Kamis, 17 Juni 2021

Sebuah Makam Untukku

Rakhmat Giryadi
 
Ketika menjejakkan kaki di jalan beraspal ini, aku membayangkan ibu yang wajahnya mulai dirambati garis-garis ketuaan yang tegas. Seorang ibu yang barangkali hanya duduk termenung sambil menunggu waktu pagi berubah malam. Seorang ibu yang kesepian. Seorang ibu yang tidak tahu dimana alamat anaknya yang puluhan tahun lalu pergi kemudian tak segera kembali.
 
Apakah setelah sepuluh tahun yang lalu, ibu akan berpikir lain? Apakah ia masih mengenaliku sebagai anaknya? Apakah di rumah -warisan kakek- sudah berganti gambar bapak pembangunannya? Masihkah disana tergantung gambar butir-butir P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)- Atau masihkah ia menyimpan alat simulasi P4 yang harus dimainkan oleh warga untuk bisa menghapal butir-butirnya?
 
Ah, wajah ibu begitu asing untuk aku jejaki kembali, setelah sekian tahun, aku lupakan, dia sebagai wanita yang pernah menyuruhku, memilih tanda gambar Partai Beringin. Hanya gambaran wajahnya dilangit-langit kosong. Bahkan, untuk merunut lagi kenangan-kenangan itu bagai membongkahi batu jalan yang tertancap dalam aspal yang pekat.
 
Aku hanya terngiang-ngiang suara ibu di speaker yang dipasang di atap dokar Pak De sewaktu kampanye dulu, atau sewaktu ibu berkeliling kampung mengabarkan kepada semua ibu-ibu untuk mau ber-KB (Keluarga Berencana).
 
Aku merasakan hawa begitu kering, sekering hatiku untuk berani menghadap ibu. Anak-anak yang lewat juga berwajah kering, seakan tak ada yang mengenaliku. Aku tidak tahu, mengapa wajah mereka seperti mayat yang ratusan tahun dimumi?
 
Mengapa suasana begitu kering, tak berdaya, dan seperti tidak mempunyai daya hidup? Kantor kelurahan persis seperti kuburan, gersang dan tandus. Di sana-sini temboknya bongkah, dimakan lumut. Kayu penyangga genting banyak yang rompal, digerogoti rayap.
 
Inikah wajah desa yang di pintu masuk desa didirikan monumen peringatan, Desa Pancasila? Monumen yang bercokol di depan gedung sekolahan itu, kelihatan seperti sebuah menhir, yang tinggal menunggu kerobohannya.
 
Sesampai di tugu perbatasan, aku seperti melihat garis titik nadir peradapan. Aku benar-benar menyaksikan desa yang bergeming dari masa lalunya. Kalaupun ada perubahan, hanya gambaran yang mengesankan suatu yang telah menjadi purba dan sebentar lagi punah.
 
Puluhan tahun yang lalu, kampung ini marak dengan berbagai atribut kemanangan. Rumah-rumah penduduk, distempel dengan tanda ?mau tidak mau- gambar Partai Beringin. Bahkan semua cat rumah dan pagar diseragamkan. Ibu, bapak, dan perangakat pemerintah, begitu membabi buta, menikmati kemenangan demi kemenangan.
 
Ketika aku melangkah beberapa meter dari tugu perbatasan, sorot mata para tetangga tajam memandangku. Mereka seperti menyaksikan makluk asing yang tiba-tiba menjamah desanya. Semestinya mereka tahu, bahwa pemuda yang sekarang berjalan dengan menyangklong rangsel gunung, kaca mata hitam, sirip hiu di ikat pinggang, sepatu lars, dan air mineral yang diselipkan di saku samping celana, adalah pemuda putera keluarga Suganda Marta Prawira, mantan jurkam Partai Beringin yang mereka cintai.
 
Tampaknya sorot mereka tak begitu mengenaliku. Mereka seperti melihat anjing dari pada manusia yang bertitel sarjana.
 
“Mari, Pak, Bu, Dik,” sapaku pada orang-orang untuk mencairkan suasana. Seperti dugaanku, mereka tak menyahut sapaanku. Bahkan, mereka segera berlalu tanpa menghiraukan kedatangannku.
 
Akhirnya di depan tugu yang hampir ambruk karena batu batanya sudah tampak tua, aku berdiri melihat pemandangan yang cukup aneh. Sebuah rumah yang tertutup rapat, seperti tidak ada kehidupan. Bau lumut kering begitu menyengat. Ilalang tumbuh lebat. Rumah dengan cat kuning yang telah kusam itu, seperti kamar mayat rumah sakit yang tak terawat. Atau seperti situs candi yang hanya tinggal menunggu ambruk dimakan gulma. Aku berjalan menembus kegelapan hatiku. Apakah ibu masih mengenaliku?
 
“Cari siapa?!” tanya seorang perempuan yang berjalan membungkuk karena beban kayu dipunggungnya. Tidak salah lagi perempuan tua itu ibuku.
 
“Aku Teja, Bu,” kataku tergopoh-gopoh. Perempuan tua yang aku anggap ibu itu, memandangku dengan tanda tanya di keningnya.
 
“Teja?” Perempuan tua itu, meletakan kayu bakarnya. Dahinya berkerut-kerut memeras ingatan. Sampai beberapa kedipan mata, ia bicara. “E, saya pernah dengar. Teja… Kalau Teja anaku telah mati,” lanjutnya dengan mata yang tiba-tiba berubah sendu. Ia menatap tanah dan kakinya yang kering.
 
“Sudah mati. Ini aku Teja Murti, putra pak Suganda Marta Prawira dan Ibu Sugiarti,” kataku memberi penjelasan. Perempuan yang aku kira ibuku itu perlahan-lahan mengangkat mukanya yang dibasahi air mata.
 
“Beberapa tahun yang lalu ia hilang. Dan orang-orang telah membuatkannya makam di samping leluhurnya,” kata perempuan tua itu, sembari mengangkat kembali kayu bakar dari patahan ranting-ranting kering.
 
“Mereka salah, Bu. Ini aku benar-benar Teja. Aku masih segar bugar. Belum mati!” Namun perempuan tua itu tak memperdulikanku. Aku mengikuti langkah gontai perempuan tua yang keberatan memanggul kayu bakar. Inikah si Pahlawan yang telah banyak menyumbangkan kehidupannya pada partai yang dicintainya, melebihi mencintai anak dan keluarganya?
 
“Ibu harus percaya, bahwa saya Teja yang lahir dari rahim ibu,” kataku lagi ketika sesampai di dekat kandang ayam yang hampir roboh.
 
“Nak, kepada siapa saya harus percaya. Pada ratusan orang yang telah memberikan ucapan duka cita, atau pada rengekan seorang anak muda. Ia telah mati. Ia telah mati menguburkan cita-cita kami!” serunya kemudian, dengan suara ketuaannya yang gemetar.
 
Aku benar-benar tengah menjejaki tanah asing, tanah yang telah menanam orokku. Di kuburan para leluhurku memang telah tertanam nisan, bertuliskan :
 
Teja Murti
Lahir : 22 Desember 1969
Wafat : – 1998
 
Siapa dia? Kuburan siapa dia? Teja Murti yang mana? Beribu pertanyaan menjejali otakku. Dari Pak RT sampai Pak Lurah pun membenarkan, bahwa itu kuburan Teja Murti, putra almarhum, pak Suganda.
 
“Anak ini siapa? Didata penduduk kami, nama Teja Murti telah dinyatakan meninggal dunia,” kata Pak Lurah seperti menohok jantungku.
 
“Tapi saya ini benar-benar Teja, yang puluhan tahun lalu kuliah ke Jakarta,” kataku menyela.
 
“La, itu makam siapa?” tanya Pak RT yang ikut pertemuan itu.
 
“Saya tidak tahu” jawabku singkat. Tiba-tiba Pak RT berbisik pada Pak Lurah. Setelah Pak Lurah berdehem, dua orang Hansip tiba-tiba menggelandangku keluar.
 
“Kalau bukan penduduk sini jangan mengaku-ngaku, ya! Bikin onar saja!” bentak Hansip seraya mendorongku keluar dari pekarangan kantor desa yang persis seperti kuburan.
 
Kepada ibuku, akhirnya aku harus merengek-rengek, agar diakui sebagai anaknya. Namun ibu bergeming dari pendirianya. Mengapa ia menjadi bisu? Padahal, puluhan tahun yang lalu, beribu-ribu kata membuncah dari mulutnya yang kini kelihatan keriput dan bergetar. Mengapa sorot ibu begitu benci padaku? Mengapa ia rela menancapkan nisan di makam leluhur untukku?
 
“Ibu, apa yang terjadi?”
“Jangan panggil aku Ibu. Kamu bukan anakku!”
“Aku Teja, anakmu, Bu?”
“Kalau anakku kenapa tega kau lakukan ini semua?”
“Saya telah melakukan apa?”
 
Ibu tak menjawab. Sedetik matanya menerawang. Tiba-tiba tubuhnya bergetaran dan raut wajahnya memancarkan ketakutan.
 
“Sebaiknya kau pergi. Jangan menambah penderitaanku!”
 
Di halaman rumah, orang-orang berkelebat. Aku melihat mereka menghunus senjata. Ia memandang rumah reot ini bagai memandang bangkai anjing yang najis. Siapa mereka? Mengapa mereka mengepung rumah ibu. Aku beranikan diri keluar, melihat orang-orang dengan mata kebencian yang menusuk hati.
 
“Hai, pahlawan! Ada baiknya kau pergi dari kampung ini. Tidak baik terlalu berlama-lama!” seru salah seorang berpakaian doreng-doreng.
 
Aku menoleh pada ibu. Tetapi tak mendapat jawaban. Ia menunduk. Rambutnya menutupi seluruh wajahnya yang kelu. Apakah ini pertanda ibu tidak menerimaku lagi sebagai anaknya?
 
Dengan berat hati, aku mengangkat rangsel yang lusuh. Dadaku berdegup ketika melintas di depan orang-orang yang dulu aku kenal sebagai simpatisan Partai Beringin dan sangat loyal pada bapak. Aku tidak mengerti mengapa ia sekarang berubah seperti harimau? Dari bisik-bisik mereka, aku mengerti bahwa kerusakan desa ini akibat dari gugurnya masa kejayaan Partai Beringin.
 
Memang desaku dulu sangat fanatik dengan Partai Beringin. Aku masih ingat, betapa orang yang ketahuan memilih partai lain, mereka akan diasingkan. Orang-orang pun takut berdekatan dengan orang yang memilih partai lain, karena takut dicap PKI (Partai Komunis Indonesia). Saya tahu semua itu karena hasil kerja keras bapak dan ibu yang saban hari tak henti-hentinya ngoroki telinga penduduk yang sebagaian besar tak pernah makan sekolahan dan buta politik. Karena itulah tak heran bila mereka pada akhirnya mencintai partainya itu dengan membabi buta.
 
“Teja!” tiba-tiba sebuah suara menyapaku dari belakang.
“Urip?” sapaku setengah bertanya-tanya.
“Ya. Wih, ternyata kamu masih hidup?” sahut Urip.
“Ada apa memang?” tanyaku heran.
“Sssst, ayo ke rumahku.” Urip menyeretku seakan sedang mengungsikanku dari kecamuk perang dasyat.
 
“Memang, setelah gegeran di Jakarta berlalu, di kampung ini terjadi perubahan sangat drastis. Kalau kamu melihat tidak ada perubahan sama sekali, karena desa kita ini masih fanatik dengan partainya yang dulu-dulu. Saya tidak tahu, bagaimana ini bisa terjadi, tiba-tiba desas-desus tersiar, semua ini karena ulahmu dan teman-temanmu di Jakarta itu. Bahkan sangking jengkelnya, kamu dikabarkan mati. Entah dari mana kabar itu, ibumu pun percaya, kalau kamu juga mati di tengah ontran-ontran di Jakarta itu. Mendengar berita itu, bapakmu mendadak sakit. Tak lama kemudian ia meninggal dunia. Sedihnya orang-orang yang dulu setia padanya tak ada yang mau melawat,” kata Urip setengah berbisik, ketika kami sampai di rumahnya.
 
“Saya tidak tahu, mengapa orang-orang sangat benci dengan keluargamu?” lanjut Urip.
 
Aku melenguh, melepas napas panjang-panjang. Dari luar, aku mendengar suara derap orang berlarian. Ketika aku intip dari lubang kunci pintu, aku melihat bayangan orang berkelebatan membawa pentungan. Urip berlari kebelakang. Tiba-tiba pintu depan didobrak dengan paksa. Seditik saja, orang-orang meringsek ke dalam dan memukuliku habis-habisan.
 
“Uuurrrrriiiiipppp -toloooonnggg!” seruku di tengah suara caci maki orang yang dengan membabi buta menggebugkiku bagai anjing.
 
“Dasar pengecut! Penipu! Bisanya hanya obral janji. Matilah kamu! Matilah pahlawan gadungan!” seru orang-orang membabi buta. Disaat seperti itu aku melihat Urip tersenyum sinis. Sorot matanya memendam kebencian.
 
“Kau tahu, akibat ulahmu aku gagal jadi lurah!” seru Urip seraya mengayunkan pentungannya ke wajahku. Saat itulah aku ingat, Urip adalah salah satu pemuda yang dicap PKI oleh bapak, karena ketahuan memilih Partai Banteng.
 
“Matilah kau PKI!” seru Urip dan membuat seluruh pandanganku gelap gulita.
 ***

Surabaya, 2006. http://sastra-indonesia.com/2009/01/sebuah-makam-untukku/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt