Anitya Wahdini
http://jurnalnasional.com/
Berwiraswasta di usia muda memang penuh tantangan. Mengerti kebutuhan masyarakat dan kaya akan ide segar menjadi modal utama.
Desakan zaman yang menuntut setiap orang untuk bergerak cepat, dibaca sebagai peluang oleh generasi muda. Mulai dari peluang menyediakan kebutuhan akan pangan, gaya hidup, hiburan, hingga sekadar pemanis kegiatan sehari-hari.
Berawal secara tak sengaja atau coba-coba semata, namun pada akhirnya digeluti sebagai sebuah bisnis yang menguntungkan.
Hal ini dialami setidaknya oleh Angelique Aveling, 37 tahun, ibu rumah tangga yang setahun belakangan ini memiliki usaha kerajinan sajadah anak-anak bermotif kartun. Padahal, sebelumnya, tak pernah terlintas sedikit pun dalam benaknya untuk menekuni bisnis ini.
Semua berawal dari keinginan Angel - demikian ia akrab disapa - untuk memotivasi dua buah hatinya, Tiara Swarna Maharani Iskandar dan Kirana Ratnakanya Paramartha Iskandar, agar rajin shalat lima waktu. "Saat itu mereka memang baru mulai belajar shalat," ucap Sri Aveling, ibunda Angel, mewakili putrinya. Usaha yang kemudian diberi nama Lolipop Kid's Ware ini memang mereka kerjakan berdua.
Agar kedua putrinya yang masih duduk di bangku SD ini bertambah semangat dalam beribadah, Angel pun berupaya mencari segala perlengkapan shalat yang bermotif ceria khas kanak-kanak, namun hasilnya sia-sia. Perlengkapan shalat yang didambakannya itu tak tersedia di pasaran.
Berbekal rasa cinta dan tulus pada kedua anaknya, Angel pun berinisiatif membuat sendiri sajadah yang sesuai bagi mereka. Masih terekam dalam ingatan sajadah pertama yang dibuatnya, yakni dari bahan katun berwarna biru, dengan gambar pepohonan, langit, bulan, dan bintang, serta dua ekor kelinci yang sedang naik kereta api.
Tak disangka, sajadah imut-imut ini begitu diminati kawan-kawan Tiara dan Kirana yang bersekolah di SD Islam Lazuardi, Cinere, Depok, Jawa Barat. "Sejak saat itu, banyak orang tua anak-anak yang pesan agar dibuatkan sajadah serupa. Padahal kami sama sekali bukan pengusaha sajadah," ujarnya.
Melihat sajadah-sajadah mereka semakin diminati oleh orang-orang terdekat, terlintaslah ide untuk membuat usaha rumah tangga pembuatan sajadah. Akhirnya, pada pertengahan April 2007, Lolipop Kid's Ware resmi berdiri.
"Walaupun begitu, agak repot juga karena sajadah kami masih murni buatan tangan. Jadi, segalanya serba terbatas, termasuk banyaknya sajadah yang mampu kami hasilkan," kata Sri. Sebagai jalan keluar, Angel dan Sri mulai memperkerjakan tenaga lepas seperti penjahit, tukang potong kain, dan pembuat bordir yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Sejak saat itu, pesanan yang semakin banyak dapat dikerjakan tepat waktu.
Kendala berikutnya adalah konsumen sajadah yang makin lama makin menipis. Pasalnya segala perlengkapan ibadah ini memang lebih laris saat Ramadan dan Idul Fitri menjelang. Untuk itu, Angel dan Sri menyiasatinya dengan memproduksi tak hanya sajadah, melainkan mukena, tas untuk menyimpan mukena, dan baju koko. Lolipop Kid's Ware kini bahkan sudah merambah menjual kaus, bantal, handuk, yang kesemuanya bermotif ceria dan diperuntukkan bagi anak-anak.
Untuk pemasarannya, Angel dan Sri mengawalinya lewat promosi dari mulut ke mulut. Sesekali mereka mengikuti bazaar atau pameran kerajinan berskala besar guna menjaring konsumen lebih luas lagi. Namun, saat ini dunia maya menjadi pilihan utama untuk berpromosi. Calon pembeli dapat melihat langsung foto-foto barang yang dijajakan di beberapa situs, termasuk blog khusus.
Bisnis yang berskala lebih besar ditekuni Velly Kristanti (32 tahun). Bersama sang suami, Gatut Cahyadi, alumnus Sastra Belanda Universitas Indonesia ini mendirikan kedai burger cepat saji dengan merek Klenger Burger.
Usaha ini berawal pada 2006 lalu usai kegagalan bisnis kuliner terdahulunya yang berupa restoran Sunda. Saat itu, Velly terus berupaya melakukan pencarian ide yang lebih segar agar tak kembali mandeg dan akhirnya terpikir untuk membuat konsep hidangan a la Barat, namun tetap dengan cita rasa Indonesia. Mulailah ibu dua anak ini berpromosi lewat internet soal kehadiran kedai burger barunya. Tak lama berselang, Klenger Burger resmi dibuka di kawasan Bintaro dan Bekasi.
Sekarang, kedai yang jaringannya diperluas melalui sistem waralaba ini sudah tersebar di 47 lokasi, antara lain di beberapa wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Bali. Dari semua yang ada di Jabodetabek, menurut Velly, kedai Klenger Burger di Rawamangun dan Margondalah yang boleh dikatakan paling ramai pengunjung.
"Kawasan-kawasan ini strategis, mengingat paling banyak anak mudanya, alias dekat dengan permukiman dan sekolah," ujarnya. Dengan tatanan kedai yang minimalis dan berkonsep a la Barat, tak heran jika Klenger Burger kemudian lebih banyak digemari oleh kaum muda. Apalagi, makanan cepat saji seperti burger dan segala pendampingnya - seperti french fries dan hot dog - memang terasa sangat akrab di lidah mereka.
Berbekal pengalaman dan kegagalan dari bisnis sebelumnya, Velly dan sang suami banyak mendapat pelajaran berharga. Tidak tanggung-tanggung, keduanya turun langsung sendiri dalam memantau perkembangan berbagai jaringan waralabanya. Bahkan, untuk urusan promosi awalnya dipegang Velly sendiri, seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan mulai dilepas kepada staf-stafnya yang sudah diberi pembekalan berupa pelatihan manajerial terlebih dahulu.
"Berbisnis itu tidak boleh setengah-setengah. Dulu, saya dan suami sempat keliling sendiri dari satu kedai ke kedai waralaba kami lainnya untuk memastikan Klenger Burger berjalan dengan baik dan sesuai konsep. Jika ada kedai yang tidak sesuai, pasti akan kami ambil alih untuk pemulihan citra kami sendiri," katanya.
Selain tekad dan pengorbanan tenaga yang harus dijalani, Velly juga menyatakan betapa pentingnya ide-ide baru utnuk membuat konsumen tetap setia dengan Klenger Burger. "Jika memilih bisnis ini, maka sudah tentu ide segar itu diperlukan dalam pengembangan menu. Sesuai dengan konsep awal, saya harus terus berupaya memadukan unsur Barat dan Timur dalam menu kami," ujarnya menambahkan.
Kebanyakan menu yang disediakan Klenger Burger memang menawarkan perpaduan keduanya. Misalnya, meski bentuk burgernya tetap sama dengan burger yang dijajakan di waralaba-waralaba asing, namun Klenger Burger tetap dibuat pas dengan lidah orang Indonesia. Selain burger, tentu kentang goreng sebagai pendamping setia tidak boleh ketinggalan. Bukan menggunakan bahan baku kentang, Klenger Burger menyediakan french fries - demikian istilah populernya - yang terbuat dari singkong.
Hingga hari ini, Klenger Burger masih terus bertahan dan makin berkembang. Bukan tidak mungkin beberapa tahun mendatang, Klenger Burger bisa dijumpai di luar negeri. Saat ini, kabarnya Arab Saudi sudah mulai melirik peluang waralaba ini akibat banyaknya warga Indonesia yang bermukim di sana.
http://jurnalnasional.com/
Berwiraswasta di usia muda memang penuh tantangan. Mengerti kebutuhan masyarakat dan kaya akan ide segar menjadi modal utama.
Desakan zaman yang menuntut setiap orang untuk bergerak cepat, dibaca sebagai peluang oleh generasi muda. Mulai dari peluang menyediakan kebutuhan akan pangan, gaya hidup, hiburan, hingga sekadar pemanis kegiatan sehari-hari.
Berawal secara tak sengaja atau coba-coba semata, namun pada akhirnya digeluti sebagai sebuah bisnis yang menguntungkan.
Hal ini dialami setidaknya oleh Angelique Aveling, 37 tahun, ibu rumah tangga yang setahun belakangan ini memiliki usaha kerajinan sajadah anak-anak bermotif kartun. Padahal, sebelumnya, tak pernah terlintas sedikit pun dalam benaknya untuk menekuni bisnis ini.
Semua berawal dari keinginan Angel - demikian ia akrab disapa - untuk memotivasi dua buah hatinya, Tiara Swarna Maharani Iskandar dan Kirana Ratnakanya Paramartha Iskandar, agar rajin shalat lima waktu. "Saat itu mereka memang baru mulai belajar shalat," ucap Sri Aveling, ibunda Angel, mewakili putrinya. Usaha yang kemudian diberi nama Lolipop Kid's Ware ini memang mereka kerjakan berdua.
Agar kedua putrinya yang masih duduk di bangku SD ini bertambah semangat dalam beribadah, Angel pun berupaya mencari segala perlengkapan shalat yang bermotif ceria khas kanak-kanak, namun hasilnya sia-sia. Perlengkapan shalat yang didambakannya itu tak tersedia di pasaran.
Berbekal rasa cinta dan tulus pada kedua anaknya, Angel pun berinisiatif membuat sendiri sajadah yang sesuai bagi mereka. Masih terekam dalam ingatan sajadah pertama yang dibuatnya, yakni dari bahan katun berwarna biru, dengan gambar pepohonan, langit, bulan, dan bintang, serta dua ekor kelinci yang sedang naik kereta api.
Tak disangka, sajadah imut-imut ini begitu diminati kawan-kawan Tiara dan Kirana yang bersekolah di SD Islam Lazuardi, Cinere, Depok, Jawa Barat. "Sejak saat itu, banyak orang tua anak-anak yang pesan agar dibuatkan sajadah serupa. Padahal kami sama sekali bukan pengusaha sajadah," ujarnya.
Melihat sajadah-sajadah mereka semakin diminati oleh orang-orang terdekat, terlintaslah ide untuk membuat usaha rumah tangga pembuatan sajadah. Akhirnya, pada pertengahan April 2007, Lolipop Kid's Ware resmi berdiri.
"Walaupun begitu, agak repot juga karena sajadah kami masih murni buatan tangan. Jadi, segalanya serba terbatas, termasuk banyaknya sajadah yang mampu kami hasilkan," kata Sri. Sebagai jalan keluar, Angel dan Sri mulai memperkerjakan tenaga lepas seperti penjahit, tukang potong kain, dan pembuat bordir yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Sejak saat itu, pesanan yang semakin banyak dapat dikerjakan tepat waktu.
Kendala berikutnya adalah konsumen sajadah yang makin lama makin menipis. Pasalnya segala perlengkapan ibadah ini memang lebih laris saat Ramadan dan Idul Fitri menjelang. Untuk itu, Angel dan Sri menyiasatinya dengan memproduksi tak hanya sajadah, melainkan mukena, tas untuk menyimpan mukena, dan baju koko. Lolipop Kid's Ware kini bahkan sudah merambah menjual kaus, bantal, handuk, yang kesemuanya bermotif ceria dan diperuntukkan bagi anak-anak.
Untuk pemasarannya, Angel dan Sri mengawalinya lewat promosi dari mulut ke mulut. Sesekali mereka mengikuti bazaar atau pameran kerajinan berskala besar guna menjaring konsumen lebih luas lagi. Namun, saat ini dunia maya menjadi pilihan utama untuk berpromosi. Calon pembeli dapat melihat langsung foto-foto barang yang dijajakan di beberapa situs, termasuk blog khusus.
Bisnis yang berskala lebih besar ditekuni Velly Kristanti (32 tahun). Bersama sang suami, Gatut Cahyadi, alumnus Sastra Belanda Universitas Indonesia ini mendirikan kedai burger cepat saji dengan merek Klenger Burger.
Usaha ini berawal pada 2006 lalu usai kegagalan bisnis kuliner terdahulunya yang berupa restoran Sunda. Saat itu, Velly terus berupaya melakukan pencarian ide yang lebih segar agar tak kembali mandeg dan akhirnya terpikir untuk membuat konsep hidangan a la Barat, namun tetap dengan cita rasa Indonesia. Mulailah ibu dua anak ini berpromosi lewat internet soal kehadiran kedai burger barunya. Tak lama berselang, Klenger Burger resmi dibuka di kawasan Bintaro dan Bekasi.
Sekarang, kedai yang jaringannya diperluas melalui sistem waralaba ini sudah tersebar di 47 lokasi, antara lain di beberapa wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Bali. Dari semua yang ada di Jabodetabek, menurut Velly, kedai Klenger Burger di Rawamangun dan Margondalah yang boleh dikatakan paling ramai pengunjung.
"Kawasan-kawasan ini strategis, mengingat paling banyak anak mudanya, alias dekat dengan permukiman dan sekolah," ujarnya. Dengan tatanan kedai yang minimalis dan berkonsep a la Barat, tak heran jika Klenger Burger kemudian lebih banyak digemari oleh kaum muda. Apalagi, makanan cepat saji seperti burger dan segala pendampingnya - seperti french fries dan hot dog - memang terasa sangat akrab di lidah mereka.
Berbekal pengalaman dan kegagalan dari bisnis sebelumnya, Velly dan sang suami banyak mendapat pelajaran berharga. Tidak tanggung-tanggung, keduanya turun langsung sendiri dalam memantau perkembangan berbagai jaringan waralabanya. Bahkan, untuk urusan promosi awalnya dipegang Velly sendiri, seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan mulai dilepas kepada staf-stafnya yang sudah diberi pembekalan berupa pelatihan manajerial terlebih dahulu.
"Berbisnis itu tidak boleh setengah-setengah. Dulu, saya dan suami sempat keliling sendiri dari satu kedai ke kedai waralaba kami lainnya untuk memastikan Klenger Burger berjalan dengan baik dan sesuai konsep. Jika ada kedai yang tidak sesuai, pasti akan kami ambil alih untuk pemulihan citra kami sendiri," katanya.
Selain tekad dan pengorbanan tenaga yang harus dijalani, Velly juga menyatakan betapa pentingnya ide-ide baru utnuk membuat konsumen tetap setia dengan Klenger Burger. "Jika memilih bisnis ini, maka sudah tentu ide segar itu diperlukan dalam pengembangan menu. Sesuai dengan konsep awal, saya harus terus berupaya memadukan unsur Barat dan Timur dalam menu kami," ujarnya menambahkan.
Kebanyakan menu yang disediakan Klenger Burger memang menawarkan perpaduan keduanya. Misalnya, meski bentuk burgernya tetap sama dengan burger yang dijajakan di waralaba-waralaba asing, namun Klenger Burger tetap dibuat pas dengan lidah orang Indonesia. Selain burger, tentu kentang goreng sebagai pendamping setia tidak boleh ketinggalan. Bukan menggunakan bahan baku kentang, Klenger Burger menyediakan french fries - demikian istilah populernya - yang terbuat dari singkong.
Hingga hari ini, Klenger Burger masih terus bertahan dan makin berkembang. Bukan tidak mungkin beberapa tahun mendatang, Klenger Burger bisa dijumpai di luar negeri. Saat ini, kabarnya Arab Saudi sudah mulai melirik peluang waralaba ini akibat banyaknya warga Indonesia yang bermukim di sana.
1 komentar:
saya mau mencari rekan kerja di bidang kuliner bagi yang berminat silahkan email ke agus.suprasty@yahoo.co.id atau 085271252221 untuk didaerah pekanbaru, dan masalah pembagian hasil nanti bisa melalui kesepakatan bersama
trims
Posting Komentar