http://m-faizi.blogspot.com/
UMMI, MARI OBATI LUKA ANAKMU
Ummi, mari obati luka anakmu
nyeri di hati tak kunjung usai
kiamat akan datang hari ini
mari dekap, aku dalam takut
biarkan darahku memancar ke langit pucat
melukis samudera cinta yang mengarat
Ummi, inikah dunia yang kaujanjikan
setelah kausepuh dalam sembilan bulan?
kilaunya membuatku menangis
seperti Adam terusir dari Sorga
Ummi, mari segera obati lukaku
aku ingin tersedu sedan di pelukanmu
perjalanan sia-sia, lelah adanya
kaki tertusuk duri
hati berbalut kabut
mata buta sepanjang abad
Ummi, mari obati luka anakmu
karena hanya engkau yang berdoa
di antara lolong seribu serigala
hanya engkau yang dekap aku
ketika seribu gigil dikirim angin
Ummi, mari obati lukaku
aku akan segera menangisi
kepekat-gelapan duka dunia
dalam se-dzarrah dada ini
Ummi, mari obati lukaku
12/1995
3869
Menyusuri aspal hotmix
dalam kegelapan
melaju, melesat mendahului jam
ratusan kilometer terasa sejengkal
Trailer, bus, wagon, sedan
menjadi instrumentasi malam
tetapi tetap harus didahului
biar ajal terus membuntuti
29/8/98
KE TANAH MELAYU
Aku telah terpuruk begitu jauh
ketika surat yang kaukirim
dari Pulau Penyengat
menaburkan sepeti mutiara
bagai buih disibak kapal
di pantai Dumai
tapi para nelayan membiarkannya
dipatuk camar
karena Bagansiapiapi
tak lagi menyalakan mercusuar
mereka pingsan dengan kail jala terbiar
Sepertinya mereka telah lupa
menawar pukat dengan semangkuk garam
tentu bukan karena said dan tengku
menatapnya dengan diam
atau karena angin laut meniup kabar
dari Batam: igauan dari jauh
tapi mungkin karena tak tahu
Raja Ali Haji pernah menulis Gurindam
Begitu larut aku terperangkap
dalam halimun rasa dan kata
saat kaubangunkan aku
dengan ‘Semalam di Malaya’
begitu jauh aku tersesat di Batanghari
mendayung syair perahu Hamzah Fansuri
hendak menemuimu yang terisak sendiri
tapi jangan sambut aku dengan upacara
karena aku membawa luka
karena aku hanyalah pengembara yang hina
1/1997
MALAM DI JAKARTA
Malam turun di Jakarta
sebelum maghrib, sebelum jamnya
kontainer panjang dari luar
mengangkut berjibun masalah
mengirim babu-babu, buruh kasar, dan banyak lagi
hendak pulang kampung
ke bukan kampungnya
Malam cepat berangkat tua
merkuri pecah sebelum menyala
dan gelap, sekental kopi tubruk
menemani gelandangan, menunggu pagi
dan di negeri aneh ini
—bahkan aneh sekali,
pagi tak pernah datang lagi
Malam tak sudi pergi
subuh tak mau datang
siapa yang berangkat kerja?
Jakarta ditutup untuk umum!
03/05/2002
PADA DETIK PERTAMA MILENIUM KETIGA
Pada detik pertama milenium ketiga
sepatah subhanallah lantun dari sepasang bibir
yang merah dikecup dzikir
“Inilah milenium agama, kapitalisme telah renta.”
Pada detik pertama dari dua ribu tahun kelahiran Isa
satu gelombang ultrasonik memancar
dari mulut seorang ulama yang menukil kisah nabi-nabi
dan kabar kiamat pun dikumandangkan;
“Ia tiba sebentar lagi.”
Pada detik pertama milenium ketiga
Abrahah dan Fir’aun, si kembar anak Adam
lahir kembali, tertawa lalu menyiapkan bala tentara
Abrahah ke Timur Tengah, Fir’aun ke Asia Tenggara
pada detik pertama dari sejengkal jarak ke Perang Dunia ketiga
segunung api meruyak ke penjuru dunia
Pada detik pertama milenium ketiga
kitab-kitab suci semua agama dibacakan
bersama itu, dawai-dawai semua harpa kematian didentingkan
pada kejap pertama, di detik pertama milenium ketiga
bersaksilah sangkala; “Rapatkan semua pintu. Tutup semua jendela.
Sudah saatnya wasiat ditulis, cukup tua usia dunia.”
11/1998
UMMI, MARI OBATI LUKA ANAKMU
Ummi, mari obati luka anakmu
nyeri di hati tak kunjung usai
kiamat akan datang hari ini
mari dekap, aku dalam takut
biarkan darahku memancar ke langit pucat
melukis samudera cinta yang mengarat
Ummi, inikah dunia yang kaujanjikan
setelah kausepuh dalam sembilan bulan?
kilaunya membuatku menangis
seperti Adam terusir dari Sorga
Ummi, mari segera obati lukaku
aku ingin tersedu sedan di pelukanmu
perjalanan sia-sia, lelah adanya
kaki tertusuk duri
hati berbalut kabut
mata buta sepanjang abad
Ummi, mari obati luka anakmu
karena hanya engkau yang berdoa
di antara lolong seribu serigala
hanya engkau yang dekap aku
ketika seribu gigil dikirim angin
Ummi, mari obati lukaku
aku akan segera menangisi
kepekat-gelapan duka dunia
dalam se-dzarrah dada ini
Ummi, mari obati lukaku
12/1995
3869
Menyusuri aspal hotmix
dalam kegelapan
melaju, melesat mendahului jam
ratusan kilometer terasa sejengkal
Trailer, bus, wagon, sedan
menjadi instrumentasi malam
tetapi tetap harus didahului
biar ajal terus membuntuti
29/8/98
KE TANAH MELAYU
Aku telah terpuruk begitu jauh
ketika surat yang kaukirim
dari Pulau Penyengat
menaburkan sepeti mutiara
bagai buih disibak kapal
di pantai Dumai
tapi para nelayan membiarkannya
dipatuk camar
karena Bagansiapiapi
tak lagi menyalakan mercusuar
mereka pingsan dengan kail jala terbiar
Sepertinya mereka telah lupa
menawar pukat dengan semangkuk garam
tentu bukan karena said dan tengku
menatapnya dengan diam
atau karena angin laut meniup kabar
dari Batam: igauan dari jauh
tapi mungkin karena tak tahu
Raja Ali Haji pernah menulis Gurindam
Begitu larut aku terperangkap
dalam halimun rasa dan kata
saat kaubangunkan aku
dengan ‘Semalam di Malaya’
begitu jauh aku tersesat di Batanghari
mendayung syair perahu Hamzah Fansuri
hendak menemuimu yang terisak sendiri
tapi jangan sambut aku dengan upacara
karena aku membawa luka
karena aku hanyalah pengembara yang hina
1/1997
MALAM DI JAKARTA
Malam turun di Jakarta
sebelum maghrib, sebelum jamnya
kontainer panjang dari luar
mengangkut berjibun masalah
mengirim babu-babu, buruh kasar, dan banyak lagi
hendak pulang kampung
ke bukan kampungnya
Malam cepat berangkat tua
merkuri pecah sebelum menyala
dan gelap, sekental kopi tubruk
menemani gelandangan, menunggu pagi
dan di negeri aneh ini
—bahkan aneh sekali,
pagi tak pernah datang lagi
Malam tak sudi pergi
subuh tak mau datang
siapa yang berangkat kerja?
Jakarta ditutup untuk umum!
03/05/2002
PADA DETIK PERTAMA MILENIUM KETIGA
Pada detik pertama milenium ketiga
sepatah subhanallah lantun dari sepasang bibir
yang merah dikecup dzikir
“Inilah milenium agama, kapitalisme telah renta.”
Pada detik pertama dari dua ribu tahun kelahiran Isa
satu gelombang ultrasonik memancar
dari mulut seorang ulama yang menukil kisah nabi-nabi
dan kabar kiamat pun dikumandangkan;
“Ia tiba sebentar lagi.”
Pada detik pertama milenium ketiga
Abrahah dan Fir’aun, si kembar anak Adam
lahir kembali, tertawa lalu menyiapkan bala tentara
Abrahah ke Timur Tengah, Fir’aun ke Asia Tenggara
pada detik pertama dari sejengkal jarak ke Perang Dunia ketiga
segunung api meruyak ke penjuru dunia
Pada detik pertama milenium ketiga
kitab-kitab suci semua agama dibacakan
bersama itu, dawai-dawai semua harpa kematian didentingkan
pada kejap pertama, di detik pertama milenium ketiga
bersaksilah sangkala; “Rapatkan semua pintu. Tutup semua jendela.
Sudah saatnya wasiat ditulis, cukup tua usia dunia.”
11/1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar