Thomas Ekafitrianus
Ada yang diam-diam mengetuk malam
bertandang untuk bertukar pandang
Kurindukan anganku bermain sesuai peran
tapi diam-diam selimut yang kusut di sampingku
membelokkannya
Aku mencari suara yang sembunyi
setelah semalam kau hujani petuah basi
angin bergegas menyapu jejak
masih tak kau dengar bunyi dalam diam itu?
Demikian, salah satu puisi karya Ana Mustamin yang berjudul Diam-diam. Karya puisi tersebut dapat diakses melalui internet, karena Ana telah memublikasikannya di blog pribadinya. Sejumlah karya puisi dan cerita pendek (cerpen) juga dia publikasikan di blog dan citizen media.
“Hobi utama saya di luar pekerjaan adalah menulis, khususnya sastra (cerpen dan puisi). Hobi lainnya adalah traveling,” katanya di Jakarta, pekan lalu.
Menulis, bagi Ana, seperti memberi asupan vitamin kepada pikiran dan jiwa/hatinya. Sebab, seseorang yang bisa menulis karya sastra umumnya cukup peka terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. Kegiatan itu juga diakuinya sebagai bagian dari melatih untuk melakukan kontemplasi dan perenungan. Pasalnya, seseorang selalu berpikir, ada apa di balik setiap peristiwa yang muncul. Seseorang yang terbiasa menulis akan terlatih untuk menuangkan gagasan secara sistematis.
Hal itu secara tidak langsung telah berpengaruh dalam proses berpikir dan mengambil keputusan Ana saat bekerja. “Hal lainnya, menulis karya sastra memberikan semacam 'daerah otonomi' yang memberikan kebebasan untuk memperlakukan 'tokoh-tokoh' saya, dan menentukan 'nasib mereka'. Menjadi penulis cerita itu menjadi semacam 'tuhan' bagi ceritanya,” papar Ana.
Menurutnya, menulis pun dapat menjadi katarsis dan pelarian, ketika menghadapi saat-saat di mana seseorang tidak berdaya menghadapi berbagai situasi. Misalnya, ketika sedang kecewa, tidak puas, ingin menyampaikan gugatan, dan sejenisnya. Semuanya itu bisa dituangkan dalam cerita, tanpa harus membuat orang lain marah, tersinggung, atau terancam.
Sejak Kecil
Kegiatan tulis-menulis sepertinya sudah mendarah daging bagi Ana. Dia pertama kali menulis di media cetak lokal Harian Mimbar Karya di Makassar, Sulawesi Selatan, saat masih duduk di kelas lima SD.
“Saat ini, saya gemar membuat karya tulis seperti puisi, cerpen, novelet (novel pendek), esai, dan artikel by line di sejumlah media. Tapi, kebanyakan yang ditulisnya memang cerpen dan puisi. Beberapa tulisan saya bisa dilihat di mustamin.com/ana, dan kompasiana.com/anamustamin,” jelasnya.
Ana mengaku telah suka menulis cerita dan puisi sejak kecil tanpa tahu inspirasinya dari mana. “Tapi, aktivitas itu makin disukainya, setelah membaca karya-karya Kahlil Gibran dan Sapardi Djoko Damono (puisi), serta Orhan Pamuk dan Budi Darma (prosa),” katanya yang kini telah terdaftar sebagai anggota Asosiasi Penulis Cerita (Anita) dan Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi).
Selain senang menulis, Ana gemar bepergian (traveling) untuk melengkapi hobinya berimajinasi. Dia menilai, semakin sering melakukan perjalanan dan melihat banyak hal, semakin yakin bahwa dunia ini terlalu luas untuk diarungi seorang diri.
“Kita memang butuh teman, butuh interaksi, baik interaksi dengan sesama manusia maupun dengan alam atau lingkungan. Setiap tahun, saya bisa beberapa kali travelling dan cukup gelisah jika tidak jalan dalam waktu yang cukup lama,” ungkapnya.
Ana yang berpendidikan terakhir S2 manajemen komunikasi Universitas Indonesia ini pun kini punya aktivitas lain dengan menjadi dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi. Dia juga aktif sebagai pembicara (trainer) di sejumlah workshop untuk bidang kehumasan (public relations), personal branding, komunikasi pemasaran (marketing communications), komunikasi perusahaan (corporate communications), public speaking, keahlian menulis (writing skill), dan teknik presentasi.
Sumber: Investor Daily, https://www.beritasatu.com/figur/192601-menulis-sastra-vitamin-bagi-pikiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar