Naskah Teater karya : Rakai Lukman *
SINOPSIS
Sahdan di suatu masa, ada seorang pendekar yang sakti madraguna, bernama Jaka Slining yang tertarik dengan puteri seorang punggawa desa. Yang mana sang putri tidak tertarik dengan cinta yang ditawarkan sang pendekar. Putri itu bernama Dewi Kabunan, permohonan cinta itu akan dikabulkan dengan syarat dibuatkan 41 sumber mata air dalam satu malam di atas bukit. Kemudian Dewi Kabunan, mencoba menggagalkan, usaha Jaka Slining dalam menyelesaikan 41 sumber itu. Dengan membuat ulah, memanggil bala bantuan dari para pengikut ayahnya. Dengan memukul lesung dan membakar hutan, sehingga memberi efek seolah-olah fajar telah tiba. Karena ulah itu, Jaka slining menjadi murka.
TOKOH
JOKO SLINING
PUTERI KABUNAN
EMPAT SOSOK
OPENING
Di lereng bukit, embun bertengger di rumput dan dedaunan, suatu pagi. Kokok ayam bersahutan, burung-burung berkicauan. Empat sosok bersahut-sahutan, menyambut datangnya pagi yang ceria:
“timur adalah kejora kedatangan
barat adalah gugus bintang kepulangan
selatan adalah barisan bukit penopang nasib
utara adalah laut selendang penampung kisah”
BABAK I
(Di tengah laut utara Joko Slining menebar jala untuk menangkap ikan, dia anak sebatang kara, yatim piatu semenjak kecil. Hasil tangkapan ikannya diambil secukupnya, selebihnya dibagikan kepada masyarakat setempat, khususnya bagi janda tua dan anak yatim piatu. Akan tetapi ketika mau pulang, tak ada angin, sehingga layar perahunya tidak bisa terkembang. Lalu ia membacakan mantra pemanggil angin).
Joko Slining : Cempe, cempe, undangno barat gedhe, tak upahi dudo tape!
(angin pun datang bertiup, layar perahu terkembang Joko Slining berlayar menuju daratan, dibibir pantai sudah ditunggu oleh masyarakat pesisir yang biasanya menanti kedatangannya Joko Slining. Mereka berduyun menghampirinya dan mengambil ikan secukupnya).
(suasana berganti persawahan, dua sosok memanggul garu, satunya sebagai pembajak sawah, satunya orang-orang sawah, siang pukul Sembilan, matahari bersinar cerah).
Keempat sosok serempak/bergantian :
“Anak bajang menggiring angin
Naik kuda sapi liar ke padang bunga
Menggembalakan kerbau raksasa”
“dulu disia-sia, kini ia penuh makna
Berbagi suka, mengubur duka”
“jaka, jaka lelananging jagad
menanam tawa, menabur bunga-bunga”
(kemudian keempat sosok itu mematung, datangnya Jaka Slining menunjukan kedigdayaan dirinya lagi berlatih ilmu kanuragan, ia seolah bocah ajaib, bergurunya pada angin dan gerak dedaunan, serta gelombang ombak).
Joko Slining : Akulah putra zaman, putra semesta, tanpa tanding, lelanang ing jagad, pengikut ajaran maha manusia, siapa datang menghadang lebur jadi abu, jadi debu.
(tiba-tiba, angin berhenti suasana mendadak sunyi, Joko Slining seolah limbung).
BABAK II
(siang hari di sebuah pojok kampong lereng bukit ada sendang dan pancuran mata air, di situ adalah tempat, untuk mandi, mencuci dan mengambil air buat masak dan air minum, di siang itu puteri kabunan bersama teman-temannya mengambil air, dan bermain kecipak air sendang).
(keempat sosok itu bergerak-gerak membentuk seperti gundukan bukit yang dibawahnya ada pancuran mata air lalu bergantian membaca).
“air adalah benih, tanah adalah rahim, udara adalah nafas, api adalah asa, kayu dan batu adalah penghantar”
(suasana berganti kering kerontang, sendang mengering, sumber mata air tak lagi mengalir)
“musim paceklik akan tiba, kemarau panjang.
Puteri kabunan: aku tahu si Slining itu mencintaku, tapi ia terlampau angkuh, lubuk jantungku pun menaruh benih rindu padanya. Demi cintaku, akan kululuh lantakan si Slining itu.
(Lalu datang Jaka Slining, dengan bergaya layaknya pendekar, lantang suaranya menyahuti puteri kabunan).
Joko Slining : benarkah itu puteri?
Puteri Kabunan : betul
Joko Slining : maukah kau kupersunting?
Puteri Kabunan : ya, tapi dengan syarat.
(keempat sosok mencoba mengganggu keseriusan mereka berdua dengan gaya berlompatan serupa kera, terkadang ada yang suit-suit, ada juga yang menyanyi).
Joko Slining : akan kupenuhi syaratmu itu, puteri!
Puteri kabunan : tapi sebelum itu jawablah pertanyaanku
Joko Slining : Baik! (Sambil mengggerakan tubuhnya dengan gagah perkasa).
Puteri Kabunan : adakah cinta yang bersumpah pada langit dan bumi?
Joko Slining : entah? Aku tak berani, sebab, suatu saat nanti langit runtuh, bumi terbang bagai kapas
Puteri kabunan : keagungan cinta siapa yang kau bicarakan, perjalanan panjang mana untuk sampai?
Joko Slining : entah? Aku takut, sebab keagungan cinta adalah milik Maryam kepada isa dan perjalanan panjang adalah ketika musa membelah dan melewati laut merah.
Puteri kabunan : adakah yang lebih berat dari bumi?
Joko Slining : ada, beban ibu ketika mengandung dan melahirkan
Puteri Kabunan : adakah yang lebih tinggi dari langit?
Joko Slining : ada, harapan ayah ketika mendidik dan membesarkan anaknya
Keempat sosok : cinta adalah hembusan angin, luapan ingin, luberan angan, cinta adalah hembusan, luapan, luberan, cinta adalah hembusan angin. (bergiliran dan serempak).
BABAK III
(Dialog antara Joko slining dan kabunan sampai malam hari, saat itu malam keempat belas, tepatnya, esok hari syarat yang diajukan puteri kabunan harus ditunaikan).
Joko Slining : tidak usah bertele-tele puteri, apakah syaratnya?
Puteri Kabunan : buatkan empat puluh sumber mata air dalam satu malam?
Joko Slining : baik, esok malam, malam purnama, akan kupenuhi keinginanmu puteri?
(puteri kabunan meninggalkan joko slining, keempat sosok itu membentuk sebuah tangga dengan obor, joko slining membawa bokor yang berisi asap-asapan, lalu joko slining merapal mantra Aji bolo sewu).
”Bismillahirahmanirahim
amatek ajiku bala sewu
Sakabehi khodam widadara lan widadari
Malaikat, jin, luluh dadi siji
ajiku bala sewu kabeh manut luluh
lailaha illah muhamadar rasulullah”
(langit bergemuruh bumi berguncang-guncang, tanah dan batu-batu seolah ada yang menggali, suasana riuh, malam itu sangat ramai, tapi masyarakat tidak ada yang mendengar, di rumah puteri kabunan kepanikan, ia takut kalau syarat itu terpenuhi, akhirnya dia membuat hutan sebelah timur terbakar, dan membuat suara tiruan ayam dan kicau burung, sehingga yang menggali sumber itu ketakutan dan lenyap. Sedangkan joko slining kebingungan, baru empat puluh sumber mata air kurang satu, ia pun marah, mencari-cari puteri kabunan tak ia ketemukan).
(puteri kabunan sudah pergi ke kaki bukit bersembunyi di sebuah gua, dan bersemedi, sebab semenjak kecil ia sudah bersumpah tidak akan menikah, hidupnya hanya diabdikan untuk masyarakat, meski ia cinta pada jaka slining, tapi ia buang itu semua).
Joko Slining : percuma amarah! sepi sekali, ke mana semua?
CLOSING
(keempat sosok bersama Joko Slining. Mereka bergerak seperti daun yang gugur berjatuhan)
Joko Slining : maafkan aku kasih, nafsuku amarah, nafsuku lauwamah, kau manungal jagad, alit lan gedhe jadi satu-padu, cintamu agung, cintaku hina-dina. Hembusan angin.
*** diramu oleh Rakai Lukman DKK.***
*) Rakai Lukman, lelaki kelahiran Desa Sekapuk Ujung Pangkah Gresik, RT. 04 RW.03. Nama Aslinya: Luqmanul Hakim. Semasa kecilnya menikmati bangku sekolah di TK dan MI Bahrul Ulum Sekapuk. Remajanya di sekolah Mts. Dan MAK Assa’adah Bungah Gresik, sempat dalam asuhan PonPes Qomaruddin Sampurnan Bungah selama kurang lebih enam tahun. Di bangku Aliyah mulai berkenalan dengan teater dan puisi. Sejak saat itu ia tergabung dalam kelompok teater pelajar, Teater Havara MA Assa’adah Bungah. Juga diberi kesempatan sebagai Ketua EXIST (Extra Ordinary of Islamic Student).
Selanjutnya pada jenjang perguruan tinggi negeri, ia singgah di IAIN Sunan Kalijaga, berkenalan dengan Teater ESKA IAIN SUKA. Selama setahun ngangsuh kaweruh di situ. Selanjutnya dengan beberapa teman mendirikan Sanggar Jepit di Yogyakarta. Lalu nimbrung di Roemah Poetika, ikut ngaji puisi. Juga diberi kesempatan jadi Ketua IMAGE (Ikatan Mahasiswa Gresik di Yogyakarta).
Tahun 2010, pulang ke kampung Halaman, kembali bersinggungan dengan dunia teater dan pernik-pernik kesenian. Ikut ngopi dan nongkrong di KOTASEGER (Komunitas Teater Sekolah Sekab. Gresik). Pun diberi kesempatan bertegur sapa dengan DKG (Dewan Kesenian Gresik), sebagai ketua Biro Sastra 2016-2021. Ia sempat sebagai Pembina Ekstra Teater di SMKN 1 Sidayu, Teater Cakrawala SMK Ihyaul Ulum Dukun. Juga menjadi Guru tiban SBK di SMK Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
Dari tahun 2000 sampai sekarang, beberapa karyanya ikut nampang di alam kesusastraan, di antaranya: 1). Antologi bersama dalam “Kitab Puisi I Sanggar Jepit” tahun 2007, “Burung Gagak dan Kupu-kupu” tahun 2012, dan “Lebih Baik Putih Tulang Dari pada Putih Mata” Seratus Penyair Nusantara, Festival Puisi Bangkalan II, tahun 2017. 2). Beberapa essai dalam “Seratus Buku Sastra Indonesia Yang Patut Dibaca Sebelum Dikuburkan” Iboekoe tahun 2007. 3). Cerpen “Gadis Kebaya Ungu” menjadi cerpen pilihan terbaik, pada Lomba Ukiran Karya Hati (LUKH) tahun 2010. 4). Puisi dan cerpennya dipublikasikan di Arena, Advokasia, Balipost, Majalah Sabili, buletin sastra Pawon Solo, Buletin Gerawasi. 5.) Naskah Teater (Para Pejalan lelah, Fatrah, Merah Putih Tak Bertuah, Laskar Bersarung, Ratapan lelaki Senja, Tuffah dan Delima Separuh). 6). Puisi “Santri Bengawan”, menjadi puisi terbaik pada lomba SMP (santri menulis puisi) tahun 2017.
Dari tahun 2000 sampai 2017, diberi kesempatan ikut dalam beberapa proses pertunjukan, di antaranya: 1). Pementasan “Petang di Taman” Karya Iwan Simatupang (T. Havara) di AULA SMAN I Gresik, tahun 2001. 2). Pementasan Teaterikalisasi Puisi “Isyarat Jibril” (T. ESKA) di AULA UIN Sunan Kalijaga, tahun 2003. 3). Pementasan “Yang Paling Tidak Sopan” (Sanggar Jepit) dipentaskan di 4 kota (Yogyakarta, Kudus, Pemalang dan Surabaya) tahun 2004. 4). Sutradara “Para Pejalan Lelah” (S. Jepit) tahun 2007 di CafĂ© PUB Yogyakarta. 5). Pementaskan Naskah “Tiang Debu” (Gresik Teater) di Gedung Cak Durasim pada acara KTI tahun 2010. 6). Penulis Naskah dan Sutradara “Merah Putih Tak Bertuah” (T. Paser) dipentaskan di Lap. STAI Qomaruddin tahun 2011. 7). Pementasan Performance Art “Air Mata Tanah” (Gresik Teater) pada teater ruang publik Festival Seni Surabaya 2010 di Monkasel Surabaya. 8). Penulis Naskah dan Sutradara “Ratapan Lelaki Senja” dipentaskan di AULA IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2012. 9). Pembaca Puisi pada “Penyair Muda Baca Puisi” di Taman Budaya Yogyakarta tahun 2006. 10). Penulis Naskah dan Sutradara Drama kolosal “Laskar Bersarung”, produksi bersama MA Ihyaul Ulum dan KORAMIL Dukun tahun 2015, dipentaskan di lapangan Sambo Dukun Gresik. 11). Mementaskan monolog puisi “Mega Bukit” pada acara Sadu II Teater Akeq IAI Qomaruddin Bungah Gresik dan Terminal Budaya Lintas Jatim XI Teater Ndrinding SMAHITS Lowayu Dukun Gresik, tahun 2017.
Dalam beberapa tahun terakhir diberi amanat untuk menjadi pemateri Diklat di beberapa sekolah di kabupaten Gresik, diantaranya: T. Cepak (SMAN I Gresik), T. Pendopo (MAN Bungah), T. Havara (MA Assa’adah), T. Lampu (SMAN I Sidayu), T. SAQ (SMA Assa’adah), T. Sakalentang (SMA Al-Karimi Tebuwung) T. Pager MA Ihyaul Ulum Canga’an. Juga menjadi Juri di berbagai perlombaan, diantaranya: Pantomim TK tingkat kecamatan (Bungah dan Panceng), lomba teater di SMK NU Trate se Kab Gresik, Lomba Baca Puisi dan teater di MAN Bungah, Juri puisi Aksioma di desa Wotan sekecamatan Panceng. Kini bercita-cita membentuk komunitas dengan nama JANPOET (Jam’iyah Art ‘N Poetika), sekaligus pengen punya Langgar Baca. Semoga tercapai. Amin. No Kontak: 08563229239 E-mail : ulyadzirwa@gmail.com/sastradkg2017@gmail.com
http://sastra-indonesia.com/2019/08/joko-slining/
SINOPSIS
Sahdan di suatu masa, ada seorang pendekar yang sakti madraguna, bernama Jaka Slining yang tertarik dengan puteri seorang punggawa desa. Yang mana sang putri tidak tertarik dengan cinta yang ditawarkan sang pendekar. Putri itu bernama Dewi Kabunan, permohonan cinta itu akan dikabulkan dengan syarat dibuatkan 41 sumber mata air dalam satu malam di atas bukit. Kemudian Dewi Kabunan, mencoba menggagalkan, usaha Jaka Slining dalam menyelesaikan 41 sumber itu. Dengan membuat ulah, memanggil bala bantuan dari para pengikut ayahnya. Dengan memukul lesung dan membakar hutan, sehingga memberi efek seolah-olah fajar telah tiba. Karena ulah itu, Jaka slining menjadi murka.
TOKOH
JOKO SLINING
PUTERI KABUNAN
EMPAT SOSOK
OPENING
Di lereng bukit, embun bertengger di rumput dan dedaunan, suatu pagi. Kokok ayam bersahutan, burung-burung berkicauan. Empat sosok bersahut-sahutan, menyambut datangnya pagi yang ceria:
“timur adalah kejora kedatangan
barat adalah gugus bintang kepulangan
selatan adalah barisan bukit penopang nasib
utara adalah laut selendang penampung kisah”
BABAK I
(Di tengah laut utara Joko Slining menebar jala untuk menangkap ikan, dia anak sebatang kara, yatim piatu semenjak kecil. Hasil tangkapan ikannya diambil secukupnya, selebihnya dibagikan kepada masyarakat setempat, khususnya bagi janda tua dan anak yatim piatu. Akan tetapi ketika mau pulang, tak ada angin, sehingga layar perahunya tidak bisa terkembang. Lalu ia membacakan mantra pemanggil angin).
Joko Slining : Cempe, cempe, undangno barat gedhe, tak upahi dudo tape!
(angin pun datang bertiup, layar perahu terkembang Joko Slining berlayar menuju daratan, dibibir pantai sudah ditunggu oleh masyarakat pesisir yang biasanya menanti kedatangannya Joko Slining. Mereka berduyun menghampirinya dan mengambil ikan secukupnya).
(suasana berganti persawahan, dua sosok memanggul garu, satunya sebagai pembajak sawah, satunya orang-orang sawah, siang pukul Sembilan, matahari bersinar cerah).
Keempat sosok serempak/bergantian :
“Anak bajang menggiring angin
Naik kuda sapi liar ke padang bunga
Menggembalakan kerbau raksasa”
“dulu disia-sia, kini ia penuh makna
Berbagi suka, mengubur duka”
“jaka, jaka lelananging jagad
menanam tawa, menabur bunga-bunga”
(kemudian keempat sosok itu mematung, datangnya Jaka Slining menunjukan kedigdayaan dirinya lagi berlatih ilmu kanuragan, ia seolah bocah ajaib, bergurunya pada angin dan gerak dedaunan, serta gelombang ombak).
Joko Slining : Akulah putra zaman, putra semesta, tanpa tanding, lelanang ing jagad, pengikut ajaran maha manusia, siapa datang menghadang lebur jadi abu, jadi debu.
(tiba-tiba, angin berhenti suasana mendadak sunyi, Joko Slining seolah limbung).
BABAK II
(siang hari di sebuah pojok kampong lereng bukit ada sendang dan pancuran mata air, di situ adalah tempat, untuk mandi, mencuci dan mengambil air buat masak dan air minum, di siang itu puteri kabunan bersama teman-temannya mengambil air, dan bermain kecipak air sendang).
(keempat sosok itu bergerak-gerak membentuk seperti gundukan bukit yang dibawahnya ada pancuran mata air lalu bergantian membaca).
“air adalah benih, tanah adalah rahim, udara adalah nafas, api adalah asa, kayu dan batu adalah penghantar”
(suasana berganti kering kerontang, sendang mengering, sumber mata air tak lagi mengalir)
“musim paceklik akan tiba, kemarau panjang.
Puteri kabunan: aku tahu si Slining itu mencintaku, tapi ia terlampau angkuh, lubuk jantungku pun menaruh benih rindu padanya. Demi cintaku, akan kululuh lantakan si Slining itu.
(Lalu datang Jaka Slining, dengan bergaya layaknya pendekar, lantang suaranya menyahuti puteri kabunan).
Joko Slining : benarkah itu puteri?
Puteri Kabunan : betul
Joko Slining : maukah kau kupersunting?
Puteri Kabunan : ya, tapi dengan syarat.
(keempat sosok mencoba mengganggu keseriusan mereka berdua dengan gaya berlompatan serupa kera, terkadang ada yang suit-suit, ada juga yang menyanyi).
Joko Slining : akan kupenuhi syaratmu itu, puteri!
Puteri kabunan : tapi sebelum itu jawablah pertanyaanku
Joko Slining : Baik! (Sambil mengggerakan tubuhnya dengan gagah perkasa).
Puteri Kabunan : adakah cinta yang bersumpah pada langit dan bumi?
Joko Slining : entah? Aku tak berani, sebab, suatu saat nanti langit runtuh, bumi terbang bagai kapas
Puteri kabunan : keagungan cinta siapa yang kau bicarakan, perjalanan panjang mana untuk sampai?
Joko Slining : entah? Aku takut, sebab keagungan cinta adalah milik Maryam kepada isa dan perjalanan panjang adalah ketika musa membelah dan melewati laut merah.
Puteri kabunan : adakah yang lebih berat dari bumi?
Joko Slining : ada, beban ibu ketika mengandung dan melahirkan
Puteri Kabunan : adakah yang lebih tinggi dari langit?
Joko Slining : ada, harapan ayah ketika mendidik dan membesarkan anaknya
Keempat sosok : cinta adalah hembusan angin, luapan ingin, luberan angan, cinta adalah hembusan, luapan, luberan, cinta adalah hembusan angin. (bergiliran dan serempak).
BABAK III
(Dialog antara Joko slining dan kabunan sampai malam hari, saat itu malam keempat belas, tepatnya, esok hari syarat yang diajukan puteri kabunan harus ditunaikan).
Joko Slining : tidak usah bertele-tele puteri, apakah syaratnya?
Puteri Kabunan : buatkan empat puluh sumber mata air dalam satu malam?
Joko Slining : baik, esok malam, malam purnama, akan kupenuhi keinginanmu puteri?
(puteri kabunan meninggalkan joko slining, keempat sosok itu membentuk sebuah tangga dengan obor, joko slining membawa bokor yang berisi asap-asapan, lalu joko slining merapal mantra Aji bolo sewu).
”Bismillahirahmanirahim
amatek ajiku bala sewu
Sakabehi khodam widadara lan widadari
Malaikat, jin, luluh dadi siji
ajiku bala sewu kabeh manut luluh
lailaha illah muhamadar rasulullah”
(langit bergemuruh bumi berguncang-guncang, tanah dan batu-batu seolah ada yang menggali, suasana riuh, malam itu sangat ramai, tapi masyarakat tidak ada yang mendengar, di rumah puteri kabunan kepanikan, ia takut kalau syarat itu terpenuhi, akhirnya dia membuat hutan sebelah timur terbakar, dan membuat suara tiruan ayam dan kicau burung, sehingga yang menggali sumber itu ketakutan dan lenyap. Sedangkan joko slining kebingungan, baru empat puluh sumber mata air kurang satu, ia pun marah, mencari-cari puteri kabunan tak ia ketemukan).
(puteri kabunan sudah pergi ke kaki bukit bersembunyi di sebuah gua, dan bersemedi, sebab semenjak kecil ia sudah bersumpah tidak akan menikah, hidupnya hanya diabdikan untuk masyarakat, meski ia cinta pada jaka slining, tapi ia buang itu semua).
Joko Slining : percuma amarah! sepi sekali, ke mana semua?
CLOSING
(keempat sosok bersama Joko Slining. Mereka bergerak seperti daun yang gugur berjatuhan)
Joko Slining : maafkan aku kasih, nafsuku amarah, nafsuku lauwamah, kau manungal jagad, alit lan gedhe jadi satu-padu, cintamu agung, cintaku hina-dina. Hembusan angin.
*** diramu oleh Rakai Lukman DKK.***
*) Rakai Lukman, lelaki kelahiran Desa Sekapuk Ujung Pangkah Gresik, RT. 04 RW.03. Nama Aslinya: Luqmanul Hakim. Semasa kecilnya menikmati bangku sekolah di TK dan MI Bahrul Ulum Sekapuk. Remajanya di sekolah Mts. Dan MAK Assa’adah Bungah Gresik, sempat dalam asuhan PonPes Qomaruddin Sampurnan Bungah selama kurang lebih enam tahun. Di bangku Aliyah mulai berkenalan dengan teater dan puisi. Sejak saat itu ia tergabung dalam kelompok teater pelajar, Teater Havara MA Assa’adah Bungah. Juga diberi kesempatan sebagai Ketua EXIST (Extra Ordinary of Islamic Student).
Selanjutnya pada jenjang perguruan tinggi negeri, ia singgah di IAIN Sunan Kalijaga, berkenalan dengan Teater ESKA IAIN SUKA. Selama setahun ngangsuh kaweruh di situ. Selanjutnya dengan beberapa teman mendirikan Sanggar Jepit di Yogyakarta. Lalu nimbrung di Roemah Poetika, ikut ngaji puisi. Juga diberi kesempatan jadi Ketua IMAGE (Ikatan Mahasiswa Gresik di Yogyakarta).
Tahun 2010, pulang ke kampung Halaman, kembali bersinggungan dengan dunia teater dan pernik-pernik kesenian. Ikut ngopi dan nongkrong di KOTASEGER (Komunitas Teater Sekolah Sekab. Gresik). Pun diberi kesempatan bertegur sapa dengan DKG (Dewan Kesenian Gresik), sebagai ketua Biro Sastra 2016-2021. Ia sempat sebagai Pembina Ekstra Teater di SMKN 1 Sidayu, Teater Cakrawala SMK Ihyaul Ulum Dukun. Juga menjadi Guru tiban SBK di SMK Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
Dari tahun 2000 sampai sekarang, beberapa karyanya ikut nampang di alam kesusastraan, di antaranya: 1). Antologi bersama dalam “Kitab Puisi I Sanggar Jepit” tahun 2007, “Burung Gagak dan Kupu-kupu” tahun 2012, dan “Lebih Baik Putih Tulang Dari pada Putih Mata” Seratus Penyair Nusantara, Festival Puisi Bangkalan II, tahun 2017. 2). Beberapa essai dalam “Seratus Buku Sastra Indonesia Yang Patut Dibaca Sebelum Dikuburkan” Iboekoe tahun 2007. 3). Cerpen “Gadis Kebaya Ungu” menjadi cerpen pilihan terbaik, pada Lomba Ukiran Karya Hati (LUKH) tahun 2010. 4). Puisi dan cerpennya dipublikasikan di Arena, Advokasia, Balipost, Majalah Sabili, buletin sastra Pawon Solo, Buletin Gerawasi. 5.) Naskah Teater (Para Pejalan lelah, Fatrah, Merah Putih Tak Bertuah, Laskar Bersarung, Ratapan lelaki Senja, Tuffah dan Delima Separuh). 6). Puisi “Santri Bengawan”, menjadi puisi terbaik pada lomba SMP (santri menulis puisi) tahun 2017.
Dari tahun 2000 sampai 2017, diberi kesempatan ikut dalam beberapa proses pertunjukan, di antaranya: 1). Pementasan “Petang di Taman” Karya Iwan Simatupang (T. Havara) di AULA SMAN I Gresik, tahun 2001. 2). Pementasan Teaterikalisasi Puisi “Isyarat Jibril” (T. ESKA) di AULA UIN Sunan Kalijaga, tahun 2003. 3). Pementasan “Yang Paling Tidak Sopan” (Sanggar Jepit) dipentaskan di 4 kota (Yogyakarta, Kudus, Pemalang dan Surabaya) tahun 2004. 4). Sutradara “Para Pejalan Lelah” (S. Jepit) tahun 2007 di CafĂ© PUB Yogyakarta. 5). Pementaskan Naskah “Tiang Debu” (Gresik Teater) di Gedung Cak Durasim pada acara KTI tahun 2010. 6). Penulis Naskah dan Sutradara “Merah Putih Tak Bertuah” (T. Paser) dipentaskan di Lap. STAI Qomaruddin tahun 2011. 7). Pementasan Performance Art “Air Mata Tanah” (Gresik Teater) pada teater ruang publik Festival Seni Surabaya 2010 di Monkasel Surabaya. 8). Penulis Naskah dan Sutradara “Ratapan Lelaki Senja” dipentaskan di AULA IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2012. 9). Pembaca Puisi pada “Penyair Muda Baca Puisi” di Taman Budaya Yogyakarta tahun 2006. 10). Penulis Naskah dan Sutradara Drama kolosal “Laskar Bersarung”, produksi bersama MA Ihyaul Ulum dan KORAMIL Dukun tahun 2015, dipentaskan di lapangan Sambo Dukun Gresik. 11). Mementaskan monolog puisi “Mega Bukit” pada acara Sadu II Teater Akeq IAI Qomaruddin Bungah Gresik dan Terminal Budaya Lintas Jatim XI Teater Ndrinding SMAHITS Lowayu Dukun Gresik, tahun 2017.
Dalam beberapa tahun terakhir diberi amanat untuk menjadi pemateri Diklat di beberapa sekolah di kabupaten Gresik, diantaranya: T. Cepak (SMAN I Gresik), T. Pendopo (MAN Bungah), T. Havara (MA Assa’adah), T. Lampu (SMAN I Sidayu), T. SAQ (SMA Assa’adah), T. Sakalentang (SMA Al-Karimi Tebuwung) T. Pager MA Ihyaul Ulum Canga’an. Juga menjadi Juri di berbagai perlombaan, diantaranya: Pantomim TK tingkat kecamatan (Bungah dan Panceng), lomba teater di SMK NU Trate se Kab Gresik, Lomba Baca Puisi dan teater di MAN Bungah, Juri puisi Aksioma di desa Wotan sekecamatan Panceng. Kini bercita-cita membentuk komunitas dengan nama JANPOET (Jam’iyah Art ‘N Poetika), sekaligus pengen punya Langgar Baca. Semoga tercapai. Amin. No Kontak: 08563229239 E-mail : ulyadzirwa@gmail.com/sastradkg2017@gmail.com
http://sastra-indonesia.com/2019/08/joko-slining/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar