Rabu, 04 Juli 2012

WASANA KATA

KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-perlawanan.blogspot.com/

Paduka Ibunda Kanjeng Ratu Sepuh!
Ternyata, dorongan terbesar dari setiap anak untuk sanggup berbicara adalah merdekanya lahir dan batin, dan merdekanya nilai-nilai yang dapat digunakan selaras kehendak hati. Kita mustahil dapat melihat sangkar nan gumantung di pepohonan johar, serta tak mengetahui kapan diturunkan; dan isinya diberi kesempatan menjenguk dunia bebas. Kita takkan tahu, apakah sarang-sarang peksi ‘abur-gumelur’ yang tanpa kendali itu hadir kembali sebagai wadah dari sang pemilik kelanggengan, karena nyanyian-nyanyiannya. Manakala terdapat rasa sarujuk buat menegurnya, mereka bisa dipersilakan. Fitrah yang dihadapkan ke tengah tawar-menawar.

Paduka Ibu Ratu Sepuh!
Kiranya puteranda ini teramat lancang, bila menyampaikan atur-utama dalam warkah yang kusut-masai. Beribu-ribu ampun puteranda haturkan jika keberanian ini sampai membuat kemasygulan di hati Ibunda. Segalanya tiada lain untuk menguatkan andaran, bahwasanya Hidup teramat musykil untuk dinilai dengan tilik-sebelah. Lebih nihil lagi, jikalau Hidup dianggap menjadi reruntuk di bawah tebing berwarna kelam, karena para-kawula nan menyongsongnya telah khilaf. Puteranda beranggapan, musim gugur bukanlah sesuatu yang memedihkan, jikalau musim-musim selebihnya telah memberkahi diri kita dengan lindungan sayap malaikat. Kalau belum merasakannya dengan hati dan jantung, mungkin kita sanggup merekamnya dengan tali-tali sukmawi. Itu adalah lebih baik, katimbang kita menutup mata dan telinga selamanya.

Paduka Kanjeng Ibu Ratu Sepuh!
Sepekan silam, adinda bungsu, Raden Ajeng Retno Sumekar telah memberanikan diri untuk sowan-menghadap kepada duli Ibunda. Mungkin sekali, batinnya terkoyak. Saya belum tahu benar, apakah pengalaman tahun yang lalu membuatnya tabah, ataukah malahan lebih perih lagi. Akan halnya sekarang, jikalau koyaknya karena harus mempersembahkan ucapan yang lantang, yang tentunya bakal membuat murkanya Paduka Ayahanda dan Ibunda. Padahal, kami sekali-kali tak menghendaki hal itu terjadi. Dalam kesinambungan generasi terdapat beberapa perwajahan.

Kami sungguh tak ingin, bahwa dinasti dan rumpun keluarga kita menjadi bahan pembicaraan sana-sini, yang menyakitkan. Tatkala Paduka Kanjeng Ibu tak merestui hubung-jalinan kasih antara Diajeng Retno Sumekar dengan seorang pria dari kalangan rakyat-jelata, yakni Bagus Jumawal, dapat kita gambarkan sendiri, betapa jeritan batin Diajeng itu. Karena, mereka selama ini telah begitu karib, akrab dan seperti sudah sulit dipisahkan. Kendatipun, Bagus Jumawal hanyalah anak-angkat dari Mantri Kolektur Suwiryo Mangunpuspito di Kalijambe, dan banyak orang mengatakan, bahwa Bagus Jumawal adalah anak desa yang dipungutnya sedari umur tujuh tahun.

Tetapi, bakat dan kemampuan Bagus dapat diandalkan, bukan? Kanjeng Ibu tentunya pernah mendengar, bahwasanya ia lulus MULO dengan nilai-nilai bagus, dan masuk HIS Bangil dengan mudah, tanpa diuji lebih dahulu. Hanya anak-anak priyayi kota ini saja yang diterima. Kalau Bagus bisa, lantaran dia disebut sebagai “puteranya” Pakdhe Mantri Kolektur Mangunpuspito. Yang kami tekankan, kemampuan berjuang dan tekadnya untuk maju, sungguh luarbiasa, lebih daripada anak-anak priyayi sebaya. Apakah Kanjeng Ibu masih merasa malu bila bermenantukan Si Bagus?
Hamba lihat, wajahnya cukup tampan, tatakramanya memikat, penampilan bagus – sepadan bila bergandengan dengan Diajeng Retno Sumekar.

Sudah genap seribu hari yang silam atau tiga setengah tahun, semenjak Retno Sumekar menghentikan sekolahnya di kelas terakhir HIS, karena Paduka Kanjeng Ibu memerintahkan supaya dia dipingit. Pemberontakan pun terjadi, sengit dan mengecambah. Kami, putera kakung yang berjumlah empat orang, dan semua telah duduk di MULO, AMS, dan HBS, segera melakukan pemberontakan. Kanjeng Romo Adipati yang semula teguh pada pendiriannya, toh kemudian melunakkan kehendaknya sendiri. Beliau mengadakan pembicaraan empat mata dengan putra pambarep alias si sulung, Kangmas Raden Mas Hadikusumo, yang lulusan Bestuur Academie, dan kini menjabat Wedono Semugih, dan sedang dipromosikan sebagai Patih di Lumajang Tengah. Dia mati-matian menentang sikap Ibunda: “Jaman sudah banyak berubah, Kanjeng Romo dan Kanjeng Ibu,” tatkala dia sowan di Dalem Ageng. “Kini tahun 1933 – tiga puluh tahun sesudah zaman Raden Ajeng Kartini, putri Adipati Jepara; dan Ibu mesti menengok masa! Kasihan sekali Diajeng Retno. Ia cerdas dan progresif. Biarlah sekolahnya diteruskan ke MULO – dan karena itu bisa diasah buat menghadapi tantangan adat!”

“Akan tetapi, Buyung,” potong Ibunda. “Sekolah itu bebas sekali. Masakan putri-putri Jawa yang lembut harus berkawan-sekelas dengan para Sinyo Totok yang begitu keras. Tak bisa kubayangkan, adikmu itu …”
“Toh, bukan itu yang utama,” potong Kangmas Hadikusumo pula, lebih sengit. “Jikalau Ibunda berkeberatan, lebih baik Diajeng Retno masuk MULO partikelir, yang sore hari. Misalnya, milik Muhammadiyah, yang khusus untuk wanita dan kaum Pribumi Jawa. Yang wigati, sekolahnya lancar!”
Romo terdiam, dan manggut-manggut. Romo mengisap serutu, seraya sesekali meneguk unjukan anggurnya. Dari arah pringgitan, saya menatap lampu robyong yang nampak menyilaukan, karena sedompol melati wangi nan di-gerba dalam wujud kristal cilik-cilik itu seperti membuat kita saling kaku dan asing, satu sama lain. Mengapa Ibunda berpikiran yang terbelakang? Dan tatkala Diajeng sudah duduk di MULO, dan giat berlatih serimpi di Kepatihan – lantaran koordinasi tari ke-upacara-an diserahkan kepada Pamanda Patih – Ibunda cemas, kalau-kalau ada jejaka luar ‘nimbrung’ di kesempatan tersebut. Maka, Ibunda memerintahkan Bagus Jumawal untuk mengawal puteri ini, setiap Sabtu petang Diajeng berkereta bendi ke Dalem Kepatihan. Soalnya, menurut Ibunda, lelaki itu polos dan tak banyak tingkah. Lagipula, ayahnya – ayah angkatnya, maksud saya – adalah orang kepercayaan Romo. Apa boleh buat, bila sesuatu yang tanpa kita duga sebelumnya, terjadi kala itu. Witing tresno saka kulina, kasih nan terjalin dan terkembang, karena terbiasa bergaul.

Sayang seribu sayang, Kanjeng Ibu amat menentang. “Aku justru menugaskan Si Bagus sebagai pengawal Dhenok, bukan sebagai calon suami, tahu?! Kenapa lalu dipaksakan seperti itu?” Ibunda kemudian memerintahkan, agar supaya hubungan persahabatan nan meningkat jadi kasih sejati itu terputus. Sebagai hukumannya, Bagus dilarang berkunjung ke Kabupaten. Malahan Kanjeng Ibu bersikap lain terhadap keluarga Pakdhe Mantri Kolektur Mangunpuspito sekarang. Aneh, aneh!

Paduka Ibunda Kanjeng Ratu Sepuh!
Prahara nan dahsyat, bagaimana pun juga sanggup diredakan dari gempung-gempungan samudera, asalkan kita mampu menyimak jalannya iklim serta arah angin. Gelombang nan menghempas dapat ditaklukkan, tanpa menyebabkan anak-anak manusia gugur di kaki langit. Adab, susila, tatacara, kesemuanya merupakan pranata nan sengaja diciptakan oleh suatu generasi dan lembaga tertentu, untuk membangun jarak antara pribadi satu dengan yang lain. Apalagi bila sebuah dinasti menjadi kiblat dari pranata nan kokoh-kekar serta tak-tergulirkan, seraya menjadi jalanan berkerakal, berkerikil tajam. Mengapa putra-wayah mesti rela berkorban buat memuliakan nilai-nilai nan musykil ini? Kenapa jaman tak diakrabkan dengan siklus budaya nan ginelar, sehingga cara gaul dan tata rengkuh yang dijalinkan terasa tak sehat; bahkan kaku, getir, menimbulkan gerah, lalu menyebalkan!

Patut ditulis, Ibunda, bahwasanya Diajeng Retno keras hati. Kini dia telah duduk di kelas tiga MULO, dan kendati pun keluarga Kabupaten melarangnya bertemu dengan bagus Jumawal, toh mereka secara sembunyi-sembunyi melakukannya. Saya heran bercampur takut, karena Kanjeng Ibu memerintahkan diriku sebagai pengawal Diajeng, dan memata-matainya selalu. Sekali duakali saya sanggup melakukannya. Tetapi untuk seterusnya saya angkat tangan. Hatiku terharu, dan takkan tega menempuh cara ini. Terkadang, pertemuan diatur secara rempit dan njlimet, misalnya, bahwa pura-pura berbelanja, lantas ketemu di pusat perbelanjaan, seperti tanpa sengaja. Atau, justru Diajeng sowan ke Pakdhe Kolektur dan di sana mereka bisa bicara bebas. Tapi, ini, kuakui, teramat besar resikonya. Yang menegangkan, bila Diajeng kangen sekali pada kekasihnya, maka saya pun mencoba mengajaknya ke tebing Kali Cemara, di sebuah tempat tamasya umum yang indah, bernama Taman Windu Sari. Nah, ternyata jejaka itu sudah berada di situ, dan menunggunya dengan setia. Kudengar percakapan mereka, karena kuberi kebebasan buat bincang-bincang ini. Dengarlah, Ibunda…!

“Bahaya itu sudah kusadari, pasti ada, dan besar, Mas Bagus,” ujar Retno Sumekar dengan hati-hati. “Kangmas tahu, kalau aku berani melanggar larangan ini, maka aku seterusnya akan dilarang bergaul dengan siapapun. Dipingit keras! Kau tahu artinya itu? Aku terpenjara.”
“Mengapa tidak; aku sudah lama menginsyafi bahaya ini menghalangi kita. Tetapi, apakah kita menyerah begitu saja, Ndoro Ajeng?”
“Maksudmu bagaimana, Mas? Hendak menerjang arus?”
“Kalau perlu. Tahun ini sengit-sengitnya perjuangan para pemuda untuk merebut kemerdekaan dalam politik, perekonomian, kebudayaan. Mereka semakin terpacu, semakin menggebu. Masakan diriku terpenggal oleh peristiwa yang begini kecil dan nyaris tertindih ini. Harus dihentak. Sedayung Kasih, tonjolan sikap mandireng pribadi.”
“Kangmas berusaha merebut dan memenangkan juang ini? Tidak bersedia untuk berada dalam ketergantungan memedihkan ini?”

“Tentu saja, Ndoro Ajeng. Nyawaku pun kupertaruhkan, demi satu kemenangan. Kendati baru selangkah, dalam kehidupan muda ini. Tegasnya, baru dalam masalah perkawinan yang bebas, dan tiada campurtangan lain.” Keduanya nampak bersemangat ketika mengucapkan prasetya batin ini. Air kolam nan bening menjadi saksi. Perjalanan nan pendek-sejenak itu telah menegaskan, aku harus merestui mereka. Mereka adalah anak-anak Zamannya! Sanggup menjalin-anyam berbagai wawasan.

Ramanda Kanjeng Adipati Condrodiningrat di Besuki nampaknya bisa memahami wawasan-wawasan yang baru, yang bergelora dalam kalbu para muda. Tetapi beliau tetaplah seorang abdi tradisi, yang berpegang pada tatanilai klasika, katimbang denyutan kalam nan mengusik ketenangan pemerintahannya. Persoalan Diajeng Retno Sumekar tak bisa hanya disepelekan. Koran Muhammadiyah bahkan pekan ini menurunkan sebuah tulisan yang menyerang kebijaksanaan Paduka Kanjeng Ibu, karena melarang puterinda melanjutkan sekolah ke HBS, gara-gara “kekhawatiran akan adanya pergaulan bebas antara puterinya dengan anak-anak rakyat kecil.” Di bawah artikel berjudul “Menghadapi Semangat Masa Dinamis” yang ditulis oleh Rangkayo Ratna Sari Mantari, seorang guru Muhammadiyah di kota kita, persoalan Diajeng Retno dibawa ke permukaan. Dia seorang wanita Pariaman, yang sangat menentang tradisi Timur yang membatasi gerak-bebas kaumnya. “Kalau seorang puteri bangsawan melakukan tindakan yang kurang beralasan, dengan memandang anaknya sendiri sebagai Puteri Raja, sedangkan anak-anak lainnya sebagai kaum miskin nan hina-dina, kurasa Zaman akan menertawakannya. Apalagi, jika persoalan perjodohan dihubungkan dengan watas-watas nan dianggap tak sebanding atau njomplang ini.” Ah, ah, ah. Pena itu teramat tajam, dan ujungnya tertuju ke alamat Paduka Ibunda.

Tangis Diajeng pada tahun 1937 ini terasa menyesakkan jantungku, Ibunda. Jika perjuangan pertama dulu, hampir limatahun sebelumnya berhasil mematahkan belenggu, mendobrak Tradisi Pingitan yang menyedihkan kaum wanita remaja, maka kini pun juang hendak didentumkan lebih sengit. Diajeng akan memilih jalan lebih keras lagi. Bagaimana kalau sampai dia lari dari Dalem Kadipaten? Dewasa ini, Bagus Jumawal telah meneruskan studinya ke Bestuur Academie di Batavia. Dalam hal jarak, dia tak lagi dapat berhubungan dengan Diajeng. Tapi surat-surat terus mengalir, melalui orang-orang yang mereka percayai dapat menyimpan rahasia ini. Saya pun cemas, jangan-jangan Diajeng menyusul kekasihnya ke Batavia. Semua serba mungkin. Apalagi, Romo sudah memutuskan, agar puteri bungsunya ini tiada lagi bersekolah. Kalau demikian halnya, maka bahaya akan datang menyerbu keluarga kita. Saya mengajukan saran, agar Diajeng dikirimkan saja ke sebuah klooster, di mana dia dapat dididik di sebuah wadah calon bidan atau calon guru keputrian, agar dengan demikian batinnya tenang, tanpa tergoncangkan oleh peristiwa ini. Kepergian Bagus Jumawal teramat memukulnya. Dia jatuh sakit dan demamnya mengkhawatirkan kami semua. Obat mujarabnya tentu berasal dari Kanjeng Ibu, karena di situlah awal-muawal duka ini. Biarlah dia melanjutkan sekolah, dengan pengawasan lebih ketat. Atau, bagaimana kalau dia kita perbolehkan menikah dengan pria pilihan hati, yang dalam hal ini adalah Bagus Jumawal itu? Tolonglah, Ibu, tolonglah. Cobalah Paduka mempertimbangkan: mana lebih membahagiakan hati Retno? Terlebih sikap bersejarah yang menyelamatkan dunia ini.

Kemarin pagi, selepas sarapan, tatkala siap berangkat ke kantornya, kanjeng Romo Adipati memanggilku. Wajahnya diliputi awan kesedihan, dan katanya agak gemetar: “Anakku Wiryokusumo, kaulah satu-satunya yang kupercaya dapat menciptakan ketenangan dalam keluarga kita, yang selama ini kita anggap sepi. Bagaimana wawasan-wawasanmu, dapat kita jadikan bahan pertimbangan, Nak.” Maka, begitulah kanjeng Ibu – saya segera bertemu dengan Bibi Mujirah, selir ayahanda, yang adalah ibu-kandungku. Aku mencoba mencari titik-terang. Kumohonkan, kiranya Paduka Ibunda kanjeng Ratu Sepuh sebagai permaisuri tidak menganggap enteng persoalan ini. Biarlah semua pihak urun rembug dalam mencari kesetimbangan mantap, sehingga kesiur angin akan lebih menyejukkan sukma.

Janganlah Paduka Kanjeng Ibu menaruh prasangka kurang baik terhadap ibu kandungku, yang hanya seorang anak rakyat jelata ini. Bagaimana pun, dia dinikahi oleh Ramanda, jauh sebelum Paduka Kanjeng Ibu memasuki Dalem Kadipaten. Ia telah mendampingi Ayahanda, sedari tatkala Ayahanda menjabat Bupati Anom di Randukumala. Ia memang hanya seorang klangenan dalem, selir Ramanda Adipati yang kurang diperhitungkan. Tetapi Paduka Kanjeng Ibu ratu Sepuh, kendati Paduka memiliki kekuasaan sebagai pendamping utama Ramanda, Paduka belum sanggup memberikan asuhan dan kekuatan pada diri kami, terutama dalam tahun-tahun di mana kami teramat dahaga akan kasihsayang setulusnya. Kami mencoba, agar Diajeng Retno bisa kembali memperoleh kepercayaan diri. Izinkanlah pekan depan ini Ibuku: Bibi Mujirah, sowan dan merawat adikku tercinta di Keputren, untuk sementara waktu, hingga kesehatannya pulih seperti sediakala. Izinkanlah, wahai, Paduka Kanjeng Ratu Sepuh! Kepercayaan yang sejumput kiranya akan sanggup mengobati luka-luka berdarah, yang belum dibalut. Siapa tahu, dia akan menemukan sikap terbaik di jalan simpang meletihkan!

Paduka Ibu Kanjeng Ratu Sepuh Yang Mulia.
Pada ujung pertemuan kami dengan ibu-kandung, yang begitu berprihatin dalam ugahari hidupnya, kami bertiga meneteskan airmata haru. Bibi Mujirah berbisik seraya menundukkan kepala, dekat pembaringan Diajeng Sumekar, dan memandang tenang-tenang padaku. “Ndoro Mas, Biyung teramat sedih, bahwa agak terlambat menunggui sakitnya Ndoro Ajeng Retno. Biyung mendengar, Ndoro Ajeng mengalami goncangan batin teramat besar. Biyung begitu perih, andaikata Ndoro Ajeng harus dibawa ke pesanggrahan luar kota, untuk tetirah.” Maka aku tegakkan kepala, bersuara: “Biyung, Diajeng tidak sakit. Ia hanya terlampau letih. Perjuangannya masih panjang. Lautan menghadang di depan, dan gunung menjulang. Ia melawan tradisi pingitan, hampir berhasil gemilang. Ia berjalan seorang diri, selaku pejuang tunggal.” Lalu Bibi Mujirah bergumam: “Jikalau Raden Ajeng Kartini tiga dasawarsa silam gugur dalam pergulatan melawan istiadat priyayi yang membelenggu, janganlah kiranya puteri yang pernah kukandung dan kulahirkan ini mengalami bencana serupa. O, Ndoro Mas Wiryokusumo, biarkan dia babar-layar menuju Pulau Cita.”

*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt