Jumat, 08 Oktober 2010

Amir Hamzah: Pahlawan Romantis Tragis

Petrik Matanasi *
http://sejarah.kompasiana.com/

Biarlah daku tinggal disini. Sentosa diriku disunyi sepi.
Tiada berharap tiada meminta. Jauh dunia disisi dewa.

Puisi itulah yang terukir pada nisan orang terkenal bernama Amir Hamzah. Serorang pujangga yang namanya terus disebut dalam sejarah, khususnya sejarah sastra di Indonesia. Pujangga Amir Hamzah telah memberikan sumbangan besarnya dalam dunia sastra Indonesia.


Amir Hamzah adalah pahlawan yang bernasib malang—seperti halnya Oto Iskandardinata—yang menemui ajal ditangan segelintir revolusioner buta diawal kemerdekaan sebuah negara bernama Republik Indonesia. Sentimen terhadap feodalisme diawal kemerdekaan Indonesia sangatlah wajar. Kebencian kaum kromo kepada kaum feodal yang bebrabad-abad menjadi sumber penderitaan kaum kromo. Bagaimanapun kematian Amir Hamzah di Kuala Begumit pada 20 Maret 1946—seperti juga Oto Iskandardinata—menjadi titik noda dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Amir Hamzah yang pahlawan Nasional itu tidak hanya hanya dikenal sebagai seorang pujangga besar di zamannya. Amir Hamzah, semasa belajar di Jawa pernah melibatkan diri dalam dunia pergerakan nasional Indonesia.

Sajak dan hidup Amir Hamzah

Amir Hamzah telah digolongkan dalam deretan penyair angkatan pujangga baru—Sutan Takdir Alisyahbana, Armin Pane juga Sanusi Pane—yang paling berpengaruh. Sebagai penyair—seperti judul buku H.B. Yassin—Amir Hamzah dinobatkan sebagai “Raja Penyair Pujangga Baru” yang menjadi bahan pembicaraan menarik bagi penikmat sastra Indonesia. Amir Hamzah dianggap sebagai simbol peralihan kebudayaan dan masyarakat aristokrat feodal ke aspirasi-aspirasi persamaan derajat dalam kehidupan Indonesia modern; ketegangan ini nampak pada konflik pribadi sekitar pernikahannya.

Tema dan sikap yang diusung Amir Hamzah dalam sajak-sajaknya, agak bersifat romantik. Sajak-sajak dalam kumpulan pertamanya, Buah Rindu, adalah kemurungan dan kerinduan seorang pemuda rantau dari Sumatra yang merindukan kampung halamannya. Nyanyian Sunyi, kumpulan sajaknya yang lain, adalah pergulatan seorang pemuda yang meninggalkan kesetiaannya dari dunia baru menuju sebuah dunia yang relijius.

Menurut buku Amir Hamzah: Radja Penjair Pujangga Baru, Yassin menulis, Buah Rindu memuat 25 sajak, satu diantaranya terdiri dari 4 bagian dan satu dari dua bagian. Kumpulan ini ditandai oleh kata-kata: iba, menangis, duka, sendu, merana, rindu, air mata dan lainnya yang menyatakan kesedihan. Juga kata-kata yang menggambarkan suasana jiwanya seperti: kelana, merantau, cinta, asmara, ratap. Kata-kata seperti: duhai dan wahai dipakai sebagai seruan. Yassin menangkap ketidakimbangan jiwa sang penyair—Amir Hamzah—dalam sajak Berdiri Aku:

Dalam rupa maha sempurna
Rindu sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Mengetjap hidup bertentu tudju.

Tertangkap dari sajak diatas penyair merindukan kehidupan yang bahagia dimasa depannya. Dalam sajak lainnya, Nyanyi Sunyi, Amir menggambarkannya kegoncangan jiwanya ketika dirinya terpaksa menikah dengan putri Sultan Langkat.

Amir yang dibiayai Sultan Langkat itu pernah jatuh cinta pada seorang gadis lain—Elik Sundari—dalam perantauannya hingga dengan paksa dinikahkan dengan putri yang mungkin tida dia cintai sepenuh hati itu. Amir yang sedang kuliah hukum di Recht Hoge School, Jakarta dipanggil pulang untuk menikah dan menggantikan ayahnya sebagai datuk bendahara di Langkat. Dalam sajak Selalu Sedih yang dimuat dalam Pujangga Baru edisi 7 Januari 1937 Amir menuliskan sajak—mungkin untuk Elik Sudari, kekasih yang ditinggalkannya—yang melukiskan dirinya yang tidakberdaya:

Hatiku sajang selalu sedih
Selalu sendu semata salah
Sekedjap mengetjap kasih
Paksa datang menjuruh lepas

Hidup badan tiada berdaja
Dalam genggaman orang lain
Kemana kata kesana mara
Boneka daging tiada berasa

Dalam pergolakannya dia menikmati kesunyiannya itu, Amir menuliskan: “Sunyi itu duka. Sunyi itu kudus, Sunyi itu lupa, sunyi itu lampas.” Dalam sunyi Amir berhubungan dengan Tuhan-nya, menyelami rahasia hidup sampai akhirnya ia terperosok dalam filsafat mistik.

Kumpulan sajak Nyanyi Sunyi kemungkinan ditulis di Jakarta semasa menjadi mahasiswa sekolah tinggi hukum (1934-1936). Masa-masa dimana Amir dianggap sedang mempersiapkan diri menjadi seorang pegawai sebagai persiapan pualang ke Langkat setelah kematian ayahnya. Banyak yang menyebut: saat itu Amir sedangan mengalami krisis diri teramat dalam. Hal ini berpengaruh dalam puisi-puisinya. Tema utama Nyanyi Sunyi adalah pencarian penyelesaian masalah pribadi melalui pengalaman relijius; usaha mencapai kesatuan mistik dengan Tuhan—manunggaling kawulo Gusti—disela-sela ketidakmampuannya mengatasi kontradiksi antara cinta dan kekejaman. Keduanya merupakan sifat Tuhan dalam hubungannya dengan manusia.

Persatuan dengan hakikat ketuhanan terhalang oleh perasaan duniawi yang tidak bisa ditiadakan. Sifat-sifat Tuhan yang samar-samar itu tidak jarang berubah menjadi kekejaman yang angkuh. Seperti dalam “Padamu Jua” yang sering mendapat pujian, setidaknya pada generasi Pujangga Baru:

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Dimana engkau rupa tiada
Suara sayup
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila dasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu—bukan giliranku
Mati hari bukan kawanku….

Amir Hamzah pernah diangggap destruktif terhadap bahasa-bahasa lama disatu sisi dan secara gemilang dalam kemunculan bahasa-bahasa baru. Puisi Nyanyi Sunyi juga dianggap duistere poezie (puisi gelap). Menurut H.B. Yassin, sangat tidak mukngkin kita mengerti Amir Hamzah, jika kita membaca Nyanyi Sunyi tanpa membekali diri dengan pengetahuan sejarah dan agama (Islam).

Ada pengaruh-pengaruh Melayu dalam sajak-sajak Amir Hamzah. Ini bukan hal aneh, Amir Hamzah—yang terlahir di tanah Melayu—didalam tubuhnya memang mengalir darah Melayu. Dalam penggunaan metafora terdapat pengaruh Persia dan India tanpa harus menghilangkan kemelayuannya. Contoh puisi Amir Hamzah yang memiliki corak Hinduisme terdapat dalam akhir puisi “Naik-naik.” Puisi itu terukir indah pada nisan makam penyairnya. Bagian dari puisi itu telah saya tulis diawal tulisan ini.

Riwayat Amir Hamzah Dalam pergerakan Nasional

Amir Hamzah alias Amir Hamzah Pangeran Indera Putra, terlahir—tanggal 28 Februari 1911 di Tanjung Pura, Langkat—sebagai putra Tengku Bendahara Paduka Radja Kerajaan Langkat. Langkat adalah Kesultanan kecil di pesisir timur Sumatra Utara. Keluarganya yang bangsawan telah memberinya kesempatan mempelajari banyak hal; mulai dari perdababn Islam di Melayu; juga peradaban barat.

Ayahnya, adalah penggemar sejarah dan sastra Melayu—seperti halnya orang-orang tua pada masa itu. hal ini kelak mempengaruhi Amir Hamzah. Sering kali ayahnya mengadakan malam-malam pertemuan dimana orang-orang membaca hikayat-hikayat Melayu lama seperti Hikayat Amir Hamzah, Bustanus-salatun dan lain sebagainya. Cerita yang paling diminati disana adalah cerita nabi-nabi, Qususul Anbia, namun dibacakan dalam bahasa Melayu. Tidak jarang Amir Hamzah juga disuruh membacakan hikayat-hikayat itu oleh ayahnya.

Amir Hamzah yang masih kecil ketika itu suka sekali dengan sastra-sastra Melayu, kendati hanya mendengarkan saja. Membacakannya mungkin sebuah kesenangan tersendiri bagi Amir Hamzah kecil.

Amir mulai menikmati pendidikan sekulernya di Hollandsche Inlandsche School Tanjung Pura—sekolah dasar pribumi untuk anak-anak orang terpandang—lantaran ayahnya orang penting di kesultanan Langkat. Setamat dari sana Amir melanjutkan ke sekolah menengah pertamanya—Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)—di Medan. Amir hanya menjalani sekolah menengahnya ditahun pertama saja. Di tahun kedua sampai tamat dia jalani di Christelijke MULO Mendjangan.

Bakat menulis Amir makin terasah ketika dia mengambil jurusan sastra timur di Algemene Middelbare School (AMS)—di Solo. Pendidikan tertinggi yang pernah diraihnya adalah di Recht Hoge School—sekolah tinggi Hukum zaman Belanda—di Jakarta, walau hanya samapai kandidat II.

Selama disekolah menengah-lah Amir Hamzah menerima pengaruh dari berbagai aliran sastra-sastra dunia. Amir Hamzah menerima semuanya tanpa harus kehilangan akarnya: kebudayaan Melayu. Tidak hanya Amir Hamzah saja yang menerima pengaruh kesusastraan dari luar ketika duduk di bangku sekolah-sekolah sekuler Belanda tingkat menengah seperti MULO atau AMS; Sutan Takdir, Armin Pane, Sanusi Pane. Hampir semua penyair yang pernah muda atau belajar di sekolah menengah Belanda model MULO atau AMS pada dekade 1930an, mulai mengenal sastra-sastra dunia dari sekolah menengahnya. Chairil Anwar yang bukan angkatan Pujangga Baru juga mengenal kesusastraan—modern barat—dari sekolah Belanda, kendati sekolahnya hanya sampai kelas II MULO.

Ketika belajar di RHS—bersama Sutan Takdir dan Armin Pane—ditahun 1933 mendirikan Majalah Pudjangga Baru. Majalah ini terbit teratur sampai masuknya Tentara Pendudukan Jepang di Indonesia. Tulisan Amir Hamzah yang pernah dimuat diantaranya terdapat terjemahan Setanggi Air dan Bhagawad Gita.

Kendati seorang bangsawan (Langkat) Sumatra, dirinya mau bergabung dengan Jong Java—Perkumpulan pemuda Jawa—yang tentu saja anggotanya pemuda dari Jawa. Amir Hamzah terbukti telah meninggalkan sifat kedaerahannya; jadi Amir layak dicap sebagai Nasionalis. Sebagai orang Melayu dirinya menganut: “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.” Terbukti dia berhasil menyesuaikan diri dan bergaul dengan tokoh-tokoh Jawa macam: Raden Panji Singgih atau Kanjeng Raden Tumenggung Wedyodi. Di Solo, ketika masih belajar di AMS, Amir tergabung dalam Indonesia Muda bersama Armin Pane. Amir pernah mewakili Indonesia Muda cabang solo dalam Kongres Indonesia Muda yang diadakan di Solo dari tanggal 29 Desember 1930 sampai 2 Januari 1931.

Keterlibatannya pada dunia pergerakan tidak lepas dari pergaulannya dengan kawan-kawannya di sekolah. Solo, yang merupakan kota dengan masyarakat feodal, juga menerima pengaruh pergerakannya sendiri. Riwayat pergerakan Amir Hamzah dalam organisasi politik, tidaklah terlalu menonjol. Amir Hamzah lebih dikenal dalam keterlibatannya di majalah sastra Pujangga Baru maupun puisi-puisinya. Keterlibatan Amir Hamzah dalam dunia pergerakan nasinal tidak banyak yang mencatat. Nama Amir Hamzah sendiri lebih sering dicatat dalam buku-buku sastra atau pelajaran bahasa atau sastra Indonesia dari pada dalam buku yang mengulas dunia pergerakan nasional selama dekade 1930an.

Dunia pergerakan secara tidak langsung ditinggalkan ketika dirinya dipanggil pulang pada tahun 1936, sebelum kuliah hukumnya di RHS selesai. Sepulangnya di Langkat, Amir menikah dengan Putri Tuhara, anak perempuan dari Sultan Langkat waktu itu. Latar belakang-nya yang pernah kuliah di RHS, juga mempengaruhi kedudukan-nya di masyrakat. Dia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai datuk bendahara kesultanan Langkat yang telah meninggal sebelum dipanggil pulangnya Amir. Tahap kehidupan Amir Hamzah di RHS, adalah tahap diri mempersiapkan diri menjadi pegawai dengan belajar ilmu hukum—termasuk hukum modern dan adat.

Kepulangannya ke Langkat—yang mungkin tidak dia inginkan itu—telah memisahkan dirinya dengan dunia pergerakan juga dengan gadis yang dia cintai. Dia harus menanggung hidup yang tidak dia ingini: menikahi putri Sultan Langkat—yang membiayai membiayai pendidikannya di Jawa, termasuk menemukan jati dirinya sebagai penyair.

Raja Penyair Pujangga Baru

Semula Amir berkenalan dengan sastra Belanda melalui penguasaan bahasa Belanda-nya yang dipelajarinya di HIS dan MULO. Amir mengenal sastra Belanda sejak duduk di MULO Jakarta. Di AMS semakin mengasah kemampuan menulisnya. Amir juga mulai mengenal sastra-sastra timur (Asia). Penulisan Amir lebih kearah sastra. Beberapa karangannya tentang kesusastraan India, Arab dan Persia kemudian dimuat di Pudjangga Baru pada tahun 1934.

Kendati berkenalan dengan sastra Belanda, tidak ada bukti langsung yang mempengaruhi karya-karya Amir Hamzah. Walau demikian diantara penyair Pujangga Baru lainnya, hanya Amir yang saja yang mendekati hakekat romantik Eropa, yang menjadi tonggak budaya pada zaman itu. Namun atas dasar ini pula puisinya mengakui sepenuhnya tonggak budaya tradisonal. Dibanding yang lainnya pula puisi Amir Hamzah dianggap mampu menggabungkan dengan sempurna individualisme barat dengan persajakan Melayu tradisional. Amir gemar menggunakan metafora, namun untuk tujuan pembaharuannya. Dirinya juga menggunakan pola-pola penggubahan puisi tradisional, namun dia memfungsikannya untuk tujuan individualisme yang terdapat dalam tonggak budaya modern. Disatu sisi Amir menggunakan menggali kebudayaan melayu dimana dia berasal; kebudayaan modern barat yang diperolahnya disekolah-sekolah Belanda yang dia jalani dimasa perkembangannya; juga nasionalisme yang dia wakili dalam Indonesia Muda. Ketiganya adalah sebuah dialektika dalam kehidupan penyair Amir Hamzah. Puisinya menunjukan dinamisme budaya dan potensi kreatif yang terkandung dalam gerakan kebangsaan Indonesia masa pergerakan.

Amir Hamzah ,selain memberi sumbangan untuk dunia sastra Indonesia, juga kepada dunia sastra Melayu. Dari Amir Hamzah, bahasa Melayu mendapat suara dan lagu yang unik sampai saatb sekarang ini. Diakui dalam puisi Buah Rindu, terlihat bahwa Amir Hamzah telah memberikan warna modern dalam suara dan lagu pantun-pantun Melayu.

Judul buku H.B. Yassin: Amir Hamzah: Radja Penjair Pujangga Baru (1962) telah menobatkan Amir Hamzah sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Dalam dunia pergerakan nasional sendiri Amir Hamzah bukanlah orator handal seperti Sukarno. Belum ada bukti yang menyatakan Amir Hamzah adalah daftar incaran PID Belanda yang selalu menghantui kaum pergerakan. Amir Hamzah bukan pembuat petisi seperti Soetardjo. Amir Hamzah hanya seorang penyair pada zamannya yang memberi warna dalam dunia sastra Indonesia. Lebih bijak jika kita menyebut bahwa Amir Hamzah adalah pejuang kesusastraan di Indonesia—kala itu bernama Hindia Belanda—pada lapangan kesusastraan dengan karya-karyanya yang Indonesiasentris. Bersama penyair-penyair pada zamannya, Amir Hamzah telah memberi identitas baru bagi sastra Indonesia asli setelah pengembaraannya mereduksi pengaruh-pengarus sastra dunia, baik barat maupun timur.

*) Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan, tinggal di Jogja. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Alexander A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Dahana A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Yusrianto Elga A.C. Andre Tanama A.J. Susmana A.S. Laksana A’an Jindan AS Abd. Mun’im Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Rauf Singkil Abdul Walid Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abid Rohmanu Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adek Alwi Adhi Pandoyo Adhitia Armitrianto Adhy Rical Adi Faridh Adian Husaini Adin Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrizas Adu Pesona Sang Wakil Presiden RI AF. Tuasikal Afri Meldam Afrizal Malna AG. Alif Agama Agama Para Bajingan Agit Yogi Subandi Aguk Irawan M.N. Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Rakasiwi Agus Sulton Agus Wibowo Agus Wirawan Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ah. Atok Illah Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Anshori Ahmad Damanik Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Gaus Ahmad Hasan MS Ahmad Jauhari Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Naufel Ahmad S. Zahari Ahmad Syafii Maarif Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainul Fiah Akbar Ananda Speedgo Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhmad Siddiq Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Aksin Wijaya Al-Fairish Al-Ma'ruf I Al-Ma'ruf II Alang Khoiruddin Albert Camus Ali Mahmudi Ch Alia Swastika Alvi Puspita Alvin Amien Wangsitalaja Aminah Aming Aminoedhin Ana Mustamin Anam Rahus Anas AG Andhi Setyo Wibowo Andi Gunawan Andry Deblenk Angela Anggie Melianna Anindita S. Thayf Anis Ceha Anitya Wahdini Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anugerah Ronggowarsito Anwar Nuris Aprillia Ika Arida Fadrus Aridus Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Ariel Heryanto Ariera Arif Bagus Prasetyo Aris Kurniawan Armawati Arswendo Atmowiloto Art Sabukjanur Arti Bumi Intaran Arwan Aryo Wisanggeni Aryo Wisanggeni Gentong AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Ashadi Ik Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asro Kamal Rokan Astrid Reza Asvi Warman Adam Atafras Atok Witono Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azwar Nazir Baca Puisi Badrus Siroj Bahrul Ulum A. Malik Balada Bambang kempling Bambang Riyanto Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Beni Setia Benni Setiawan Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berita Utama Bernando J. Sujibto Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Bre Redana Brunel University Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Jay Utomo Budi P. Hatees Budi Palopo Budi Setyarso Budi Sp. Indrajati Budiman S. Hartoyo Budiman Sudjatmiko Buku Kritik Sastra Buldanul Khuri Candrakirana Cangaan Ujungpangkah Gresik Jawa Timur Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah Choirul Rikzqa Christian Heru Cahyo Saputro Cover Buku D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Dadang Widjanarko Damiri Mahmud Dani Fuadhillah Daniel Paranamesa Darju Prasetya Dati Wahyuni Dawet Jabung Ponorogo Dedykalee Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Deshinta Arofah Dewi Dessy Wahyuni Dewan Kesenian Lamongan Dewi Anggraeni Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Didik Kusbiantoro Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djadjat Sudradjat Djasepudin Djoko Pitono Djoko Saryono Djuli Djatiprambudi Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dorothea Rosa Herliany Dr Andi Irawan Dr Siti Muti’ah Setiawati Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Choirul Anam Drs. Solihin Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddi Koben Edeng Syamsul Ma’arif Edy Apriyanto Sudiyono Edy Firmansyah Edy Susanto Efri Ritonga EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eko Hartono Eko Hendrawan Sofyan Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elita Sitorini Elly Trisnawati Ellyn Novellin Elokdyah Meswati Em. Syuhada' Emha Ainun Nadjib Encep Abdullah Eni Sulistiyawati Eny Rose Esai Ester Lince Napitupulu Etik Widya Evan Ys F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Fahrur Rozi Fajar Alayubi Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathan Mubarak Fathul Qodir Fathul Qorib Felix K. Nesi Festival Gugur Gunung Festival Seni Surabaya 2011 Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan Fikri. MS Fiqih Arfani Firman Daeva Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Forum Santri Nasional (FSN) Free Hearty Galuh Tulus Utama Gandis Uka Ganug Nugroho Adi Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gendut Riyanto Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gesit Ariyanto Gita Pratama Glenn Fredly Goenawan Mohamad Golput Gombloh Gombloh (1948 – 1988) Grathia Pitaloka Gugun el-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Hadi Napster Hafis Azhari Halim HD Halimi Zuhdy Hamid Dabashi Han Gagas Hardi Hamzah Hari Prasetyo Haris Del Hakim Haris Saputra Hary B Kori’un Hasan Basri Marwah Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Hendro Situmorang Henri Nurcahyo Henry H Loupias Hera Khaerani Heri CS Heri Kris Heri Latief Heri Listianto Herman RN Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru Kuntoyo Heru Kurniawan Hikmat Darmawan Holy Adib Hudan Hidayat Hujuala Rika Ayu Humaidi Humam S Chudori I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I. B. Putera Manuaba IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ichwan Prasetyo Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Munadjat Imam Nawawi Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Iman Herdiana Imron Arlado Imron Rosyid Imron Tohari Indiar Manggara Indigo Art Space Madiun Indra Tjahyadi Indrian Koto Ingki Rinaldi Iqmal Tahir Is Faridatul Arifah Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Isra’ Mi’raj Iswadi Pratama Iswara N Raditya Iva Titin Shovia Iwan Awaluddin Yusuf Iwan Gunadi J. Sumardianta Jamrin Abubakar Jansen Sinamo Janu Jolang Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jemie Simatupang Jenny Ang Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jl Simo Jo Batara Surya Jodhi Yudono Joko Budhiarto Joko Sadewo Joko Sandur Joko Widodo Jones Gultom Joni Ariadinata Joresan Mlarak Ponorogo Joseph E. Stiglitz Jual Buku Paket Hemat Junus Satrio Jurnalisme Sastra K. Hirzuddin Hasbullah K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.H. Masrikhan Asy'ari K.H. Mudzakir Ma'ruf Kadjie MM Kajian Kitab Nashoihul 'Ibad Kang Daniel Karanggeneng Kartika Foundation Kasanwikrama Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kekal Hamdani Kemah Budaya Panturan (KBP) Kesenian KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khawas Auskarni Khoirul Anwar Khoirul Inayah Khoirul Naim Khoirul Rosyadi Ki Ompong Sudarsono Kitab Arbain Nawawi Kitab Puisi Suluk Berahi karya Gampang Prawoto Ko Hyeong Ryeol Koh Young Hun Koko Sudarsono Komaruddin Hidayat Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopuisi Korban Gempa di Lombok Kospela KPRI IKMAL Lamongan Kris Razianto Mada Kritik Sastra Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kusni Kasdut Kuswaidi Syafi’ie Kuswinarto Lagu Laili Rahmawati Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Latif Fianto Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Listiyono Santoso Liya Izzatul Iffah Liza Wahyuninto Lucky Aditya Ramadhan Ludruk Jawa Timur Lukisan Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lustantini Septiningsih Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Ismail M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Iqbal Dawami M. Irfan Hidayatullah M. Latief M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Mushthafa M. Riza Fahlevi M. Yoesoef M.D. Atmaja M’Shoe Madrasah Ibtida’iyah Thoriqotul Hidayah 1 Maghfur Munif Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahwi Air Tawar Majelis Ulama Indonesia Makalah Tinjauan Ilmiah Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Mantan Pastur Hafidz Al-Qur'an Maqhia Nisima Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Marjohan Marsel Robot Martin Aleida Martin Hatch Marwan Ja'far Marwita Oktaviana Marzuki Mustamar Mashuri Masjid Tegalsari di Pesantren Gerbang Tinatar Masuki M. Astro Matroni el-Moezany Matroni Muserang Max Arifin Maya Handhini Mbah Kalbakal Medco Media Jawa Timur Medri Osno Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Menggalang Dana Amal Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Misbahul Huda Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh Samsul Arifin Moh. Ghufron Cholid Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Rafi Azzamy Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak Muh Muhlisin Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ghannoe Muhammad Ghufron Muhammad Hidayat Muhammad Marzuki Muhammad Muhibbuddin Muhammad N. Hassan Muhammad Rain Muhammad Taufik Muhammad Yasir Muhammad Zia Ulhaq Muhammadun A.S. Muhibin AM Muhidin M Dahlan Mujtahid Mujtahidin Billah Mukafi Niam Mukhsin Amar Mukti Sutarman Espe Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Mun'im Sirry Muntamah Cendani Museum Bikon Blewut Ledalero Musfarayani Musfi Efrizal Musyayana Mutia Sukma N. Syamsuddin CH. Haesy Nabi Adam Nanang Fahrudin Nandang Darana Naskah Monolog Naskah Teater Nasru Alam Aziz Nelson Alwi Ni Luh Made Pertiwi F Nindya Herdianti Ninin Nurzalina Wati Nitis Sahpeni Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noorsam Noval Jubbek Novel Pekik Novianti Setuningsih Nu’man ‘Zeus’ Anggara Nur Hamzah Nur Haryanto Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Aini Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nuswantoro Nyimas Nyoman Tingkat Obrolan Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Opini Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Oyos Saroso H.N. Padepokan Lemah Putih Surakarta Pagelaran Musim Tandur Pameran Seni Rupa Panda MT Siallagan Pawang Surya Kencana PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan Pelukis Dahlan Kong Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit SastraSewu Penerbitan dan Toko Buku PUstaka puJAngga Lamongan Pengajian Pengetahuan Perang Peringatan Hari Pahlawan 10 November Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren An Nawawi Tanara (Penata) Pesantren Kampung Inggris Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Petrik Matanasi Pilang Tejoasri Laren Lamongan Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Pilkada Piramid Giza Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang Pradana Boy ZTF Pradaningrum Mijarto Pramoedya Ananta Toer Prih Prawesti Febriani Pringadi AS Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Profil MA Matholi'ul Anwar Prosa Puisi Puisi Menolak Korupsi Puisi Menolak Korupsi (PMK) Puji Hartanto Puji Santosa Puput Amiranti N Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Satria Kusuma Putu Setia Putu Wijaya R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R.Ng. Ronggowarsito Rabdul Rohim Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sazaly Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Rambuana Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Rengga AP Reni Lismawati Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Rieke Diah Pitaloka Riki Dhamparan Putra Rinto Andriono Rizka Halida Rizky Putri Pratimi Robin Al Kautsar Rocky Gerung Rodli TL Rofiqi Hasan Rohmad Hadiwijoyo Rohmah Maulidia Rohman Abdullah Rojiful Mamduh Rosdiansyah Rosi Rosidi Roso Titi Sarkoro Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rumah Literasi Rx King Motor S Yoga S. Jai S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Saifur Rohman Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Santi Puji Rahayu Sapardi Djoko Damono Sardono W Kusumo Sartika Sari Sarworo Sp Sastra Facebook Satmoko Budi Santoso Satrio Lintang Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Savidapius Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Sejarah Sekolah Literasi Gratis SelaSAstra Boenga Ketjil SelaSAstra Boenga Ketjil #23 SelaSAstra Boenga Ketjil #24 Seni Ambeng Ponorogo Senirupa Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shiny.ane el’poesya Shofiyatuz Zahroh Shohebul Umam JR Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Silfia Hanani Sindu Putra Sita Planasari Aquadini Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Hadi Purnomo Soediro Satoto Soegiharto Soeprijadi Tomodihardjo Soetanto Soepiadhy Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sony Wibisono Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Igustin Sri Mulyani Sri Wintala Achmad Sriyanto Danoesiswoyo Stefanus P. Elu Stevani Elisabeth STKIP PGRI Ponorogo Student Center Kampus ISI Yogyakarta Subagio Sastrowardoyo Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sugeng Ariyadi Sukitman Sumenep Sumiati Anastasia Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungelebak Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Suyadi San Syafrizal Sahrun Syaifuddin Gani Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syamsul Rizal Syi'ir Syifa Amori Syifa Aulia T.A. Sakti Tajuddin Noor Ganie Tamrin Bey dan Robin Al Kautsar TanahmeraH ArtSpace Tarpin A. Nasri Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Roda UNISDA Lamongan Teater Sakalintang Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tawon Teater Tewol Teguh LR Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Teori Darwin Teori Fisika Hawking Tgk Abdullah Lam U Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute Theresia Purbandini Thomas Koten Tien Rostini Timur Arif Riyadi Tjahjono Widarmanto Tjut Zakiyah Anshari Toeti Adhitama Tosa Poetra Tri Andhi S Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Tutut Herlina Ucu Agustin Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Uniawati Unieq Awien Universitas Jember Usman Arrumy Ustadz Bangun Samudra Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vassilisa Agata Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Video Vino Warsono Virdika Rizky Utama Vita Devi Ajeng Pratiwi W. Haryanto W.S. Rendra Wakos R. Gautama Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Suryandoko William Shakespeare Wisnu Kisawa Wiwik Widiyati Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yayat R. Cipasang Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudhi Herwibowo Yudi Latif Yulianto Yuliawati Yunanto Sutyastomo Yunus Supriyanto Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf AN Yusuf Suharto Yusuf Wibisono Yuval Noah Harari Yuyuk Sugarman Z. Mustopa Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zarra Martsella Zawawi Se Zed Abidien Zehan Zareez Zen Hae Zii Zuhdi Swt