Senin, 23 Agustus 2021

Komentar Saut Situmorang mengenai Dari Rak Terdepan Sastra Indonesia oleh tengara.id

“Zaman dahulu kala, sewaktu sastra Indonesia baru bisa bilang “aku,” orang kerap memberi nama pada suatu angkatan. Ibarat IMEI pada ponsel cerdas, setiap sastrawan selalu memiliki kode unik: 45, 50, 66, 70, 80, 98, 2000. Setiap nomor itu, tentu saja, melambangkan semacam jiwa. Ada suatu keresahan bersama, semangat zaman yang sama dan akhirnya juga inspirasi dan bentuk pengucapan yang serupa.”
 
Ada suatu keresahan bersama, semangat zaman yang sama dan akhirnya juga inspirasi dan bentuk pengucapan yang serupa? Bisa dielaborasi klaim asersif ini?
***
 
“Puluhan tahun lalu, para kritikus dan sastrawan kita berdebat tentang sastra saiber. Di antara berbagai hal menarik tentang internet, mereka memilih berpolemik tentang perbedaan antara cerpen di koran dan blog. Sementara hal yang lebih krusial, bagaimana internet mengubah struktur pengalaman sastrawan Indonesia, cenderung luput dibicarakan. Padahal justru transformasi sensibilitas itulah yang membentuk watak generasi sekarang.”
 
Pertama, emangnya membicarakan perbedaan karya sastra yang muncul di kertas koran dan yang muncul di Internet TIDAK penting?! Lantas kenapa ada yang disebut sebagai Sastra Internet itu? Kenapa jugak di negeri kalian ini ada yang disebut sebagai Sastra Koran?
 
Cobak tunjukkan bukti bahwa “bagaimana internet mengubah struktur pengalaman sastrawan Indonesia” memang “cenderung luput dibicarakan” di masa di mana cumak segelintir sastrawan Indonesia aja yang sudah memiliki email itu!
 
Terakhir, kenapa menyebut “transformasi sensibilitas … yang membentuk watak generasi sekarang” sementara yang dijadikan pesakitan “para kritikus dan sastrawan … [yang] berdebat tentang sastra saiber” “[p]uluhan tahun lalu”! Jugak, emangnya tanpa perdebatan sengit “puluhan tahun lalu” itu “generasi sekarang”, generasi yang memakek Internet sebagai medium sosialisasi karya sastra, akan ada? Tanpa ada perintis, apa akan ada pengekor?
***
 
“Pada sebuah zaman ketika terlalu banyak kanon berlintasan di media sosial (mulai dari Awkarin sampai seleb Tiktok yang viral siang ini), sebetulnya logika kanon, tonggak dan hikayat sastrawan besar sudah tidak lagi bekerja.”
 
Ngakak awak baca ini! Oh, jadi yang dimaksud dengan Kanon itu ini yaaa! > “Awkarin sampai seleb Tiktok yang viral siang ini”!!!
 
Kalok benar udah gak percaya lagi sama “logika kanon, tonggak dan hikayat sastrawan besar sudah tidak lagi bekerja”, lha kok malah ngutip kanon dari sastra Barat yang bernama Franco Moretti itu! Gak pede ya melakukan pembacaan yang “tidak sungguh-sungguh membaca” tanpa harus sungguh-sungguh membaca pemikir Barat! LOL
 
Kalok kek gininya state of the art kritik sastra di Indonesia itu maka memang belum terjadi “transformasi sensibilitas” dan intelektualitas pasca polemik cyberpunk Indonesia. Malah sedang terjadi jahiliyah intelektualitas dalam Krisis Kritik Sastra di negeri yang cumak mampu mendaur ulang hal yang udah basi di luar sana!
***
 
Terakhir, kalok memang benar udah gak percaya lagi sama close reading atas karya sastra, lha lantas kenapa esei-esei yang semuanya merupakan contoh dari close reading itu justru dimuat di edisi pertama situs ini?! Ouch!
***
 
Link terkait:
https://tengara.id/editorial/dari-rak-terdepan-sastra-indonesia/
http://sastra-indonesia.com/2021/08/dari-rak-terdepan-sastra-indonesia-oleh-tengara-id/
 
Atau baca di bawah ini:
 
Dari Rak Terdepan Sastra Indonesia
oleh tengara.id
 
Dari rak terdepan sastra Indonesia, kita bisa lihat samar-samar kemunculan suatu generasi baru yang satu-satunya kesan paling menonjolnya adalah nyaris tiadanya kesan yang menonjol. Jika kita menjumpai mereka di jalan, akan sulit kiranya membedakan sosok mereka dari orang yang lahir 30 tahun lalu, tiga tahun lalu, atau 30 tahun yang akan datang. Ini bukanlah suatu gugatan pada generasi sekarang, justru sebaliknya. Izinkan kami menjelaskan.
 
Zaman dahulu kala, sewaktu sastra Indonesia baru bisa bilang “aku,” orang kerap memberi nama pada suatu angkatan. Ibarat IMEI pada ponsel cerdas, setiap sastrawan selalu memiliki kode unik: 45, 50, 66, 70, 80, 98, 2000. Setiap nomor itu, tentu saja, melambangkan semacam jiwa. Ada suatu keresahan bersama, semangat zaman yang sama dan akhirnya juga inspirasi dan bentuk pengucapan yang serupa. Dalam sejarah ini, setiap sastrawan memiliki kedudukan dalam sejarah masing-masing dan kesamaan jiwa mereka diresmikan oleh suatu tonggak: “Di sini terbaring novelis A dari angkatan Z.” Sebuah gaya sastrawi, atau jiwa, diresmikan sebagai sepotong batu nisan.
 
Kalau setelah tahun 2000 kita tidak lagi memiliki kode unik untuk angkatan, tentu itu bukan karena kita kekurangan imajinasi atau karena—yang artinya sama saja—kita tidak mungkin mendefinisikan zaman kita sendiri. Soalnya bukan ada pada kita, para kritikus zaman kini, atau pada sastrawan generasi sekarang, melainkan pada masa kini. Hari ini semua sejarah telah menjadi kini, semua tempat sampai juga ke sini: teknologi informasi memungkinkan masa lalu dialami sebagai masa kini dan Paris dialami sebagai Jakarta. Jarak yang memisahkan Chairil dari Rich Brian sama dengan jarak yang memisahkan Covid dari Ovid: satu klik, satu swipe. Dalam zaman seperti ini, setiap sastrawan mengakses semuanya dan diakses oleh semuanya. Semua itu membentuk kontur generasi sastra Indonesia hari ini: sebuah generasi yang adalah penjumlahan dari semua generasi.
 
Puluhan tahun lalu, para kritikus dan sastrawan kita berdebat tentang sastra saiber. Di antara berbagai hal menarik tentang internet, mereka memilih berpolemik tentang perbedaan antara cerpen di koran dan blog. Sementara hal yang lebih krusial, bagaimana internet mengubah struktur pengalaman sastrawan Indonesia, cenderung luput dibicarakan. Padahal justru transformasi sensibilitas itulah yang membentuk watak generasi sekarang. Pada sebuah zaman ketika terlalu banyak kanon berlintasan di media sosial (mulai dari Awkarin sampai seleb Tiktok yang viral siang ini), sebetulnya logika kanon, tonggak dan hikayat sastrawan besar sudah tidak lagi bekerja. Ikut hanyut pula bersamanya: suatu ciri khas sastrawi, suatu keunikan rohani, dari sebuah angkatan. Ekosistem serba-serentak di era digital ini tidak mungkin lagi menunjang keberadaan dinosaurus yang berpengaruh: makhluk-makhluk legenda dari zaman analog. Atas dasar itu, kita boleh curiga, jangan-jangan pandangan kita tentang sastra dan kritik sastra hari ini tidak akan adil tanpa mengakui kekhasan generasi ini, yakni bahwa inilah sebuah generasi tanpa kekhasan.
 
Mengatakan bahwa Zaman Angkatan telah lewat, bahwa Era Kekhasan sudah berlalu, tentu bukan berarti menganggap semua sastrawan Indonesia hari ini menulis dengan cara yang sama. Justru sebaliknya, ada terlalu banyak kekhasan akibat interaksi superintensif dalam berbagai platform komunikasi sehingga “kekhasan angkatan” menjadi kategori yang tidak lagi membantu kita melihat perkaranya dengan jelas. Bahkan jika seorang pemodal ventura hari ini memutuskan—entah karena waham apa—untuk pensiun dini dan membacai karya sastra Indonesia dua dasawarsa terakhir, hampir pasti ia akan tidak henti-hentinya menemukan kekhasan hingga akhir hayatnya. Ini juga bukan kondisi unik sastra Indonesia, melainkan terjadi pula dalam apa yang kadang kita sebut, dengan agak gemetar, sebagai “sastra dunia”. Contoh paling terang adalah pergeseran paradigma kritik sastra sejak awal abad ke-21: pembacaaan jauh (distant reading) yang diperkenalkan Franco Moretti.
 
Menurut tradisi sastra adiluhung yang kita kenal sebagai modernisme, kritik sastra adalah sejatinya pembacaan dekat (close reading). Sejak Cleanth Brooks, kritikus membaca karya sastra seperti arkeolog menekuri sepotong guci Yunani. Pascamodernisme datang membongkar segala tabiat modernisme, kecuali pembacaan dekat; bahkan Derrida mengajak kita untuk membaca yang taktertulis dengan membaca lebih dekat dan lebih pelan lagi. Saking dekat dan pelannya, para kritikus ini tidak lagi membaca: mereka mengeja. Kritikus kita pun mengikuti kecenderungan ini hingga kritik sastra di Indonesia hampir identik dengan pembacaan dekat atas teks.
 
Akan tetapi, Franco Moretti bersama para koleganya di Stanford Literary Lab memperlihatkan bahwa kadang-kadang cara terbaik untuk membaca adalah dengan tidak sungguh-sungguh membaca. Apa yang diperlukan adalah justru mengambil beberapa langkah menjauh dari teks, meninjau himpunan teks sepintas lalu, dan memanfaatkan algoritma komputer untuk menemukan pola dari belasan ribu karya sastra. Berkat peranti humaniora digital yang mereka gunakan, kita kemudian tahu, kekhasan sastrawi terlalu dilebih-lebihkan dan apa yang mengemuka sebagai gantinya adalah sistem sastra dunia (literary world-system). Ini adalah hubungan saling-pengaruh yang rumit antara sastrawan, kritikus dan pembaca, lengkap dengan segala ketimpangan ekonomi-politik dan ketidakmerataan akses di sana-sini. Dalam sup sastra dunia itu, kekhasan hanya mungkin sebagai blurb. Inilah juga keadaan sastra dan kritik sastra kita hari ini: suatu keadaan riuh rendah yang menyenangkan ketika sastrawan beken dan sastrawan yang merasa beken memperdebatkan hal yang sebetulnya, kalau dipikir-pikir lagi, mereka sepakati.
 
Beken atau tidak, khas atau tidak, keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat. Tengara.id hadir sebagai ruang inklusif untuk mempercakapkan segala gelagat sastra Indonesia hari ini. Sejumlah esai edisi perdana ini kurang-lebih menggambarkan semarak kritik sastra kita hari ini. Esai-esai ini bukan hanya menggambarkan bagaimana keterampilan menulis para kritikus sastra generasi terkini, tetapi juga bagaimana mereka menggunakan sejumlah pendekatan dalam meneroka karya sastra: filsafat, pascakolonial dan sastra bandingan, sedangkan yang lain tetap setia menulis tinjauan impresionistik. Sejarah kebangsaan pascakolonial dan naratologi dalam Sunlie Thomas Alexander dan Harry Isra M., sejarah personal dalam Bandung Mawardi, sejarah estetika sastra dalam Geger Riyanto, sejarah (guyonan) lokal dalam Udji Kayang, sejarah kepenulisan perempuan dalam Ayu Ratih, dan sejarah spekulatif dalam Sabda Armandio. Sebagai suara generasi sekarang, mereka sama-sama menghadirkan refleksi intens tentang seperti apa sebetulnya yang mereka alami sebagai masa kini sastra Indonesia. Sebuah masa kini yang ditandai oleh fragmentasi dan lenyapnya acuan bersama agaknya menjadi acuan bersama mereka. Kembali menyoal sejarah barangkali dapat dibaca sebagai gejala dari lenyapnya acuan bersama itu.
 
Ada ciri lain dari tulisan-tulisan yang dimuat di sini: tegangan antara kritik bandingan yang berorientasi ke luar dan semacam pembacaan ekosistem lokal. Aspirasi kritik bandingan terlihat jelas dalam artikel Sunlie Thomas Alexander yang membandingkan novel Dawuk karya Mahfud Ikhwan dengan Midnight’s Children karya Salman Rushdie dan tradisi sastra realisme magis. Demikian pula dengan Harry Isra M. yang membaca Puya ke Puya karya Faisal Oddang dalam perbandingan dengan roman karya H.J. Friedericy yang ditinjau dari perspektif kritik pascakolonial Syed Husain Alatas dalam The Myth of Lazy Native. Pada ujung yang berlawanan ada suatu usaha melihat karya dalam hubungan dengan ekosistem sastra dalam negeri. Inilah yang kita jumpai dalam artikel Udji Kayang yang membaca kumpulan cerpen Sundari Keranjingan Puisi dan Cerita-Cerita Lainnya karya Gunawan Tri Atmodjo dalam kaitan dengan suasana kultural kota Solo dan buku-buku lelucon yang pernah terbit. Demikian pula dalam artikel Geger Riyanto yang membaca novel Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom dalam konteks kecenderungan liris prosa Indonesia dewasa ini ataupun dalam artikel Bandung Mawardi yang mengupas buku puisi Playon karya F. Aziz Manna dalam hubungan dengan telaah Hartojo Andangdjaja dan tradisi penulisan puisi bernada anak-anak karya Sapardi Djoko Damono dan Joko Pinurbo. Sedangkan dalam rubrik timbangan buku, Ayu Ratih mengupas sebuah bunga rampai para penulis perempuan masa lalu yang ditulis oleh para penulis perempuan masa kini, yakni sebuah kolektif bernama Ruang Perempuan dan Tulisan. Artikel itu memperlihatkan tegangan pelik antara dunia dan bangsa, antara ruang publik dan domestik, antara menulis dan melupakan.
 
Dengan memilih keenam artikel ini, Tengara.id hendak menyajikan gambaran terkini yang sudah terkurasi tentang state of the art kritik sastra di Indonesia. Untuk melengkapi gambaran itu, dihadirkan juga sebuah wawancara panjang dengan Sabda Armandio, salah seorang pengarang generasi baru, yang mencerminkan bagaimana generasi baru sastra Indonesia berpikir tentang sastra Indonesia dan masa depannya. Kita bisa melihat bagaimana ekosistem lokal sastra Indonesia dan sastra dunia telah berbaur begitu dekat sehingga acuan sastrawi kita menjadi begitu beragam. Tidak ada lagi suatu “Sastra Indonesia” yang tunggal, yang bisa dipilah dengan tegas dari “sastra bukan-Indonesia” ataupun dari “bukan-sastra Indonesia”. Apa yang mengemuka adalah deretan perbandingan yang tanpa tepi.
 
Aneka artikel yang dimuat di edisi perdana Tengara.id ini mencerminkan deretan perbandingan itu. Kita akan menyaksikan betapa lain keprihatinan dan sudut pandang para kritikus sastra kita hari ini. Mulai dari sensibilitas etnografis yang menggali tradisi lampau hingga sensibilitas futuristik yang merentang puluhan tahun ke depan hadir berdampingan dalam satu generasi yang sama. Perbedaan sensibilitas yang demikian kontras inilah wujud paling nyata dari rak terdepan sastra Indonesia hari ini: sebuah generasi yang asyik berkarya tanpa peduli akan disebut apa. Terbebas dari beban politik identitas angkatan, generasi baru kritikus sastra Indonesia leluasa memperkarakan apa saja. Semboyan mereka, jika harus ada, ialah: “Kami tidak punya semboyan.”
 
***
http://sastra-indonesia.com/2021/08/komentar-saut-situmorang-mengenai-dari-rak-terdepan-sastra-indonesia-oleh-tengara-id/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt