Sabtu, 24 Juli 2021

Pencuri Jam Dinding di Rumah Tuhan

Muhammad Yasir
 
Malik bin Mukhsin; seorang lelaki tua, taat, dan alim, secara mengejutkan membuat pengakuan kepada Allah, Tuhan yang dia yakini, ketika dirinya berumur 80 tahun lima hari yang jatuh pada bulan Juni yang lebih cerah dari roman wajahnya. Malik bin Mukhsin merasa perlu melakukan pengakuan ini, karena zaman telah berubah. Tidak seperti masa kanak-kanaknya dulu; orang-orang datang ke rumah Tuhan tidak hanya sekadar membuktikan ketundukan dan kepatuhan, lebih dari itu. Dia masih ingat betul, bagaimana orang datang belajar dan belajar tentang agama dan tetek-bengek kehidupan di rumah Tuhan. Bahkan, ketika di antara mereka baru saja dirampok atau mengalami tindak kejahatan lainnya, mereka akan datang ke rumah Tuhan dan mengadukan itu semua. Namun sekarang ini, pikir Malik bin Mukhsin, keyakinan orang-orang terhadap kuasa Tuhan telah luntur dimakan semangat zaman yang menindas dan menghisap, bahkan sejak keturunan mereka masih dalam kandungan. Dan semakin ke sini, orang-orang menyerahkan keyakinan dan kepercayaan mereka kepada hukum dan undang-undang yang dibuat kaum penjajah yang sarat kebohongan, atau kepada petugas keadilan yang hanya lulusan akademi.
 
Kebohongan, gumam Malik bin Mukhsin, adalah diri kita yang lain, yang jahat. Dan kebohongan zaman telah pula membentuk kelas-kelas manusia jahat dan bengis di pelbagai tatanan negara dan kehidupan. Mereka tidak segan-segan dan tanpa ampun merampas, memerkosa, bahkan membunuh hak-hak orang-orang yang dilindas zaman sepanjang hidup mereka. Malik bin Mukhsin menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari kebohongan zaman yang dia gumamkan. Dirinya yang renta dimakan birahi duniawi, tidak memiliki kemampuan merawat bahkan seorang fakir, padahal dia memiliki kemampuan untuk itu. Dia juga menyadari bagaimana pun kebohongan itu diamplas dan dipernis hingga tidak seorang pun menyadari bahwa itu kebohongan, Allah Yang Agung tidak akan berkedip, sedetik pun. Inilah mengapa Malik bin Mukhsin merasa perlu melakukan pengakuan di hadapan Tuhan.
 
“Allah Yang Maha Kuasa,” Malik bin Mukhsin memulai pengakuannya, “tidaklah hamba seorang ini memiliki kemampuan yang melebihi kemampuanmu, sesentipun! Engkau adalah pemilik langit dan bumi. Engkau pula yang memberi kehidupan dan kematian kepada hamba dan umat manusia. Hanya kepadamu hamba tunduk dan berserah diri. Dan, hari ini, hamba akan membuat pengakuan - yang sesungguhnya telah engkau ketahui - bahwa hamba akan berhenti mengurus rumah suci ini, karena hamba benar-benar sadar bahwa hamba tidak memiliki kemampuan yang lebih lagi untuk menjaga semua ini. Hamba ingin menghukum diri hamba sendiri, ya Allah, sebelum hukuman darimu tiba di hari pembalasan. Zaman sekarang ini, bukanlah milik hamba seorang. Dan hamba tidaklah mampu menahan diri ketika melihat kaum fakir ditindas dan gugur dalam kelaparan, bukan peperangan menegakkan agama yang suci ini. Dan, hamba pikir engkau pun telah mengetahui, bahwa telah terjadi pencurian di rumah yang suci ini, karena kelalaian hamba. Untuk itu, dalam pengakuan ini, hamba berharap engkau memaafkan semua kebohongan dan kelalaian hamba.”
 
Benar. Telah terjadi pencurian di rumah Tuhan itu dalam sebulan ini. Malik bin Mukhsin mengaku, pencurian pertama terjadi ketika salat subuh. Kotak amal yang berisi uang dari hamba Tuhan lenyap sebelum salat subuh selesai dan tidak seorang pun dari jemaah di rumah Tuhan itu mengetahui siapa pelakunya. Pencurian kedua terjadi ketika salat subuh minggu berikutnya. Kali ini, tongkat khotib dan selembar permadani. Malik bin Mukhsin pun meminta kepada para jemaah untuk kerelaan mereka turut memperketat penjagaan, karena apa pun bentuknya, pencurian adalah tindak kejahatan yang tidak bisa diterima begitu saja. Seorang jemaah, lelaki lima tahun lebih muda dari Malik bin Mukhsin berpendapat, bahwa untuk memperketat keamanan, diperlukan beberapa orang petugas keadilan yang digaji. Untuk membayar gaji mereka, diperlukan kesepakatan bersama untuk melakukan iuran seikhlasanya. Begitulah, tidak ada perdebatan setelahnya, semua orang sepakat untuk iuran. Akan tetapi, pada minggu berikutnya, jam dinding berlapis emas tipis yang dipenuhi bintik-bintik hitam hasil kerja lalat telah dicuri, sekali pun petugas keadilan dan kamera pengawas telah dipasang. Sontak, Malik bin Mukhsin dan jemaah rumah Tuhan beserta dua orang petugas keadilan berkumpul dan perdebatan tidak terelakan.
 
“Sebelumnya,” kata Malik bin Mukhsin, “kita sudah bersepakat memperketat penjagaan dengan melakukan iuran untuk membayar dua orang petugas dan membeli empat buah kamera pengawas, tetapi kenapa jam dinding tua yang menjadi saksi peradaban di rumah Tuhan ini tetap saja bisa dicuri?! Muslimin sekalian, apakah ini suatu kejanggalan? Bukankah muslimin sekalian merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan? Oh! Bagaimana kita akan mengatakan ini kepada Tuhan? Sungguh, memalukan.”
 
“Malik bin Mukhsin yang kami hormati,” kata salah seorag jemaah, “bukankah engkau yang saban hari di sini? Dan, bukankah engkau telah kami percaya untuk merawat seisi rumah Tuhan ini? Kami orang-orang yang sibuk dengan persoalan dunia; persoalan cita-cita, perut, dan seterusnya. Jadi kami tidak memiliki waktu banyak untuk berada di sini. Atau jangan-jangan…”
 
“Demi Tuhan! Abdulah bin Karim, engkau mengenalku tidak sehari dua hari. Tidaklah orang sepertiku memiliki niat untuk berlaku kejahatan di rumah Tuhan ini. Jika pun iya, mengapa aku di sini begitu lama?!”
 
“Kami yang memberikan kepadamu kepercayaan untuk berada di sini. Dan bukankah kami membayarmu setiap bulan? Niatmu, hanya Tuhan, engkau, dan Azazil yang tahu!”
 
“Demi Tuhan!”
 
“Mendiang Kakekku lah yang membeli jam dinding berlapis emas itu sebagai bukti kealimannya kepada Allah dan untuk memperindah rumah suci ini. Aku masih ingat pesannya, jika jam dinding berlapis emas itu hilang, maka lenyaplah peradaban sebelum ini. Wahai, Malik bin Mukhsin, apa yang akan engkau katakan kepada mendiang Kakekku?!”
 
“Demi Tuhan! Bukanlah aku pelakunya. Dan untuk apa juga aku mencuri jam dinding yang kukenal sejarahnya itu, Abdulah bin Karim?!”
 
“Sudah kukatakan hanya Tuhan, engkau, dan Azazil yang tahu!”
 
“Demi Tuhan!”
 
Ketika Malik bin Mukhsin tersudutkan, salah seorang petugas keadilan memberitahu sembari menunjukan hasil rekaman kamera pengawas kepada semua orang yang ada di rumah Tuhan itu. Hasil rekaman itu menunjukan bahwa pelakunya adalah seorang anak lelaki; kurus, berpakaian serba putih yang lusuh, dan wajahnya tidak begitu jelas, tetapi bisa disketsakan. Melihat itu, Abdulah bin Karim meminta maaf kepada Malik bin Mukhsin atas sikapnya yang tidak bermoril itu. Akan tetapi, tidak seorang pun mengenali siapa anak itu. Singkat cerita, mereka pun berembug dan bersepakat akan berjaga. Dan selama pengintaian ini, Malik bin Mukhsin mengurungkan niatnya untuk meninggalkan rumah Tuhan itu sementara waktu. Bersama para jemaah lain, dia berjaga dan tidak sabar menangkap pencuri jam dinding berlapis emas tipis itu.
 
Pada suatu subuh, sebelum embun turun dan menyelimuti cahaya bulan temaram-keperakan, terdengar seorang perempuan berumur 50 tahun lebih sebulan mengerang kesakitan di atas dipan alakadarnya - hadiah pernikahan mereka. Kanker payudara yang menyerangnya semakin ganas dan sakitnya semakin tidak terbendung. Erangan itu seakan-akan memberikan tanda kepada seorang anak lelaki bertubuh kurus dan jelek bangun dari tidurnya, kemudian mempersiapkan diri untuk memperlakukan pekerjaannya. Anak lelaki ini sadar, Bank tidak akan lagi memberikan pinjaman setelah mereka tidak mampu melunasi hutang-piutang mereka, walaupun sertifikat rumah telah dijadikan sebagai jaminan. Dan, tidak seorang pun yang merelakan rezeki mereka untuk membantu anak lelaki itu dan ibunya. Jalan terbaik adalah membuat mereka sadar bahwa manusia harus memikirkan manusia lainnya. Begitulah, dengan optimis, anak lelaki itu berjalan mengendap-endap sembari sesekali menoleh ke belakang, memastikan tidak seorang pun di sana. Di jalan yang lengan, dua ratus kaki kemudian, anak lelaki itu berhenti di sebuah tiang di pintu masuk rumah Tuhan itu, memastikan bahwa tidak seorang pun berada di sana.
 
Sesungguhnya, tidaklah anak lelaki ini menginginkan pekerjaan itu tanpa sepengetahuan ibunya. Namun, dia hanyalah seorang anak lelaki yang genap berumur 15 tahun. Liban bin Harun, namanya. Harun, ayahnya, adalah seorang penjudi dan pemukul. Saban hari, sebelum pergi berjudi, dia menyetubuhi istrinya berkali-kali hingga puas. Kerap, tanpa sengaja, Liban menyaksikan itu. Istrinya, Mariam binti Arsyad, telah kehabisan tenaga menahan sakit kanker payudaranya. Dia pasrah dalam rasa sakit yang teramat dan harus melayani suaminya. Sempat sekali waktu, Liban memukul punggung ayahnya dengan sebilah potongan bambu besar. Akan tetapi, apalah tenaga seorang anak lelaki yang kurus dan jelek untuk seorang Harun. Dengan bengis, Harun memukuli Liban hingga babak belur. Para tetangga hanya mendengarkan suara tangis Liban yang nyaring tanpa memiliki keberanian untuk menyelamatkan Liban dan ibunya. Pun mereka telah kehilangan waktu mengurusi kehidupan orang lain.
 
Namun, dua bulan lalu, Harun mendapat balasan atas semua kebengisannya. Beberapa rekan seperjudian mengeroyoknya lantaran mencoba mencuri uang ratusan ribu rupiah di atas meja judi. Kemudian para rekannya itu membuang mayat Harun ke sungai begitu saja. Begitu saja. Tanpa ampun. Ketika mendengar kabar kematian ayahnya, Liban tidak merasakan apa-apa. Dia telah kehilangan cinta kepada Harun. Setelah menceritakan semua itu kepada ibunya, ibunya pun bersikap sama. Mulai saat itu, Liban lah yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan ibunya, sepenuhnya. Itulah yang membuat dia pada suatu waktu diusir dan dipukuli seorang pemilik toko yang menerimanya bekerja di tokonya, seorang peranakan, ketika memergoki Liban menyembunyikan obat-obatan, beras, gula, dan sekaleng susu. Sekali pun Liban telah mengakui alasan dan kesalahannya, pemilik toko itu tidak peduli. Dia mengusir Liban tanpa memberi uang sepeserpun! Dan hari itu juga, Liban duduk tertunduk di rumah Tuhan dan membuat pengakuan.
 
“Bantulah hamba ya Allah. Kanker payudara yang menyerang Ibuku, membuatku tidak kuasa melihatnya dan mendengar erangan kesakitannya saban hari. Sementara, aku tidak memiliki uang untuk membeli obat pereda sakit itu. Bantulah hamba ya Allah,” demikian pengakuan Liban.
 
Tidak berapa lama setelah membuat pengakuan itu, seorang lelaki tua berpakaian compang-camping, sepertinya gila, menepuk pundak Liban. Sontak, Liban terkejut dan menjauh dari lelaki tua itu. Lelaki tua itu semringah. Kemudian berkata, “Engkau lihat kemewahan yang ada di dalam rumah Tuhan ini, Nak? Manusia telah membuat Tuhan yang mereka yakini itu seperti berhala saja. Apakah dengan kemewahan, lantas membuat mereka menjadi insan al-kamil? Tidak. Tuhan tidak membutuhkan kemewahan ini, tetapi justru ketaatan dan kejujuranlah yang terpenting. Dan, ketika aku melihat anak seumurmu berani datang ke sini dan membuat pengakuan, yakinlah Tuhan akan membantumu. Sekarang engkau lihat kembali seisi rumah Tuhan ini, sesungguhnya inilah bantuan Tuhan, Nak. Ambillah!” Setelah berkata demikian kepada Liban, lelaki tua itu dengan santainya meninggalkan rumah Tuhan. Dan, tinggalah Liban seorang diri sembari memikirkan apa yang diucapkan lelaki tua itu kepadanya.
 
Setelahnya, Liban melihat seisi rumah Tuhan itu. Benar saja, kemewahanlah yang tampak. Terutama jam dinding berlapis emas itu! Sungguh! Itu mahal sekali, pikir Liban. Di sinilah, pekerjaan yang telah diizinkan Tuhan itu, Liban mulai.
 
Perlahan-lahan dan hati-hati, Liban bin Harun melangkah masuk ke dalam rumah Tuhan yang sepi. Kali ini, matanya yang tajam dan jeli melihat sebuah tape yang cukup besar dan berat. Akan tetapi, sebelum mengangkat tape itu, dia memandang ke kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad itu agak lama. Lima menit kemudian, Liban mengangkat tape itu dan berjalan perlahan-lahan dan hati-hati keluar dari rumah Tuhan. Siallah, sial! Belum lagi sepuluh kaki meninggalkan rumah Tuhan itu, Malik bin Mukhsin dan para jemaah serta dua orang petugas keadilan tiba-tiba muncul dan menghadang Liban. Tidak ada celah untuk lari. Siallah, sial! Kali ini Liban harus menyerahkan diri. Perlahan-lahan dan hati-hati dia meletakan tape itu ke paving yang tersusun rapi. Salah seorang jemaah yang mulai naik darah, melangkah cepat ke arah Liban dan tanpa bicara, menempelengnya. Sekuat tenaga, Liban menahan kaca-kaca di matanya untuk tidak pecah.
 
“Kurang ajar! Berani-beraninya engkau mencuri di rumah Tuhan, anak kecil?!”
 
“Berani-beraninya!” Kata seseorang yang lain.
 
“Tangkap dan penjara dia! Beri dia pelajaran!”
 
Liban ketakutan bukan main, tetapi tidak ada celah untuk melarikan diri. Menyaksikan itu, Malik bin Mukhsin menghampiri Liban dan memintanya mengaku bahwa dialah pencuri yang selama ini mencuri di rumah Tuhan itu. Dan, Malik bin Mukhsin berjanji dia tidak akan ditangkap dan dipenjara.
 
“Tidak bisa!” Tariak jemaah yang menempeleng Liban tadi. “Bajingan kecil ini telah menghina dan melecehkan Tuhan. Dia mencuri barang-barang yang kita persembahkan untuk kemewahan rumah Tuhan ini. Biadab! Ceh! Ingin rasanya kuhabisi engkau. Lebih baik engkau mati di tanganku malam ini juga!”
 
Para petugas keadilan yang tidak memahami perkara Tuhan, memilih diam dan menunggu kesepakatan bersama. Mereka tidak ingin bayaran mereka dikurangi, dilebihkan, silakan saja.
 
“Tunggu!” Kata Malik bin Mukhsin, “biarkan dia memberikan pengakuannya!”
 
“Nah, sekarang, akuilah!” Lanjutnya.
 
Liban tetap ketakutan bukan main, tetapi tidak ada celah untuk melarikan diri selain kesempatan untuk mengakui perbuatannya. Baiklah, jika memang demikian, Liban pun membuat pengakuan.
 
“Benar, Tuan-tuan. Akulah yang mencuri barang-barang di rumah Tuhan ini. Semua itu kulakukan agar bisa membeli obat peredam sakit. Ibuku diserang kanker payudara. Dan, Harun, Ayahku, telah mati. Jadi, tinggallah aku seorang diri yang bertanggung jawab merawat Ibuku.”
 
Semua orang bergeming, mendengarkan.
 
“Beberapa waktu lalu, aku datang ke rumah Tuhan ini untuk membuat pengakuan bahwa aku tidaklah memiliki kemampuan untuk merawat Ibuku. Tidak lama kemudian, seseorang menepuk pundakku. Seorang lelaki tua berpakaian compang-camping, dan sepertinya, dia seorang gila. Dia berkata begini: “Engkau lihat kemewahan yang ada di dalam rumah Tuhan ini, Nak? Manusia telah membuat Tuhan yang mereka yakini itu seperti berhala saja. Apakah dengan kemewahan, lantas membuat mereka menjadi insan al-kamil? Tidak. Tuhan tidak membutuhkan kemewahan ini, tetapi justru ketaatan dan kejujuranlah yang terpenting. Dan, ketika aku melihat anak seumurmu berani datang ke sini dan membuat pengakuan, yakinlah Tuhan akan membantumu. Sekarang engkau lihat kembali seisi rumah Tuhan ini, sesungguhnya inilah bantuan Tuhan, Nak. Ambillah!” Dan kemudian, aku mengambil kotak amal, tongkat khotib dan selembar permadani, dan jam dinding berlapis emas - masih ada, karena tidak ada yang mau membeli - dalam waktu yang berbeda.”
 
Engkau sekalian, bukankah hampir semua rumah Tuhan di belahan dunia manapun selalu dihiasi dengan kemewahan berlebih sebagai wujud ketaatan umat muslim kepada Tuhan? Mereka menganggap, dengan kemewahan lantas membuat mereka menjadi insan al-kamil, tanpa mereka sadari kemewahan itu adalah upaya mereka memberhalakan Tuhan. Dan, ketika mendengar pengakuan Liban, Malik bin Mukhsin dan para jemaah lain, kecuali dua orang petugas keadilan itu, mengelus dada mereka dan menyebutkan kuasa Tuhan yang terhingga.
 
“Engaku tahu seorang lelaki tua yang menepuk pundakmu itu?” Malik bin Mukhsin bertanya kepada Liban.
 
Liban menggeleng.
 
“Dia adalah perwujudan Nabi Khidir Alaihi Salam. Maha Kuasa Allah pemilik langit dan bumi. Maafkan kami, Nak. Sungguh. Maafkan kami!”

Surabaya, 2021. http://sastra-indonesia.com/2021/07/pencuri-jam-dinding-di-rumah-tuhan/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt