegiharto
Soeprijadi Tomodihardjo
Soetanto Soepiadhy
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sony Wibisono
Sosiawan Leak
Sreismitha Wungkul
Sri Igustin
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
Sriyanto Danoesiswoyo
Stefanus P. Elu
Stevani Elisabeth
STKIP PGRI Ponorogo
Student Center Kampus ISI Yogyakarta
Subagio Sastrowardoyo
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sugeng Ariyadi
Sukitman
Sumenep
Sumiati Anastasia
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungelebak
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Suyadi San
Syafrizal Sahrun
Syaifuddin Gani
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Syamsul Arifin
Syamsul Rizal
Syi'ir
Syifa Amori
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajuddin Noor Ganie
Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar
TanahmeraH ArtSpace
Tarpin A. Nasri
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teater Air
Teater Bias
Teater Biru
Teater Cepak
Teater Dua
Teater Kanjeng
Teater Lingkar Merah Putih
Teater Mikro
Teater nDrinDinG
Teater Nusa
Teater Padi
Teater Roda UNISDA Lamongan
Teater Sakalintang
Teater Tali Mama
Teater Taman
Teater Tawon
Teater Tewol
Teguh LR
Temu Karya Teater Jawa Timur XXI
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Teori Darwin
Teori Fisika Hawking
Tgk Abdullah Lam U
Tharie Rietha
The Ibrahim Hosen Institute
Theresia Purbandini
Thomas Koten
Tien Rostini
Timur Arif Riyadi
Tjahjono Widarmanto
Tjut Zakiyah Anshari
Toeti Adhitama
Tosa Poetra
Tri Andhi S
Triyanto triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tutut Herlina
Ucu Agustin
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Jember
Usman Arrumy
Ustadz Bangun Samudra
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Vassilisa Agata
Veven Sp. Wardhana
Viddy AD Daery
Video
Vino Warsono
Virdika Rizky Utama
Vita Devi Ajeng Pratiwi
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wakos R. Gautama
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Suryandoko
William Shakespeare
Wisnu Kisawa
Wiwik Widiyati
Wong Wing King
Wuri Kartiasih
Y. Wibowo
Yayasan Thoriqotul Hidayah 1
Yayat R. Cipasang
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yudhi Herwibowo
Yudi Latif
Yulianto
Yuliawati
Yunanto Sutyastomo
Yunus Supriyanto
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf AN
Yusuf Suharto
Yusuf Wibisono
Yuval Noah Harari
Yuyuk Sugarman
Z. Mustopa
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zarra Martsella
Zawawi Se
Zed Abidien
Zehan Zareez
Zen Hae
Zii
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar